tidur
Heran sama badan aku. Kadang aku sama sekali gak ngerasa ngantuk berminggu-minggu sampe aku stres sendiri ngitungin detik yang aku lewatin tanpa ngerasa ngantuk. Aku normal apa engga yah, adalah pertanyaan aku setiap kali ngeliat orang tidur pules di mana pun dan kapan pun.
Tapi kadang juga aku bisa jadi sangat kebluk. Buktinya aku ngerasa pengen tidur mulu. Bahkan aku punya kecemasan sendiri kalo aku gak bisa tidur siang dan gak tidur 9 jam malem-malem. Aneh kan?
Kemaren, aku tidur cuma sejam sampe dua jam sehari selama semingguan sebelum aku mau syuting. Eh, sekarang pas deket mau syuting, aku malah pengen tidur yang banyak.
Kayak sekarang nih, aku sebenernya pengen banget tidur pules. Tapi inget mesti sahur, terus mesti nyiapin properti buat persiapan syuting, terus mandi, terus berangkat ke kampus, briefing masalah film sampe sore, terus terus terus terus.... aku stres! Jadinya gak ngantuk.
Apa gara-gara aku menganggap tidur adalah sesuatu yang sakral? Ya gak sakral gimana? Aku itu susah banget tidur pules. Lima menit sekali pasti bangun. Kalo di Korea tuh orang kayak aku udah pada bunuh diri saking stresnya gak bisa ngerasain tidur yang pules.
Semoga briefing hari ini gak nyampe sore, jadinya aku bisa tidur siang sampe maghrib. Haha.
sahabat laki-laki
Aku selalu berandai-andai. Bagaimana jika aku terlahir sebagai seorang pria. Lalu hidupku yang penuh larangan ini dan itu berubah menjadi kehidupan yang bebas dan menyenangkan. Bagaimana rasanya?
Selama ini aku sudah muak menjadi wanita. Dunia yang penuh dengan high heels dan bedak. Dunia yang penuh dengan rumpi dan gencet-gencetan. Selalu saja harus bersikap manis ketika bertemu sesama wanita. Aku tidak bisa bilang maneh dan anjing sesuka hatiku. Padahal, dua kata itu adalah dua kata yang selalu aku pikirkan ketika aku bicara pada sesama wanita, terlebih pada mereka yang tidak kusukai. Aku ingin memanggil mereka bebel atau goblog, sesuai dengan watak mereka. Sungguh.
Aku punya banyak teman pria, mereka semua baik dan aku suka kehidupan mereka. Tak ada yang mengeluh jika mereka berbagi secangkir kopi tanpa sikat gigi atau cuci muka dahulu. Juga tidak ada yang protes meski pun mereka tak mengganti pakaian berhari-hari. Dan panggilan maneh dan anjing itu seperti panggilan kesayangan pada sesama mereka.
Wanita itu bergerak dalam kata, tapi para pria bergerak dalam sikap. Mereka tak segan untuk mengepalkan tinju dan menonjok siapa saja yang berani mengganggu temannya, tak peduli temannya itu salah atau benar. Sedangkan wanita, mereka bertele-tele dalam kata, tindakan mereka nol. Dan memang wanita diciptakan untuk menjadi calon ibu yang cerewet.
Teman wanita yang benar-benar ada di sampingku untuk membimbingku, di depan untuk menunjukan arah yang baik dan di belakang sebagai pemberi tahu yang salah dan benar bagiku masih bisa dihitung dengan jari. Kemana wanita yang lain di dunia ini? Entahlah, mereka dengan dunianya, mungkin, dengan high heels dan etude-nya.
Kelaminku membatasi langkahku. Aku sering berandai-andai, bagaimana jika aku adalah seorang pria, apakah aku akan jadi best friend Furkon? Ataukah justru aku harus menjadi saksi bisu ketika Furkon justru mencintai gadis lain karena aku tidak terlahir sebagai wanita di hidupnya? *ceurik ngagogosok taneuh*
Yah, meski pun aku tetap seorang wanita dengan segalal keterbatasanku dan segala kekuranganku, jika harus kehilangan detik-detik berharga bersama keluargaku dan Furkon, aku tidak rela juga. Aku tidak mau ada gadis yang menggantikan aku di hati keluargaku dan Furkonku.
Biarlah gigi seriku ini menghalangi kata maneh dan anjing untuk para wanita yang tidak kusukai itu. Asalkan Furkon dan keluargaku tetap menjadi milikku seorang. Toh aku hidup bersama mereka yang kucintai, tidak dengan mereka yang membenciku.
Amin.
berharga
Kamu memang bukan satu lembar uang lima ribu rupiah di akhir bulan.
Bukan juga matahari yang menyinari bumi.
Tapi, kalau kamu tidak ada, rasanya dunia ini mendadak sepi.
Entah mengapa juga aku selalu merasakan efek slow motion saat kamu berada jauh dariku.
You're worthy but you never wanna know...
27 Juli 2012
1:15
Aku belajar bahwa tidak semua orang mau mendengarkan apa yang ada dalam isi otakku, ah bukan, bukan tidak semua orang, tapi semua orang. Semuanya tetap indah kalo lo tetap jadi diri lo, sepertinya kata itu salah besar. Dan aku sadar sekarang.
Ini hidup, bukan desktop komputer yang ada recycle bin-nya. Jadi, ketika semuanya disebut "buang", maka dibuanglah selamanya.
Ah sudahlah, toh hidup terus berlanjut.
Aku belajar bahwa tidak semua orang mau mendengarkan apa yang ada dalam isi otakku, ah bukan, bukan tidak semua orang, tapi semua orang. Semuanya tetap indah kalo lo tetap jadi diri lo, sepertinya kata itu salah besar. Dan aku sadar sekarang.
Ini hidup, bukan desktop komputer yang ada recycle bin-nya. Jadi, ketika semuanya disebut "buang", maka dibuanglah selamanya.
Ah sudahlah, toh hidup terus berlanjut.
melukis lagi
Tiba-tiba aku rindu pada sketch book-ku yang hampir dua tahun ini kutumpuk bersama buku-buku kuliah. Aku ingat, sekarang semakin banyak orang yang mendalami bidang melukis. Dan aku pun mengasah kembali kemampuanku itu. Aku kemudian memutuskan menggambar wajahku sendiri sebagai objeknya.
Sret sret sret. Hampir lima menit pensilku menggaruki permukaan kertas hingga akhirnya aku sadar bahwa gambarku sudah 50% selesai. Karena aku takjub pada hasilnya, aku langsung meng-upload hasil gambarku itu. Kemudian setelah adzan isya, aku kembali menggambar.
Guruku dalam melukis hanyalah insting. Aku tidak tahu bahwa harus menggambar lingkaran terlebih dahulu sebelum menggambar sebuah wajah, aku justru menggambar dari bagian yang kusuka saja. Seperti gambar ini, aku menggambar dari bagian yang entah dari mana, lalu kemudian aku mengarsir kesana kemari dan memberikan bayangan disana dan disini.
Hasilnya, aku pribadi puas. Cukup seperti ini saja.
it's about love
I though that my father is the only one in this whole universe that never feel in love to someone or something... Yeah, i just though.
Aku mengenal sosok Ayahku sebagai sosok yang sangat mandiri, berprinsip dan berwibawa. Entah mengapa aku selalu grogi untuk bicara dengannya, aku bahkan jarang bicara tentang topik yang penting dengannya. Aku bisa diam seharian jika beliau enggan mengajakku bicara. Karena entah mengapa, beliau kadang sedang sibuk memikirkan sesuatu, sesuatu yang tidak bisa kujamah oleh otakku, hingga kadang dia tak mendengar apa yang orang-orang bicarakan. Meski pun begitu, beliau adalah Ayah terbaik di dunia ini.
Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana Ibuku mau menerima sosok pria yang begitu dingin itu menjadi suaminya? Bagaimana jika Ibuku punya masalah, apakah Ibuku memendamnya sendiri?
Aku sering mendengarkan cerita Ayahku tentang bagaimana dia mengasuhku saat aku masih bayi dan caranya membagi waktu antara memancing dan mengasuhku ketika Ibuku sedang mengajar. Berdasarkan ceritanya, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa aku dan memancing itu memiliki posisi yang sama penting di hidup Ayahku. Aku dan senapannya pun memiliki harga yang hampir sama di hidup Ayahku. Sometimes i though he doesn't love me, he loves his life more than he loves me.
Tapi, di usiaku yang hampir menginjak 22 tahun ini, Ayahku kemudian bertutur tentang pengalamannya. Bahwa dia pernah menjadi sosok pria yang rela mengantar kekasih hatinya jalan-jalan ke mana pun kekasihnya mau meski pun dia baru pulang kerja dan sangat lelah. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang membelikan apa pun yang kekasih hatinya inginkan meski pun harus menguras tabungannya. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang sangat takut kekasih hatinya pergi meninggalkannya. Dan wanita yang beruntung itu adalah Ibuku.
