I though that my father is the only one in this whole universe that never feel in love to someone or something... Yeah, i just though.
Aku mengenal sosok Ayahku sebagai sosok yang sangat mandiri, berprinsip dan berwibawa. Entah mengapa aku selalu grogi untuk bicara dengannya, aku bahkan jarang bicara tentang topik yang penting dengannya. Aku bisa diam seharian jika beliau enggan mengajakku bicara. Karena entah mengapa, beliau kadang sedang sibuk memikirkan sesuatu, sesuatu yang tidak bisa kujamah oleh otakku, hingga kadang dia tak mendengar apa yang orang-orang bicarakan. Meski pun begitu, beliau adalah Ayah terbaik di dunia ini.
Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana Ibuku mau menerima sosok pria yang begitu dingin itu menjadi suaminya? Bagaimana jika Ibuku punya masalah, apakah Ibuku memendamnya sendiri?
Aku sering mendengarkan cerita Ayahku tentang bagaimana dia mengasuhku saat aku masih bayi dan caranya membagi waktu antara memancing dan mengasuhku ketika Ibuku sedang mengajar. Berdasarkan ceritanya, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa aku dan memancing itu memiliki posisi yang sama penting di hidup Ayahku. Aku dan senapannya pun memiliki harga yang hampir sama di hidup Ayahku. Sometimes i though he doesn't love me, he loves his life more than he loves me.
Tapi, di usiaku yang hampir menginjak 22 tahun ini, Ayahku kemudian bertutur tentang pengalamannya. Bahwa dia pernah menjadi sosok pria yang rela mengantar kekasih hatinya jalan-jalan ke mana pun kekasihnya mau meski pun dia baru pulang kerja dan sangat lelah. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang membelikan apa pun yang kekasih hatinya inginkan meski pun harus menguras tabungannya. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang sangat takut kekasih hatinya pergi meninggalkannya. Dan wanita yang beruntung itu adalah Ibuku.
Pertanyaanku tentang bagaimana dan mengapa tiba-tiba luruh mendengar penuturan Ayahku. Rasanya aku mengenal sosok seseorang yang baru, orang yang namanya terselip di antara namaku, orang yang mencari uang untuk kebutuhanku, orang yang rela terjaga untuk menjamin tidak seekor nyamuk pun menyentuh kulitku.
Pantas saja kadang aku sering merasa kamalinaan ketika Furkon mengajakku jalan-jalan, rasanya aku selalu ingin mengiyakan tanpa pernah sekali pun menolak. Ternyata darah kamalinaan itu memang ada dalam diriku yang diturunkan oleh Ayah dan Ibuku. Aku yakin, seperti Ayahku dan Ibuku, aku dan Furkon pun suatu saat nanti pasti bisa menceritakan bagaimana seorang sarjana Biologi bertemu dengan sarjana Teknik Informatika dan menjalin kasih kepada anak-anakku. Amin.
Aku mengenal sosok Ayahku sebagai sosok yang sangat mandiri, berprinsip dan berwibawa. Entah mengapa aku selalu grogi untuk bicara dengannya, aku bahkan jarang bicara tentang topik yang penting dengannya. Aku bisa diam seharian jika beliau enggan mengajakku bicara. Karena entah mengapa, beliau kadang sedang sibuk memikirkan sesuatu, sesuatu yang tidak bisa kujamah oleh otakku, hingga kadang dia tak mendengar apa yang orang-orang bicarakan. Meski pun begitu, beliau adalah Ayah terbaik di dunia ini.
Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana Ibuku mau menerima sosok pria yang begitu dingin itu menjadi suaminya? Bagaimana jika Ibuku punya masalah, apakah Ibuku memendamnya sendiri?
Aku sering mendengarkan cerita Ayahku tentang bagaimana dia mengasuhku saat aku masih bayi dan caranya membagi waktu antara memancing dan mengasuhku ketika Ibuku sedang mengajar. Berdasarkan ceritanya, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa aku dan memancing itu memiliki posisi yang sama penting di hidup Ayahku. Aku dan senapannya pun memiliki harga yang hampir sama di hidup Ayahku. Sometimes i though he doesn't love me, he loves his life more than he loves me.
Tapi, di usiaku yang hampir menginjak 22 tahun ini, Ayahku kemudian bertutur tentang pengalamannya. Bahwa dia pernah menjadi sosok pria yang rela mengantar kekasih hatinya jalan-jalan ke mana pun kekasihnya mau meski pun dia baru pulang kerja dan sangat lelah. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang membelikan apa pun yang kekasih hatinya inginkan meski pun harus menguras tabungannya. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang sangat takut kekasih hatinya pergi meninggalkannya. Dan wanita yang beruntung itu adalah Ibuku.
Pertanyaanku tentang bagaimana dan mengapa tiba-tiba luruh mendengar penuturan Ayahku. Rasanya aku mengenal sosok seseorang yang baru, orang yang namanya terselip di antara namaku, orang yang mencari uang untuk kebutuhanku, orang yang rela terjaga untuk menjamin tidak seekor nyamuk pun menyentuh kulitku.
Love isn't about going somewhere, not about giving a thing, not about being someone she likes, love's about how you can trust your lover... Cinta itu adalah tentang kamu yang memilih satu orang itu, hidup dan mati, satu kali memilih seumur hidup.Ayahku benar bahwa pilihan itu begitu banyak di dunia ini. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk dipilih dan menjadi sampel, teknik random sampling sample. Tapi tidak semua pilihan mau untuk kita pilih.
Pantas saja kadang aku sering merasa kamalinaan ketika Furkon mengajakku jalan-jalan, rasanya aku selalu ingin mengiyakan tanpa pernah sekali pun menolak. Ternyata darah kamalinaan itu memang ada dalam diriku yang diturunkan oleh Ayah dan Ibuku. Aku yakin, seperti Ayahku dan Ibuku, aku dan Furkon pun suatu saat nanti pasti bisa menceritakan bagaimana seorang sarjana Biologi bertemu dengan sarjana Teknik Informatika dan menjalin kasih kepada anak-anakku. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar