5 cm untuk Reorio


***
Aku sedang menyampul novel 5 cm saat kau mengirimiku pesan. "Maksud kamu apa?"
"Maksud apa?"
Aku semakin asyik merapikan sampul novel yang baru kubeli itu. Kau dulu sering membicarakan novel itu. Aku kira itu novel pembangkit semangat seperti kata-kata bodohnya Mario Tegar. Aku ingin kau jadi orang yang pertama tahu tentang keberadaan novel itu di tanganku.
"Yang kamu tulis di fb!"
Aku sudah selesai menyampul. Aku hendak membalas pesanmu dengan mengatakan bahwa aku sudah membeli novel 5 cm yang kau elu-elukan itu. Aku sadar, kau tidak sedang dalam keadaan senang untuk kuajak bicara tentang novel itu.
"Tentang Cyayi?"
"Iya."
"Oh, itu yang aku omongin semuanya jujur."
"Kamu jangan asal yah! Aku pernah ketemu sama Cyayi, bahkan aku ketemu sama bapaknya, dan dia enggan mungkin ngelakuin hal itu."
"Kamu mau ngomong apa pun juga toh berita itu udah kesebar. Aku aja tau dari temennya Cyayi."
"Dia gak mungkin ngelakuin hal itu. Kamu jangan bohong!"
Kata itu seperti menusuk hatiku dalam. Novel itu kuhempaskan ke lantai.
"Maksud kamu aku tukang bohong? Tanya aja sama Cyayi-nya. Toh dia udah mau nikah beberapa minggu lagi. Aku udah pernah ketemu sama calon suaminya."
"Kamu kalo mau cari perhatian, bukan gini caranya."
Kata itu tepat dituangkan pada luka dalam hatiku, rasanya seperti dituang racun.
"Terserah." Aku lalu melemparkan teleponku. Aku melupakan si 5 cm. Aku melupakan berita bahagia untukmu. Aku bahkan melupakan bahwa nomormu masih tersimpan di dalam handphoneku yang kubanting.

***
"Novel 5 cm menginspirasi aku untuk pergi ke Mahameru."
Kuucapkan kata itu sekarang. Kau tak perlu tahu bahwa kaulah si 5 cm yang (dulu) memotivasiku untuk mencari 5 cm. Sekarang aku menemukan 5 cm-ku. Selamat bergabung dalam kemelut. Ingat, karma itu ada bagi orang sepertimu.


--REORIO.


0 komentar:

Posting Komentar