Pertanyaanku tentang bagaimana dan mengapa tiba-tiba luruh mendengar penuturan Ayahku. Rasanya aku mengenal sosok seseorang yang baru, orang yang namanya terselip di antara namaku, orang yang mencari uang untuk kebutuhanku, orang yang rela terjaga untuk menjamin tidak seekor nyamuk pun menyentuh kulitku.
Pantas saja kadang aku sering merasa kamalinaan ketika Furkon mengajakku jalan-jalan, rasanya aku selalu ingin mengiyakan tanpa pernah sekali pun menolak. Ternyata darah kamalinaan itu memang ada dalam diriku yang diturunkan oleh Ayah dan Ibuku. Aku yakin, seperti Ayahku dan Ibuku, aku dan Furkon pun suatu saat nanti pasti bisa menceritakan bagaimana seorang sarjana Biologi bertemu dengan sarjana Teknik Informatika dan menjalin kasih kepada anak-anakku. Amin.
Aku mengenal sosok Ayahku sebagai sosok yang sangat mandiri, berprinsip dan berwibawa. Entah mengapa aku selalu grogi untuk bicara dengannya, aku bahkan jarang bicara tentang topik yang penting dengannya. Aku bisa diam seharian jika beliau enggan mengajakku bicara. Karena entah mengapa, beliau kadang sedang sibuk memikirkan sesuatu, sesuatu yang tidak bisa kujamah oleh otakku, hingga kadang dia tak mendengar apa yang orang-orang bicarakan. Meski pun begitu, beliau adalah Ayah terbaik di dunia ini.
Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana Ibuku mau menerima sosok pria yang begitu dingin itu menjadi suaminya? Bagaimana jika Ibuku punya masalah, apakah Ibuku memendamnya sendiri?
Aku sering mendengarkan cerita Ayahku tentang bagaimana dia mengasuhku saat aku masih bayi dan caranya membagi waktu antara memancing dan mengasuhku ketika Ibuku sedang mengajar. Berdasarkan ceritanya, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa aku dan memancing itu memiliki posisi yang sama penting di hidup Ayahku. Aku dan senapannya pun memiliki harga yang hampir sama di hidup Ayahku. Sometimes i though he doesn't love me, he loves his life more than he loves me.
Tapi, di usiaku yang hampir menginjak 22 tahun ini, Ayahku kemudian bertutur tentang pengalamannya. Bahwa dia pernah menjadi sosok pria yang rela mengantar kekasih hatinya jalan-jalan ke mana pun kekasihnya mau meski pun dia baru pulang kerja dan sangat lelah. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang membelikan apa pun yang kekasih hatinya inginkan meski pun harus menguras tabungannya. Dia pun pernah menjadi sosok pria yang sangat takut kekasih hatinya pergi meninggalkannya. Dan wanita yang beruntung itu adalah Ibuku.
Pertanyaanku tentang bagaimana dan mengapa tiba-tiba luruh mendengar penuturan Ayahku. Rasanya aku mengenal sosok seseorang yang baru, orang yang namanya terselip di antara namaku, orang yang mencari uang untuk kebutuhanku, orang yang rela terjaga untuk menjamin tidak seekor nyamuk pun menyentuh kulitku.
Love isn't about going somewhere, not about giving a thing, not about being someone she likes, love's about how you can trust your lover... Cinta itu adalah tentang kamu yang memilih satu orang itu, hidup dan mati, satu kali memilih seumur hidup.Ayahku benar bahwa pilihan itu begitu banyak di dunia ini. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk dipilih dan menjadi sampel, teknik random sampling sample. Tapi tidak semua pilihan mau untuk kita pilih.
Pantas saja kadang aku sering merasa kamalinaan ketika Furkon mengajakku jalan-jalan, rasanya aku selalu ingin mengiyakan tanpa pernah sekali pun menolak. Ternyata darah kamalinaan itu memang ada dalam diriku yang diturunkan oleh Ayah dan Ibuku. Aku yakin, seperti Ayahku dan Ibuku, aku dan Furkon pun suatu saat nanti pasti bisa menceritakan bagaimana seorang sarjana Biologi bertemu dengan sarjana Teknik Informatika dan menjalin kasih kepada anak-anakku. Amin.
Kedelai Berulah, Tempe dan Tahu Korbannya
Ramadhan ini Indonesia, terutama Jawa Barat sedang diguncang perhelatan antara perajin Tahu-Tempe dan Pemerintah. Harga kacang kedelai yang meroket membuat perajin Tahu-Tempe mau tidak mau tapi mau menaikan harga hasil produksinya dan memperkecil ukuran dari produksinya. Akhirnya saya mengerti mengapa Ibu saya selalu senewen setiap kali pulang dari pasar. Dia selalu mengeluhkan ukuran Tahu dan Tempe yang semakin kecil dan harganya yang semakin melambung. Oh, ternyata inilah alasannya.
Perajin Tahu-Tempe berharap pemerintah bisa menekan harga jual dari kacang kedelai kepada para perajin sehingga perajin bisa berproduksi normal dan memperbaiki kesejahteraan hidupnya. Sedangkan pemerintah, diam seribu bahasa, tidak mau memberitahu bahwa sesungguhnya kedelai yang beredar di pasar Indonesia berasal dari impor. Faktanya, pertanian Indonesia tidak menghasilkan kedelai yang layak untuk dijual kepada para perajin. Well, kalau saya ditanya sumbernya dari mana, yang jelas saya bukan petinggi yang melupakan golongan bawah. Saya juga bukan golongan bawah yang selalu ingin melihat ke atas.
Menurut saya, demo yang dilakukan oleh para perajin Tahu-Tempe itu hanya merugikan mereka sendiri sebagai pedagang. Pertama, meski pun banyak yang menginginan Tahu-Tempe sebagai lauk makanannya, jika hal ini terjadi terus menerus, justru malah Pemerintah semakin asyik menggalangkan program "ganti nasi", yang sekarang dirubah menjadi "ganti kedelai". Kedua, jika konsumen sudah dibiasakan untuk makan jagung, kentang dan umbi-umbian lain, lalu melupakan Tahu-Tempe, siapa yang rugi? Pemerintah atau perajin Tahu-Tempe itu sendiri?
Mencari siapa yang bertanggungjawab atas kemahalan harga kedelai di pasaran seperti memendam kasura di daging sendiri. Sudah jelas kacang kedelai itu diimpor bukan diproduksi oleh dalam negeri, bagaimana mungkin harganya bisa diatur seenak dengkul Pemerintah? Kalau mau pintar, seharusnya para perajin Tahu-Tempe bekerjasama dengan para petani Kedelai. Di Islam pun diajarkan untuk Musaqoh, Muzaroah dan Mukhabaroh.
Bagi Anda yang belum tahu, mari saya beritahu. Musaqoh adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian. Musaqoh ini hukumnya ja'iz (boleh). Rukunnya adalah :
- Pemilik kebun dan petani penggarap (Saqi).
- Pohon atau tanaman dan kebun yang dirawat.
- Pekerjaan yang dilaksanakan baik waktu, jenis dan sifat pekerjaannya.
- Pembagian hasil tanaman atau pohon.
- Akad, baik secara lisan atau tertulis maupun dengan isyarat.
- Pohon atau tanaman yang dipelihara harus jelas dan dapat dilihat.
- Waktu pelaksanaan musaqah harus jelas, misalnya: setahun, dua tahun atau sekali panen atau
- lainnya agar terhindar dari keributan di kemudian hari.
- Akad Musaqah yang dibuat hendaknya sebelum nampak buah atau hasil dari tanaman itu.
- Pembagian hasil disebutkan secara jelas
- Pemilik dan penggarap sawah.
- Sawah atau ladang.
- Jenis pekerjaan yang harus dilakukan.
- Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah).
- Akad (sighat).
- Pada muzara’ah benih dari pemilik tanah, sedangkan pada mukhabarah benih dari
- penggarap.
- Waktu pelaksanaan muzara’ah dan mukhabarah jelas.
- Akad muzara’ah dan mukhabarah hendaknya dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan.
- Pembagian hasil disebutkan secara jelas.
Sudah saatnya Indonesia berpikir. Sudahi saja demonya, sudahi juga mempermasalahkan siapa yang salah. Allah tidak akan merubah nasib dari seseorang jika bukan orang itu yang merubahnya. Kemiskinan bukan kutukan. Jika ingin mendirikan negara Islam, sudah sepatutnya dilakukan dari mulai menegakkan hukum-hukumnya, seperti hukum perekonomiannya. Jangan hanya ingin menegakan hukum Islam dalam hal pornografi saja. Cukupkan sekian membicarakan tentang artis porno dan video-video porno, toh di akhirat nanti kita dihisab masing-masing, yang penting sekarang adalah bagaimana hari ini kita makan dan bagaimana esok anak kita bisa bersekolah.
best thanks
Best thanks di hidupku, di duaribuduabelas ini, itu kuberikan pada Furkon. Secara tidak langsung, Furkon melebarkan kotak pertemananku. Aku mengenal ribuan orang karena aku mengenal Furkon, kata-kata ini sudah sering kuucapkan di setiap tulisanku. Tapi benar, ini adanya.
