HELLPRINT

(photo by : Rio Padiga)
Selama hampir semingguan Furkon di Bandung, aku terus mengajaknya jalan-jalan. Ah, kata itu kupakai hanya agar meyakinkan kepada orang-orang bahwa aku yang "mengejar" Furkon, padahal Furkon merengek terus agar aku mau diajak pergi jalan-jalan dengannya. Dia selalu bertanya kapan aku bisa ke Jogja lagi, kapan aku bisa ke Malang, kapan aku bisa ke Batam atau kapan aku bisa kemping di gunung dengannya?
Aku mau. Aku mau. Aku mau. Tapi waktu tidak mengijinkan. Ada tim Paskibra yang harus tampil (meski pun gagal), ada skripsi yang harus segera dibundel, ada pria yang merengek untuk pergi jalan-jalan denganku, belum datang lagi yang lain, yang lain dan yang lain lagi.
Aku pun ingin pergi jalan-jalan, tapi... yah, terlalu banyak alasan yang terbuat ketika aku memikirkan untuk me-refresh kepalaku ini untuk melihat bangunan-bangunan atau sekedar untuk foto-foto.

8 Juli 2012 kemarin aku akhirnya pergi menonton HELLPRINT di Lanud Sulaiman. Perjalanan ke sana memakan waktu hampir 2 jam karena aku naik kendaraan umum dan menyicip berbagai jenis kemacetan. Setelah sampai di Lanud, aku pun disiksa untuk berjalan kaki, memutar jalan, mengantre hingga akhirnya masuk ke lokasi konser.
Angin di Lanud Sulaiman bertiup kencang, aku memang tidak suka angin meski pun terkadang aku angin-anginan, kepalaku mendadak sakit dan aku baru ingat bahwa aku belum makan :( akhirnya aku mengajak Furkon mencari makan di stand yang ada di lapangan situ. Aku memesan 3 gelas es jeruk dan seporsi nasi goreng. Setelah kenyang, akhirnya band bernama Burgerkill itu pun tiba. Aku berdiri tepat di tengah-tengah kerumunan. Lagu yang mengawali burgerkill itu adalah Anjing Tanah, salah satu lagu favoritku. Haha.
Biasanya, saat mendengarkan lagu Anjing Tanah, aku memejamkan mataku, meresapi saat satu persatu senar gitar dipetik hingga akhirnya mulai berteriak, "ANJING TANAAAAAAAHHHH... LIIIIAAAARRR!!!"
Nah, di bagian itu biasanya kepalaku otomatis manggut-manggut (baca: headbang) mengikuti lagu. Saat itu, tak hanya kepalaku yang disentak-sentak ke bawah seperti itu, tapi ribuan orang di sana pun melakukan hal yang sama. Dan rasanya, uhhh tidak perlu ditanya, EDAAANN, sensasi!
Biasanya aku menikmati lagu-lagu metal itu sendirian, padahal rasanya ingin membuat orang lain pun merasakan hal yang sama, tapi kemarin, WOW! Ada rasa ketagihan untuk menghentak-hentak kepala seperti itu lagi.
Setelah Burgerkill selesai tampil, aku langsung pulang. Di perjalanan pulang, jantungku diaduk-aduk berkali-kali dalam waktu yang lama dengan penambahan kecemasan dan kelinglungan. Hal itu tiba-tiba membuatku kembali untuk menyenangi rumah. Padahal hari itu aku sudah bertekad untuk "jauh" dari rumah. Haha. Jalanan memang seperti itu. Pantas saja Furkon selalu melarangku jalan-jalan sendirian. Mungkin alasannya adalah itu, agar jalanan tidak "menyentuh"-ku.
Demi A Rio, aku tidak akan menceritakan hal yang terjadi. Aku jadi ingat dengan kaos yang dipakai oleh seorang gadis punk, tulisannya "saudara bukan lagi soal darah, tapi soal kepedulian". Dan di situ, setelah kejadian itu, aku sadar bahwa aku peduli dengan orang-orang di sekitarku, hingga entah bagaimana caranya keberanian itu muncul untuk mendorong si pria yang mabuk itu dan terus mempertahankan teman...
Padahal hari ini, ketika aku menulis ini, aku mengingkari semboyan utamaku yang berbunyi, "nyawaku cuma satu", karena kemarin meski pun nyawaku cuma satu, aku berani menyodorkan nyawa itu ke depan pemabuk itu. Jika hari ini si pemabuk itu datang lagi, mungkin jantungku ini sudah berhenti berdetak.
Rasa ketagihan untuk ikut headbang itu hilang ditelan rasa sakit yang mencucuki jantung ketika aku duduk di angkot dalam perjalanan pulang. Rasanya lebih baik menghentak-hentakkan kepala di kamar meski pun mengganggu tetangga dari pada bersentuhan dengan orang-orang itu lagi. Lagi-lagi aku bilang, "untung Izrail datangnya telat", kalau saja Izrail datangnya lebih cepat, mungkin ada pisau yang bertahta di perutku malam ini.


0 komentar:

Posting Komentar