Kali ini aku memberanikan diri untuk membuat film dengan genre thriller, pembunuhan dan kehidupan malam. Sebenarnya aku sudah mendambakan membuat film seperti ini sejak lama, tapi aku terbatasi oleh kemampuanku. Aku tidak tahu bagaimana cara membuat efek darah, membuat efek luka, dan lain-lain.
Furkon mengenalkanku pada teman-temannya yang juara nasional dalam bidang artistik, anak-anak teater. Dan aku juga sudah sering mengucapkan bahwa aku sangat ingin ikut teater, sayangnya restu orangtuaku tidak jatuh pada bidang seni. Dan film ini, Yaa Rabb, terimakasih...
Aku ingin berusaha sekuat tenaga untuk film ini. Film yang menjadi dambaanku selama ini.
Sungguh, Furkon, jika aku tidak pernah mau untuk memberikan waktu untuk mengenalmu lebih jauh, aku pasti masih terkurung dalam lingkaran setan. Terimakasih sudah membentangkan jangkauan tanganku lebih jauh. Masihkah kamu ingat perbincangan kita di Pusdai tahun lalu? Kamu benar, aku punya potensi dan aku memang harus keluar dari lingkaran itu.
Dan teman-temanmu itu membuatku takjub.
Kalau aku jadi kamu,
aku akan rela dihamili olehmu,
agar kau yakin bahwa aku
sungguh
mencintaimu.
--Furkon
Ramadhan-ku
Tulisan edisi Ramadhan. Ya, kalo boleh di hashtag, boleh deh. Haha, sayangnya bukan twitter. Bulan Ramadhan itu banyak perubahan yang terjadi di setiap harinya. Dari hal yang lumrah dan semua orang alami, sampe yang aneh-aneh.
Bulan Ramadhan biasanya adalah jadwal makan paling teratur buat aku. Aku kadang makan sehari sekali, dua hari sekali, atau nunggu laper. Kalo orang lain dengan alasan mau diet, aku sih gak perlu repot diet, buktinya sebelum puasa aja berat badan aku udah nurun 3 kilo tanpa diet dan olahraga. Gak sakti gimana tuh badan aku?
Selain itu, di bulan Ramadhan juga, makin banyak ngedenger orang yang baca al-Qur'an, sholat jamaah di mesjid sama langkah anak-anak kecil yang lari-lari ke mesjid untuk taraweh. Ramadhan memang datang dengan kejutannya sendiri.
Ramadhan kali ini, kayaknya aku lebih banyak ngabisin waktu di rumah. Mungkin ini adalah Ramadhan pertama aku semenjak aku masuk SD, di mana aku bisa diem di rumah. Hahahah. Sejak masuk SD, hampir setiap Ramadhan aku tetep masuk sekolah, dan itu berlanjut sampe kuliahan. Tapi taun ini engga, dan rasanya itu WOW banget.
Puji syukur sekali pada Tuhan-ku Yang Maha Unik, tahun ini aku diberikan keberkahan untuk lulus lebih dulu dari temen-temen aku. Bahkan nilai sidang skripsinya pun A. Plus lagi dengan IPK yang cumlaude. Plus lagi adik aku masuk kuliah. Plus lagi adik aku yang dapet beasiswa. Plus adik aku juara 1. Plus adik aku juga yang udah kuliah jadi rajin kuliah. Well, thanks God!
Ramadhan kali ini adalah Ramadhan kedua aku punya pacar. Halah, akhirnya Tuhan menjawab pertanyaan semua orang padaku. "Udah punya pacar belum? Itu pertanyaan mereka dan aku cuma bisa senyum-senyum. Diam mendengarkan spekulasi mereka tentang aku dan tingkahku selama mereka mengenalku. Syukur akhirnya Tuhan yang menjawab, dan untuk kehadiran Furkon Muhammad di hidupku, terimakasih, Tuhan. Di luar sana masih banyak orang yang mempertanyakan kapan Engkau akan memberikan jodoh mereka, tapi aku di sini akhirnya bisa menikmati juga rasanya memiliki sesuatu yang sementara namun amat berharga.
Aku menjadwalkan banyak sekali perenungan untuk Ramadhan tahun ini. Jika dulu aku banyak menghabiskan waktu Ramadhan dengan kongkow di kampus, tahun ini aku sedang ingin berkumpul dengan keluargaku seperti saat aku masih kecil.
Masa tiga tahun di perkuliahan itu bukan masa yang singkat. Dan aku yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi selama ini mengandung hikmah. Hikmahnya adalah akhirnya pertemuanku dengan Furkon di depan aula kampus berujung pada Furkon yang jatuh hati padaku dan aku yang jatuh hati padanya. Lalu kita memutuskan untuk bersama dengan perbedaan yang ada. Yah, kata-kata memang selalu indah, jalannya tidak semulus itu.
Tapi, sesulit apa pun kelihatannya. Aku ingin berusaha agar aku tetap menjadi bagian dari hidupnya Furkon, apa pun yang terjadi.
Aku sadar, Furkon, kenapa kita yang berbeda ini dipasangkan. Karena aku memang tidak akan pernah bisa mencintai diriku sendiri lebih baik dari aku mencintaimu. Selalu ada kanan untuk setiap kiri, selalu ada atas untuk setiap bawah, selalu ada seorang Furkon untuk seorang Lukita. Dan untuk itu semua, aku mengucapkan ribuan syukur pada Tuhan.
Aku tak tahu seberapa lama lagi kita akan bersama, tapi semoga keberadaanku di sisimu memberi arti duapuluhtujuhtahun usiamu di November mendatang. Terimakasih telah memberi arti di hidupku selama ini.
Bulan Ramadhan biasanya adalah jadwal makan paling teratur buat aku. Aku kadang makan sehari sekali, dua hari sekali, atau nunggu laper. Kalo orang lain dengan alasan mau diet, aku sih gak perlu repot diet, buktinya sebelum puasa aja berat badan aku udah nurun 3 kilo tanpa diet dan olahraga. Gak sakti gimana tuh badan aku?
Selain itu, di bulan Ramadhan juga, makin banyak ngedenger orang yang baca al-Qur'an, sholat jamaah di mesjid sama langkah anak-anak kecil yang lari-lari ke mesjid untuk taraweh. Ramadhan memang datang dengan kejutannya sendiri.
Ramadhan kali ini, kayaknya aku lebih banyak ngabisin waktu di rumah. Mungkin ini adalah Ramadhan pertama aku semenjak aku masuk SD, di mana aku bisa diem di rumah. Hahahah. Sejak masuk SD, hampir setiap Ramadhan aku tetep masuk sekolah, dan itu berlanjut sampe kuliahan. Tapi taun ini engga, dan rasanya itu WOW banget.
Puji syukur sekali pada Tuhan-ku Yang Maha Unik, tahun ini aku diberikan keberkahan untuk lulus lebih dulu dari temen-temen aku. Bahkan nilai sidang skripsinya pun A. Plus lagi dengan IPK yang cumlaude. Plus lagi adik aku masuk kuliah. Plus lagi adik aku yang dapet beasiswa. Plus adik aku juara 1. Plus adik aku juga yang udah kuliah jadi rajin kuliah. Well, thanks God!
Ramadhan kali ini adalah Ramadhan kedua aku punya pacar. Halah, akhirnya Tuhan menjawab pertanyaan semua orang padaku. "Udah punya pacar belum? Itu pertanyaan mereka dan aku cuma bisa senyum-senyum. Diam mendengarkan spekulasi mereka tentang aku dan tingkahku selama mereka mengenalku. Syukur akhirnya Tuhan yang menjawab, dan untuk kehadiran Furkon Muhammad di hidupku, terimakasih, Tuhan. Di luar sana masih banyak orang yang mempertanyakan kapan Engkau akan memberikan jodoh mereka, tapi aku di sini akhirnya bisa menikmati juga rasanya memiliki sesuatu yang sementara namun amat berharga.
Aku menjadwalkan banyak sekali perenungan untuk Ramadhan tahun ini. Jika dulu aku banyak menghabiskan waktu Ramadhan dengan kongkow di kampus, tahun ini aku sedang ingin berkumpul dengan keluargaku seperti saat aku masih kecil.
Masa tiga tahun di perkuliahan itu bukan masa yang singkat. Dan aku yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi selama ini mengandung hikmah. Hikmahnya adalah akhirnya pertemuanku dengan Furkon di depan aula kampus berujung pada Furkon yang jatuh hati padaku dan aku yang jatuh hati padanya. Lalu kita memutuskan untuk bersama dengan perbedaan yang ada. Yah, kata-kata memang selalu indah, jalannya tidak semulus itu.
Tapi, sesulit apa pun kelihatannya. Aku ingin berusaha agar aku tetap menjadi bagian dari hidupnya Furkon, apa pun yang terjadi.
Aku sadar, Furkon, kenapa kita yang berbeda ini dipasangkan. Karena aku memang tidak akan pernah bisa mencintai diriku sendiri lebih baik dari aku mencintaimu. Selalu ada kanan untuk setiap kiri, selalu ada atas untuk setiap bawah, selalu ada seorang Furkon untuk seorang Lukita. Dan untuk itu semua, aku mengucapkan ribuan syukur pada Tuhan.
Aku tak tahu seberapa lama lagi kita akan bersama, tapi semoga keberadaanku di sisimu memberi arti duapuluhtujuhtahun usiamu di November mendatang. Terimakasih telah memberi arti di hidupku selama ini.
5 cm untuk Reorio
***
Aku sedang menyampul novel 5 cm saat kau mengirimiku pesan. "Maksud kamu apa?"
"Maksud apa?"
Aku semakin asyik merapikan sampul novel yang baru kubeli itu. Kau dulu sering membicarakan novel itu. Aku kira itu novel pembangkit semangat seperti kata-kata bodohnya Mario Tegar. Aku ingin kau jadi orang yang pertama tahu tentang keberadaan novel itu di tanganku.
"Yang kamu tulis di fb!"
Aku sudah selesai menyampul. Aku hendak membalas pesanmu dengan mengatakan bahwa aku sudah membeli novel 5 cm yang kau elu-elukan itu. Aku sadar, kau tidak sedang dalam keadaan senang untuk kuajak bicara tentang novel itu.
"Tentang Cyayi?"
"Iya."
"Oh, itu yang aku omongin semuanya jujur."
"Kamu jangan asal yah! Aku pernah ketemu sama Cyayi, bahkan aku ketemu sama bapaknya, dan dia enggan mungkin ngelakuin hal itu."
"Kamu mau ngomong apa pun juga toh berita itu udah kesebar. Aku aja tau dari temennya Cyayi."
"Dia gak mungkin ngelakuin hal itu. Kamu jangan bohong!"
Kata itu seperti menusuk hatiku dalam. Novel itu kuhempaskan ke lantai.
"Maksud kamu aku tukang bohong? Tanya aja sama Cyayi-nya. Toh dia udah mau nikah beberapa minggu lagi. Aku udah pernah ketemu sama calon suaminya."
"Kamu kalo mau cari perhatian, bukan gini caranya."
Kata itu tepat dituangkan pada luka dalam hatiku, rasanya seperti dituang racun.
"Terserah." Aku lalu melemparkan teleponku. Aku melupakan si 5 cm. Aku melupakan berita bahagia untukmu. Aku bahkan melupakan bahwa nomormu masih tersimpan di dalam handphoneku yang kubanting.
***
"Novel 5 cm menginspirasi aku untuk pergi ke Mahameru."
Kuucapkan kata itu sekarang. Kau tak perlu tahu bahwa kaulah si 5 cm yang (dulu) memotivasiku untuk mencari 5 cm. Sekarang aku menemukan 5 cm-ku. Selamat bergabung dalam kemelut. Ingat, karma itu ada bagi orang sepertimu.
--REORIO.
Kangen Band
Berhembuslah engkau angin malam
Bawa serta laguku
Mengitari bumi ini hingga jauh
Akulah seorang petualang
Yang mencari cinta sejati
Sampai mati aku akan tetap mencari
Aku bagai biola yang tak berdawai
Bila tidak engkau lengkapi
Aku mohon agar engkau tinggal di sini
Hamparan pasir putih menunggu
Karang di lautan menangis
Bila aku tidak bisa melumpuhkanmu
Reff:
Peluk erat tubuhku
Sentuhlah jemariku
Rebahkan sayap-sayap patahmu
Dan terbanglah bersamaku
Tuk melintasi langit ketujuh
Bawalah aku ke alam damaimu
Peluk erat tubuhku
Sentuhlah jemariku
Rebahkan sayap-sayap patahmu
Bawa serta laguku
Mengitari bumi ini hingga jauh
Akulah seorang petualang
Yang mencari cinta sejati
Sampai mati aku akan tetap mencari
Aku bagai biola yang tak berdawai
Bila tidak engkau lengkapi
Aku mohon agar engkau tinggal di sini
Hamparan pasir putih menunggu
Karang di lautan menangis
Bila aku tidak bisa melumpuhkanmu
Reff:
Peluk erat tubuhku
Sentuhlah jemariku
Rebahkan sayap-sayap patahmu
Dan terbanglah bersamaku
Tuk melintasi langit ketujuh
Bawalah aku ke alam damaimu
Peluk erat tubuhku
Sentuhlah jemariku
Rebahkan sayap-sayap patahmu
(Kangen Band - Terbang Bersamaku)
Jadul? Of course, lagu ini memang udah lama keluarnya. Di jamannya lagu ini sempet booming, gak kalah sama lagu-lagunya Ariel Peterpan. Secara pribadi, aku suka sama lagu yang dibawain sama Kangen Band, tapi aku kurang suka kalo harus ngeliat personilnya. Soalnya style mereka gak masuk di mata aku. Sorry yah, maksud aku, rambut mereka yang "emo" itu enggak banget. But, dari lagu, lirik, nada-nada dan vokal, aku mengacungi jempol untuk band yang satu ini.
Dan kalo sepengamatan aku, band yang pake baking vocal-nya cewek itu dimulai dari Kangen Band duluan, lalu muncullah bermacam-macam band yang kemudian bagian reffrain-nya dinyanyiin sama cewek.
Buat aku, Kangen Band itu salah satu Band pengisi playlist aku sekitar 3 tahun lalu. Lagunya aku puter sampe akhirnya aku apal. Haha.
i prefer
"I prefer die than live..."
Don't know why, i never even think about that. I mean, i know this life's so suck, so crowded with people, pollutions, but, don't anyone see that there's a reason to live here on this earth? I see a reason, i gotta make my parents proud of me, then i met Furkon and i feel wanna live forever.
Is this world so suck then somebody out there easily decides to suicide? I know it's out of my business. But, how, how could they think that death is something better than life itself? I ever desperate, i think that my life end there, but the fact is i still alive, world's spinning around. Nothing stop when i think my world's end.
I loose my hope many times, but i never really think that death's better than live. How if something bad happen to my family when i die? I can't die in regret feeling. I gotta wait thousand million years to say i'm sorry to my parents, how awful. Live with hopeless feeling and die with regret feeling.
I've traveled to many place, i know there's no real beautiful place to live. I know that beautiful things are fake, they're just temporary. People, places, relationship, kids, parents, sisters, brother, everything i know is just temporary. But, can't you feel temporary happiness before you feel eternal pain in all of your death?
Memories are precious thing in our life.
kisah rambut aku
Pas bulan November 2011 aku potong rambut, alasannya adalah untuk ngilangin beban pikiran aku. Emang gak banyak-banyak amat sih, cuma sekitar 5 cm. Jadi aku punya rambut yang panjangnya sebahu. Terus aku berniat gak akan dipotong, alasan pertama karena pas akhir November, Furkon pergi ke Sulawesi. Aku gak tau Furkon suka cewek yang rambutnya panjang atau pendek, tapi semenjak aku kenal sama Furkon, dia belom pernah ngeliat rambut aku panjang, jadi aku berniat manjangin rambut aku. Terus, akhirnya aku nemuin alesan yang lebih logis, soalnya orang-orang suka nanyain alesan kenapa aku gak motong rambut aku.
Jadilah alasan barunya adalah biar jadi kenang-kenangan nyusun skripsi. Dan aku bilang-bilang ke semua orang kalo aku mau manjangin rambut sampe aku lulus dari UIN. Bahkan aku apdet jadi status di fesbuk aku. Haha. Berlebihan aku teh.
Nah, Furkon udah pulang, aku udah lulus meski pun aku belum dapet ijazah S1 aku, tapi rambut aku masih belum aku potong. Alesannya, karena Ayah aku bilang katanya rambut aku bagus kalo panjang. Jadi deh sampe sekarang masih aku panjangin.
Waktu kecil, rambut aku selalu panjang. Panjangnya selalu sepinggang. Tapi pas esde kelas 1, ketularan kutu dari temen-temen esde, jadilah dipotong dan engga pernah panjang lagi sampe akhirnya aku pake kerudung kelas 5 SD dan panjang banget pas kelas 3 SMP. Terus aku potong sebahu pas SMA soalnya ada temen cowok yang rese, dia itu selalu ngewarning aku kalo rambut aku keliatan. Kalo sekarang sih aku digituin sama cowok, aku gak peduli, toh rambut juga rambut aku, tapi dulu aku gak bisa ga peduli. Jadinya aku potong. Sampe kuliah pun sama. Aku hobi motongin rambut aku.
Dan baru semester 8 kemarin aku manjangin beneran rambut aku, aku keramasin minimal seminggu dua kali, aku sisirin yang rapi. Soalnya aku baru punya waktu buat ngurus rambut itu semester itu, soalnya semester-semester dulu aku sibuk sama jurnal praktikum. Ya bukannya mau ngeluh yah, tapi jurnal praktikum itu minimal 3 halaman full theory, ga bisa asal copy paste, mana laporan praktikumnya pun juga aku doang yang ngerjain kalo aku di kelompok. Dan tiap semester itu minimal ada 3 mata kuliah praktikum. Untung aku engga mampus juga.
Tumben juga rambut aku gak rusak, soalnya aku udah jarang banget makan mie instan, aku gak pernah begadang lagi, aku juga selalu minum jus sama sayur. Hahaha. Pokoknya sumpah semester 8 itu aku perbaikan gizi. Tapi anehnya, berat badan aku jadi turun, padahal perbaikan gizi. Aneh.
Sebelum puasa ini aja berat badan aku 42 kilo. Kan lucu, bikin prediksi Dedi Corbuzier salah kalo ngeliat badan aku. Haha. Untungnya berkurang berat badan gak ngaruh ke rambut aku. Hehe.
Aku masih belum tau kapan rambut ini bakal aku potong, tapi mungkin nanti aja deh seudah wisuda. Haha. Semoga.
Jadilah alasan barunya adalah biar jadi kenang-kenangan nyusun skripsi. Dan aku bilang-bilang ke semua orang kalo aku mau manjangin rambut sampe aku lulus dari UIN. Bahkan aku apdet jadi status di fesbuk aku. Haha. Berlebihan aku teh.
Nah, Furkon udah pulang, aku udah lulus meski pun aku belum dapet ijazah S1 aku, tapi rambut aku masih belum aku potong. Alesannya, karena Ayah aku bilang katanya rambut aku bagus kalo panjang. Jadi deh sampe sekarang masih aku panjangin.
Waktu kecil, rambut aku selalu panjang. Panjangnya selalu sepinggang. Tapi pas esde kelas 1, ketularan kutu dari temen-temen esde, jadilah dipotong dan engga pernah panjang lagi sampe akhirnya aku pake kerudung kelas 5 SD dan panjang banget pas kelas 3 SMP. Terus aku potong sebahu pas SMA soalnya ada temen cowok yang rese, dia itu selalu ngewarning aku kalo rambut aku keliatan. Kalo sekarang sih aku digituin sama cowok, aku gak peduli, toh rambut juga rambut aku, tapi dulu aku gak bisa ga peduli. Jadinya aku potong. Sampe kuliah pun sama. Aku hobi motongin rambut aku.
Dan baru semester 8 kemarin aku manjangin beneran rambut aku, aku keramasin minimal seminggu dua kali, aku sisirin yang rapi. Soalnya aku baru punya waktu buat ngurus rambut itu semester itu, soalnya semester-semester dulu aku sibuk sama jurnal praktikum. Ya bukannya mau ngeluh yah, tapi jurnal praktikum itu minimal 3 halaman full theory, ga bisa asal copy paste, mana laporan praktikumnya pun juga aku doang yang ngerjain kalo aku di kelompok. Dan tiap semester itu minimal ada 3 mata kuliah praktikum. Untung aku engga mampus juga.
Tumben juga rambut aku gak rusak, soalnya aku udah jarang banget makan mie instan, aku gak pernah begadang lagi, aku juga selalu minum jus sama sayur. Hahaha. Pokoknya sumpah semester 8 itu aku perbaikan gizi. Tapi anehnya, berat badan aku jadi turun, padahal perbaikan gizi. Aneh.
Sebelum puasa ini aja berat badan aku 42 kilo. Kan lucu, bikin prediksi Dedi Corbuzier salah kalo ngeliat badan aku. Haha. Untungnya berkurang berat badan gak ngaruh ke rambut aku. Hehe.
Aku masih belum tau kapan rambut ini bakal aku potong, tapi mungkin nanti aja deh seudah wisuda. Haha. Semoga.
sesuatu yang hilang
Ucapan selamat tidur dan selamat pagi dari pria itu mengingatkanku bahwa ada yang hilang di antara kita. Ada sesuatu yang mengganjal namun tidak teraba oleh kata. Apa? Apa? Apa? Aku terus bertanya. Sambil berjalan bergandengan tangan denganmu, sambil tertawa denganmu dan sambil tidur di sampingmu. Aku terus menerus menanyakan hal yang "hilang" itu. Hal yang membuat hari indah kita menjadi sesak di malam hari kemudian berujung pada mimpi buruk dan menyalahkan bantal atau posisi miring.
Bukan, yang salah bukan aku atau kamu. Tapi hal yang hilang itu adalah sebuah kesalahan besar. Tapi apa? Aku tidak bisa merabanya dengan kata. Berkali-kali kuucapkan padamu bahwa ada yang salah di antara kita. Ada yang tidak "beres", ada yang mengganjal seperti jakun di lehermu, tapi lebih besar, lebih sesak dari sekedar tersedak nasi di kerongkongan.
Aha, aku tahu. Sesuatu yang hilang itu terkikis karena kesibukan. Terlupa karena rutinitas yang monoton. Akhirnya menjadi suatu yang salah ketika kita berdua bersama. Aku ingin mengadu padamu tentang hal yang hilang ini. Tapi, kataku terhenti saat menatap matamu yang sayu menahan kantuk. Terhenti juga saat kamu menyandarkan kepalamu di bahuku dan memintaku membangunkanmu setengah jam lagi. Terhenti juga karena kamu begitu lahap makan dan aku tak tega mengganggu jam makanmu.
Ini Ramadhan kedua kita bersama. Dan pesan dari pria itu masih saja mengganggu pikiranku selama ini. Tentang yang hilang itu. Tentang yang harus kukatakan kepadamu meski pun perih. Tentang keegoisanku. Tentang tuntutanku. Tanpa pembelaanmu di dalamnya.
Aku merindukanmu yang dulu. Kamu yang dulu selalu bilang kapan akan tidur dan kapan akan bangun. Kamu yang selalu mengucapkan kata cinta dan sayang dan takkan berhenti sebelum aku membalasnya. Kamu yang tidak pernah mempertimbangkan setitik nila dapat merusak susu sebenggala. Kamu yang selalu bercerita tentang apa pun, bukan menyalahkanku atas segalanya. Itu yang hilang.
Saat aduanku tersirat, aku kemudian memikirkan tentangmu. Selalu dirimu. Kamu yang selalu memulai pembicaraan. Kamu yang selalu membuat inisiatif untuk bertemu denganku. Kamu juga yang selalu meminta maaf duluan. Aku terlalu egois untuk memintamu kembali seperti dirimu yang dulu. Tapi, apakah aku salah jika aku ingin kamu menghadirkan kembali sesuatu yang hilang itu?
Apakah hidup kita lebih baik ketika kita tidak bersama sesuatu yang hilang itu? Atau kita lebih bahagia dengan situasi yang seperti ini? Jujur saja, kata selamat pagi dan selamat tidur itu lebih mengena di hatiku jika kamu yang mengucapkannya.
Bukan, yang salah bukan aku atau kamu. Tapi hal yang hilang itu adalah sebuah kesalahan besar. Tapi apa? Aku tidak bisa merabanya dengan kata. Berkali-kali kuucapkan padamu bahwa ada yang salah di antara kita. Ada yang tidak "beres", ada yang mengganjal seperti jakun di lehermu, tapi lebih besar, lebih sesak dari sekedar tersedak nasi di kerongkongan.
Aha, aku tahu. Sesuatu yang hilang itu terkikis karena kesibukan. Terlupa karena rutinitas yang monoton. Akhirnya menjadi suatu yang salah ketika kita berdua bersama. Aku ingin mengadu padamu tentang hal yang hilang ini. Tapi, kataku terhenti saat menatap matamu yang sayu menahan kantuk. Terhenti juga saat kamu menyandarkan kepalamu di bahuku dan memintaku membangunkanmu setengah jam lagi. Terhenti juga karena kamu begitu lahap makan dan aku tak tega mengganggu jam makanmu.
Ini Ramadhan kedua kita bersama. Dan pesan dari pria itu masih saja mengganggu pikiranku selama ini. Tentang yang hilang itu. Tentang yang harus kukatakan kepadamu meski pun perih. Tentang keegoisanku. Tentang tuntutanku. Tanpa pembelaanmu di dalamnya.
Aku merindukanmu yang dulu. Kamu yang dulu selalu bilang kapan akan tidur dan kapan akan bangun. Kamu yang selalu mengucapkan kata cinta dan sayang dan takkan berhenti sebelum aku membalasnya. Kamu yang tidak pernah mempertimbangkan setitik nila dapat merusak susu sebenggala. Kamu yang selalu bercerita tentang apa pun, bukan menyalahkanku atas segalanya. Itu yang hilang.
Saat aduanku tersirat, aku kemudian memikirkan tentangmu. Selalu dirimu. Kamu yang selalu memulai pembicaraan. Kamu yang selalu membuat inisiatif untuk bertemu denganku. Kamu juga yang selalu meminta maaf duluan. Aku terlalu egois untuk memintamu kembali seperti dirimu yang dulu. Tapi, apakah aku salah jika aku ingin kamu menghadirkan kembali sesuatu yang hilang itu?
Apakah hidup kita lebih baik ketika kita tidak bersama sesuatu yang hilang itu? Atau kita lebih bahagia dengan situasi yang seperti ini? Jujur saja, kata selamat pagi dan selamat tidur itu lebih mengena di hatiku jika kamu yang mengucapkannya.
BuRam
Siapa yang gak kenal BuRam alias (Buku Ramadhan). Isinya adalah lembar-lembar kosong yang harus diisi sama kuliah subuh, kolom pengerjaan sholat dan ayat yang dibaca. Haha. Terus di bawahnya ada tanda tangan kita, orangtua sama penceramah plus cap masjid.
Saya bukan tipe anak yang bisa disuruh untuk mengerjakan rutinitas yang bukan rutinitas keseharian saya. Seperti contohnya, saya tidak mandi dua kali sehari kalau saya tidak main kotor-kotor, selain malas, alasan lainnya adalah untuk penghematan air. Saya juga jarang menyikat gigi dua kali sehari karena kadang saya lupa atau ingat saat saya sudah terlalu ngantuk untuk menyikat gigi atau kadang karena air di rumah yang terlalu dingin. Sebenarnya hal ini jangan ditiru. Tapi meski pun begitu, saya tahu kebiasaan seperti itu salah. Seharusnya mandi itu dua kali sehari, bahkan di tengah gurun sekali pun harus tetap mandi dua kali sehari. Haha.
Nah, menulis BuRam juga bukan sebuah rutinitas. Entah apa alasan pemerintah (dulu) mewajibkan siswa untuk menulis buku Ramadhan. Mungkin alasannya adalah agar menanamkan akhlaq yang baik untuk siswa muslim. Padahal, justru malah akhlaq yang terbentuk adalah akhlaq tukang tipu, seperti saya. Haha.
Saya menulis ceramah kuliah subuh itu dari kultum yang ada di tv, lima menit sebelum buka puasa karena setelah sholat subuh, saya langsung tidur dan baru bangun jam enam atau setengah tujuh. Lalu untuk bacaan ayat di Qur'an, dari jauh sebelum puasa saya sudah menargetkan membaca minimal 30 ayat dalam sehari, jadi saya tulis di kolom pembacaan qur'an hingga hari terakhir puasa. Lalu ketika puasa dimulai, saya langsung membaca 30 ayat setiap harinya sesuai dengan yang sudah saya tulis. Lama kelamaan, puasa membuat tubuh lemas dan waktu untuk membaca qur'an dipakai untuk tidur. Kan tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah. Haha. Jadilah saya melewatkan jadwal 30 ayat itu. Akhirnya terus menerus hingga ketika dihitung, saya baru membaca sekitar 78 ayat dalam sebulan. Cukup signifikan jika dibandingkan dengan pembacaan qur'an di bulan-bulan biasa.
Nah, kekreatifan saya itu muncul di puasa tahun selanjutnya ketika saya bertemu dengan BuRam lagi, awalnya ceramah yang 5 menit sebelum buka puasa itu kini tidak saya tulis lagi, tapi menggunakan ceramah yang tahun lalu, hanya dirubah letak hari dan tanggalnya saja, copy paste alias copas. Haha.
Itu pun berlanjut hingga tahun selanjutnya dan selanjutnya lagi dan lagi dan lagi hingga akhirnya saya di SMA tidak harus menulis BuRam tapi harus ikut pesantren kilat selama 2 minggu. Dan saya belum pernah menipu di pesantren kilat selama 2 minggu itu. Saya mengikuti rangkaian acara, dari sholat dhuha, sholat berjamaah, sholat sunnat rawatib, hingga membaca qur'an bersama, lalu ikut thausiyah dan selama itu saya jujur. Pulang ke rumah setengah jam sebelum berbuka dan saya menghabiskan waktu setengah jam itu untuk membaca qur'an.
Bahkan di SMA itu saya ikut nuzulul qur'an. Halah, jelas sepertinya Tuhan tidak merestui tindakan penipuan saya. Tapi, cukuplah yang seperti itu dijadikan pelajaran. Lalu setelah lulus SMA, saya menikmati mendengaran ceramah subuh sambil menunggu adzan subuh atau mendengarkannya di radio sambil membereskan buku-buku untuk pergi ke kampus. Hahaha...
Saya bukan tipe anak yang bisa disuruh untuk mengerjakan rutinitas yang bukan rutinitas keseharian saya. Seperti contohnya, saya tidak mandi dua kali sehari kalau saya tidak main kotor-kotor, selain malas, alasan lainnya adalah untuk penghematan air. Saya juga jarang menyikat gigi dua kali sehari karena kadang saya lupa atau ingat saat saya sudah terlalu ngantuk untuk menyikat gigi atau kadang karena air di rumah yang terlalu dingin. Sebenarnya hal ini jangan ditiru. Tapi meski pun begitu, saya tahu kebiasaan seperti itu salah. Seharusnya mandi itu dua kali sehari, bahkan di tengah gurun sekali pun harus tetap mandi dua kali sehari. Haha.
Nah, menulis BuRam juga bukan sebuah rutinitas. Entah apa alasan pemerintah (dulu) mewajibkan siswa untuk menulis buku Ramadhan. Mungkin alasannya adalah agar menanamkan akhlaq yang baik untuk siswa muslim. Padahal, justru malah akhlaq yang terbentuk adalah akhlaq tukang tipu, seperti saya. Haha.
Saya menulis ceramah kuliah subuh itu dari kultum yang ada di tv, lima menit sebelum buka puasa karena setelah sholat subuh, saya langsung tidur dan baru bangun jam enam atau setengah tujuh. Lalu untuk bacaan ayat di Qur'an, dari jauh sebelum puasa saya sudah menargetkan membaca minimal 30 ayat dalam sehari, jadi saya tulis di kolom pembacaan qur'an hingga hari terakhir puasa. Lalu ketika puasa dimulai, saya langsung membaca 30 ayat setiap harinya sesuai dengan yang sudah saya tulis. Lama kelamaan, puasa membuat tubuh lemas dan waktu untuk membaca qur'an dipakai untuk tidur. Kan tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah. Haha. Jadilah saya melewatkan jadwal 30 ayat itu. Akhirnya terus menerus hingga ketika dihitung, saya baru membaca sekitar 78 ayat dalam sebulan. Cukup signifikan jika dibandingkan dengan pembacaan qur'an di bulan-bulan biasa.
Nah, kekreatifan saya itu muncul di puasa tahun selanjutnya ketika saya bertemu dengan BuRam lagi, awalnya ceramah yang 5 menit sebelum buka puasa itu kini tidak saya tulis lagi, tapi menggunakan ceramah yang tahun lalu, hanya dirubah letak hari dan tanggalnya saja, copy paste alias copas. Haha.
Itu pun berlanjut hingga tahun selanjutnya dan selanjutnya lagi dan lagi dan lagi hingga akhirnya saya di SMA tidak harus menulis BuRam tapi harus ikut pesantren kilat selama 2 minggu. Dan saya belum pernah menipu di pesantren kilat selama 2 minggu itu. Saya mengikuti rangkaian acara, dari sholat dhuha, sholat berjamaah, sholat sunnat rawatib, hingga membaca qur'an bersama, lalu ikut thausiyah dan selama itu saya jujur. Pulang ke rumah setengah jam sebelum berbuka dan saya menghabiskan waktu setengah jam itu untuk membaca qur'an.
Bahkan di SMA itu saya ikut nuzulul qur'an. Halah, jelas sepertinya Tuhan tidak merestui tindakan penipuan saya. Tapi, cukuplah yang seperti itu dijadikan pelajaran. Lalu setelah lulus SMA, saya menikmati mendengaran ceramah subuh sambil menunggu adzan subuh atau mendengarkannya di radio sambil membereskan buku-buku untuk pergi ke kampus. Hahaha...
logam mulia
Aku tidak pandai berpuisi. Aku juga tidak bisa merangkai kata dengan cukup jelas saat logam mulia itu perlahan-lahan masuk ke jari manisku. Entah kenapa yang kuingat saat itu hanyalah tawa. Padahal tak ada sesuatu yang lucu. Tak lelucon yang dilemparkan Furkon untukku. Tapi rasanya geli saja saat Furkon memasangkan logam itu di jari manisku. Tawaku meledak saat mengetahui bahwa cincinnya longgar sedikit. Tapi aku segera menghentikan tawaku karena aku tahu Furkon kecewa. Aku tahu dia kecewa karena aku mungkin lebih kurus dari ingatannya. Haha.
Furkon sudah mendamba-dambakan momen itu sejak 6 bulan lalu. Dia bercita-cita untuk membuat kejutan untukku. Muncul di depan rumahku, berlutut sambil menyodorkan logam mulia itu plus tempatnya. Sayangnya Furkon memang bukan tipe orang yang bisa membuat kejutan-kejutan. Mungkin kesalahan itu ada padaku juga. Aku tidak pernah bisa berpura-pura bodoh dan pura-pura tidak tahu di depan Furkon, padahal jelas aku tahu segalanya. Haha. Jadi saat Furkon sedang mencoba serius dalam bicara, aku terus menerus menahan tawa hingga membuat konsentrasi Furkon untuk serius buyar.
Logam itu terasa berat sekali di jariku. Mungkin sekitar 2-3 kali lipat dari logam yang biasa kupakai di jariku. Tiba-tiba saja ada perasaan sayang. Aku bukan orang yang apik, bukan orang yang cermat. Kadang aku kehilangan pulpen yang jelas-jelas kuselipkan di jari jemariku. Kadang aku tidak melihat ada orang yang menyapaku di jalan karena aku terlalu terfokus pada jalanan. Aku takut menghilangkan cincin berharga dari Furkon itu.
Karena aku tahu Furkon membelinya dengan keringat. Aku tahu Furkon membelinya dengan mengorbankan jam tidurnya. Jadi, apakah aku bisa menjaga sesuatu yang begitu berharga? Setelah cincin itu terpasang di jari manisku, aku merasa setiap orang yang kutemui pasti memandangi cincin itu. Dan jujur saja aku takut ada yang mengambilnya. Aku tidak mau cincin itu hilang. Aku tidak mau...
Jadi, aku simpan saja di kamar. Tapi, Furkon marah. Dia bilang lebih baik dia melihatnya hilang saat sedang dipakai olehku dari pada hilang dari pandangannya karena aku enggan memakainya. Lalu Furkon mulai merendahkan diri dan cincinnya, dia mulai meracau tentang harganya yang tak seberapa, modelnya yang biasa saja, warnanya yang salah, ukurannya yang tidak pas dan kegagalannya untuk membuat kejutan untukku. Jadi aku memakai cincin itu lagi, kupakai di jari tengahku bersama dengan cincinku yang lain. Tapi Furkon tetap ingin di jari manisku.
Entah sudah berapa kali aku dan Furkon membahas tentang keberadaan cincin itu. Aku masih menyimpan banyak tawa. Haha. Nanti saja kuceritakan lagi. Ah logam mulia, ada saja masalah yang kau bawa...
Furkon sudah mendamba-dambakan momen itu sejak 6 bulan lalu. Dia bercita-cita untuk membuat kejutan untukku. Muncul di depan rumahku, berlutut sambil menyodorkan logam mulia itu plus tempatnya. Sayangnya Furkon memang bukan tipe orang yang bisa membuat kejutan-kejutan. Mungkin kesalahan itu ada padaku juga. Aku tidak pernah bisa berpura-pura bodoh dan pura-pura tidak tahu di depan Furkon, padahal jelas aku tahu segalanya. Haha. Jadi saat Furkon sedang mencoba serius dalam bicara, aku terus menerus menahan tawa hingga membuat konsentrasi Furkon untuk serius buyar.
Logam itu terasa berat sekali di jariku. Mungkin sekitar 2-3 kali lipat dari logam yang biasa kupakai di jariku. Tiba-tiba saja ada perasaan sayang. Aku bukan orang yang apik, bukan orang yang cermat. Kadang aku kehilangan pulpen yang jelas-jelas kuselipkan di jari jemariku. Kadang aku tidak melihat ada orang yang menyapaku di jalan karena aku terlalu terfokus pada jalanan. Aku takut menghilangkan cincin berharga dari Furkon itu.
Karena aku tahu Furkon membelinya dengan keringat. Aku tahu Furkon membelinya dengan mengorbankan jam tidurnya. Jadi, apakah aku bisa menjaga sesuatu yang begitu berharga? Setelah cincin itu terpasang di jari manisku, aku merasa setiap orang yang kutemui pasti memandangi cincin itu. Dan jujur saja aku takut ada yang mengambilnya. Aku tidak mau cincin itu hilang. Aku tidak mau...
Jadi, aku simpan saja di kamar. Tapi, Furkon marah. Dia bilang lebih baik dia melihatnya hilang saat sedang dipakai olehku dari pada hilang dari pandangannya karena aku enggan memakainya. Lalu Furkon mulai merendahkan diri dan cincinnya, dia mulai meracau tentang harganya yang tak seberapa, modelnya yang biasa saja, warnanya yang salah, ukurannya yang tidak pas dan kegagalannya untuk membuat kejutan untukku. Jadi aku memakai cincin itu lagi, kupakai di jari tengahku bersama dengan cincinku yang lain. Tapi Furkon tetap ingin di jari manisku.
Entah sudah berapa kali aku dan Furkon membahas tentang keberadaan cincin itu. Aku masih menyimpan banyak tawa. Haha. Nanti saja kuceritakan lagi. Ah logam mulia, ada saja masalah yang kau bawa...
aku sayang kamu
"Buat aku mah orang yang mempermasalahkan kata sayang dan cinta itu anak kecil. Buat aku mah sama aja." Kata Furkon padaku. "Kayak jaman-jaman SMA aja ngebedain antara suka, sayang sama cinta."
"Aku ngebedain, Kak."
"Maksudnya?"
"Iya, buat aku, kata suka, sayang sama cinta itu beda arti."
"Terus kalo aku bilang aku sayang sama kamu, itu menurut kamu artinya apa?"
"Ya sayang itu bisa sayang sebagai teman, bisa sayang sebagai saudara. Kan aku juga gak mungkin bilang 'aku cinta siswa-siswa aku' hahaha... bisa berabe mereka mikirnya aku tebar pesona."
"Apa coba bedanya antara sayang sama cinta?"
"Penggunaan kata aja sih sebenernya. Kakak kan udah pernah punya pacar sebelumnya, jadi perasaan yang namanya sayang, cinta, nyaah, semuanya udah jadi satu dalam satu kata. Kalo buat aku, aku sayang sama temen-temen aku, aku suka sama cowok-cowok yang manis dan cakep, tapi aku cuma cinta sama satu cowok. Batasan dalam setiap kata itu nyata. Aku gak pernah ngumbar kata cinta sebelumnya. Kalo aku cuma sedang didera perasaan naksir, aku bilang aku 'suka'."
"Jadi, selama ini kamu selalu ngebales 'aku sayang kamu' ke aku artinya aku dianggap jadi temen? Ga boleh. Enak aja. Aku cinta sama kamu, kikitku."
"Makanya aku juga selalu bilangnya aku sedang sangat sangat sangat mencintaimu, Ang Furkon."
"Pokoknya kita sesuatu..."
"Aku juga sesuatu."
obrolan di Kirpay...
"Aku ngebedain, Kak."
"Maksudnya?"
"Iya, buat aku, kata suka, sayang sama cinta itu beda arti."
"Terus kalo aku bilang aku sayang sama kamu, itu menurut kamu artinya apa?"
"Ya sayang itu bisa sayang sebagai teman, bisa sayang sebagai saudara. Kan aku juga gak mungkin bilang 'aku cinta siswa-siswa aku' hahaha... bisa berabe mereka mikirnya aku tebar pesona."
"Apa coba bedanya antara sayang sama cinta?"
"Penggunaan kata aja sih sebenernya. Kakak kan udah pernah punya pacar sebelumnya, jadi perasaan yang namanya sayang, cinta, nyaah, semuanya udah jadi satu dalam satu kata. Kalo buat aku, aku sayang sama temen-temen aku, aku suka sama cowok-cowok yang manis dan cakep, tapi aku cuma cinta sama satu cowok. Batasan dalam setiap kata itu nyata. Aku gak pernah ngumbar kata cinta sebelumnya. Kalo aku cuma sedang didera perasaan naksir, aku bilang aku 'suka'."
"Jadi, selama ini kamu selalu ngebales 'aku sayang kamu' ke aku artinya aku dianggap jadi temen? Ga boleh. Enak aja. Aku cinta sama kamu, kikitku."
"Makanya aku juga selalu bilangnya aku sedang sangat sangat sangat mencintaimu, Ang Furkon."
"Pokoknya kita sesuatu..."
"Aku juga sesuatu."
obrolan di Kirpay...
follow follow an
Mumpung lagi demam twitter, makanya saya nulis tentang twitter. Banyak orang yang mempermasalahkan tentang istilah follow dan follower. Ada yang bilang ketika seseorang banyak followers-nya, maka dia itu seperti Nabi. Kalau saya sendiri sih nggak mau ambil pusing. Bebas aja orang mau bilang pengikut atau apa. Tapi saya pribadi sih menganggap followers itu adalah orang-orang yang ingin tahu apa yang kita lakukan, ehm saya maksudnya.
Kalau orang-orang ribut pengen saling di-followback alias follback, saya tidak pernah meminta untuk di-follback. Saya sendiri saja mengikuti status orang-orang atas kemauan saya sendiri, untuk apa saya meminta orang mengikuti status yang saya umbar?
Hal yang paling membuat saya malas adalah ketika seseorang memberi mention dan ingin agar dia segera di-follback sama saya. Otak saya menolak dengan serius. Saya tidak mau masalah yang dulu sempat ada gara-gara facebook terulang lagi di twitter. Tapi hati saya luluh juga, akhirnya terpaksa saya mengklik tombol follow dan muncullah status orang yang tidak mau saya follow itu di beranda saya.
Saya kapok dengan masalah dunia maya. Orang-orang belum cukup dewasa menanggapi sesuatu yang berhubungan dengan dunia maya. Status yang seharusnya dibahas di dunia maya malah jadi perbincangan di dunia nyata. Begitu juga dengan sesuatu yang harusnya ada di dunia nyata, tiba-tiba muncul di dunia maya. Banyak yang berdoa pada Tuhan di twitter, padahal sudah jelas Tuhan tidak punya twitter dan tidak akan pernah tahu bahwa dia adalah trending topic world wide di dunia twitter.
Jadi saya mohon untuk orang-orang yang mau mem-follow, follow-lah dengan tulus. Jangan meminta balasan untuk di-follback, banyak sedikitnya followers tidak mempengaruhi kecerdasan atau ketebalan dompet. Followers itu hanya orang yang ingin tahu, yah anggap saja seperti itu, jangan lebih.
Silahkan untuk meng-unfollow saya. Karena saya memang tidak perlu punya banyak followers...
si Hijau
Hijau, ingat tidak ketika kita berjalan di pantai Kuta dan kau tak hentinya bercerita tentang penyuluhan go green-mu? Aku memperhatikan setiap gerak yang dilakukan bibirmu. Kau selalu menggigit bibir bawahmu sebelum mengatakan sesuatu. Aku ingat lesung di kiri bawah bibirmu, selalu semakin dalam ketika kau tersenyum. Gigi-gigimu yang runcing dan tajam. Ah, aku ingin lidahku menyentuh gigi-gigi itu. Aku tak akan marah jika kau menggilas bibirku dengan keras. Aku menginginkannya, Hijau.
Aku terbius aroma tubuhmu yang sangat "lelaki". Aku tahu aroma itu keluar melalui pori-pori tubuhmu yang terbanjiri oleh keringat, membuat aroma itu lengket dengan tuannya hingga hidungku dapat menciumnya. Aroma tubuhmu membuatku yakin bahwa aku mencintaimu, Hijau!
Kau tiba-tiba saja berlari, menjauh. Aku memanggil namamu berkali-kali. Hijau! Hijau! Hijau! Aku memanggilmu. Tapi kau tak jua menoleh. Apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dengan perasaan yang begitu nyata?
Yah, setidaknya saya sudah mencoba membuat sesuatu yang disebut "puisi". Sebelum akhirnya saya tiba-tiba terinspirasi untuk adanya adegan "pembunuhan". Heheh.
kebebasan itu....
Kebebasan itu TEORI. Katanya udah bebas untuk menyandang gelar sarjana. Katanya udah bukan mahasiswa lagi. Katanya udah harus mengaplikasikan ilmu di kehidupan sehari-hari. Nyatanya masih aja ngurusin skripsi. Masih aja nungguin dosen dari pagi sampe sore. Masih aja dianggurin sama dosen pas jam makan siang. Masih aja gak boleh pake sendal capit ke kampus Masih juga mesti nungguin ijazah sebelum di launching ke kehidupan real.
Kebebasan itu ILUSI. Katanya bebas ngelakuin apa pun dan jadi apapun. Katanya yang penting aku bahagia dan bisa bebas berekspresi. Padahal semuanya tergantung sama apa yang mereka suka. Semuanya tergantung sama pendapat mereka dan pendapatku di-nol-kan.
Kebebasan itu PALSU. Katanya boleh pergi kemana pun yang aku mau. Katanya boleh tidur jam berapa pun aku perlu. Katanya boleh ngelewatin berbagai kegiatan olahraga. Tapi nyatanya ada batas. Nyatanya gak bisa sembarang tidur. Nyatanya pasti ada aja alasan untuk diganggu.
Kebebasan itu ANEH. Katanya bebas berpakaian asal sopan. Padahal cuma pake jaket belel aja pasti diprotes. Udah gitu disumputin juga lagi si jaketnya.
Kebebasan itu FANTASI. Udah bangun untuk menentukan pilihan yang bukan pangeran pun juga masih aja diomongin.
kebebasan itu LUCU. Apa sih yang gak lucu ketika ngomongin kebebasan?
katakan "tidak"
Sudah banyak bermunculan slogan "katakan tidak". Contohnya katakan tidak untuk narkoba, katakan tidak untuk freesex, katakan tidak untuk rokok, dan lain sebagainya. Tapi saya mengatakan tidak untuk "menasehati".
Agama saya memang mengharuskan untuk saling mengingatkan terhadap kebaikan. Tapi kali ini, saya tidak tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Apakah saya perlu menasehati orang lain atau saya yang perlu dinasehati.
Ada seorang siswa saya yang menurut saya terjerumus untuk fanatik terhadap agamanya. Saya tahu dia adalah penganut baik dari agama itu. Saya dan siswa saya itu menganut agama yang sama. Hanya terkadang pandanganlah yang membuat agama saya itu terlihat banyak dan bermacam-macam. Nah, pandangan itu juga yang membuat saya ragu untuk menasehati siswa saya itu.
Sebagai gurunya, saya ingin sekali pikirannya terbuka dan mengerti tentang kemajemukan, bahwa dia tinggal di negeri bernama Indonesia, bukan negeri dengan satu agama, tapi berbagai agama dengan satu Tuhan. Tapi saya sendiri ragu, apakah saya perlu mengingatkan hal itu ataukah justru saya yang perlu diingatkan untuk membela agama saya?
Saya bukan tipe orang yang suka memperdebatkan masalah agama. Toh semua agama sama saja, satu hal yang membedakannya hanya keyakinan. Toh setelah mati, kita bertemu Tuhan yang sama. Mencari tahu Tuhan mana yang paling benar itu seperti debat kusir. Toh sudah jelas Dia yang menciptakan seluruh agama, Dia juga yang menciptakan berbagai macam keyakinan.
Kenapa Tuhan nyiptain banyak agama kalo Tuhan hanya ingin disembah dengan satu cara?
Anissa di film cin[T]a
Itulah yang membuat saya yakin pada dasarnya semua agama itu menyembah Tuhan yang sama, hanya caranya saja yang berbeda. Sekarang, saya takut untuk menasehati siswa saya itu karena saya takut dianggap mendoktrin atau membuat seseorang menyembah Tuhan dengan "cara saya". Saya sadar, siapa saya? Nabi saja bukan, Rasul pun tidak. Saya tidak diberikan mukjizat apa pun, bahkan satu ayat mukjizat pun tidak. Maka saya tidak berani menasehati. Takut saya sendiri salah. Salah menjawab di mata pelajaran matematika tidak akan sefatal saat salah menjawab masalah agama.
Jadi, sambil saya asyik dengan kebingungan saya. Akhirnya saya putuskan untuk mengatakan tidak pada menasehati. Semua orang boleh punya caranya sendiri untuk berhadapan dengan Tuhannya. Saya pun punya cara sendiri. Jangan karena hanya berbeda pandangan, maka timbul perasaan benci. Bagaimana pun manusia dimata Tuhan sama, yang membedakan hanya keimanannya saja.
fresh graduates seeking for first job
Yeah, that one probably me! Gue banget. Saya gitu loh. Aku pisan. Haha.
Sebelum saya lulus beberapa minggu kemarin, rasanya banyak sekali yang menawari saya kerjaan. Dimulai dari kerjaan yang tidak ada fee-nya hingga yang fee-nya lumayan. Ya lumayan untuk ukuran saya. Lagi pula saya butuh uang minimal untuk ongkos dan makan di luar saja karena saya masih tinggal di rumah Ibu dan Bapak saya. Hehe. Tapi sekarang, setelah gelar sarjana itu dengan sah diberikan pada saya, saya jadi banyak bengong. Masalahnya kok tiba-tiba kerjaan itu sulit sekali dicari?
Sekarang saya sok sibuk bikin film, meski pun saya memang pengen banget bikin film, tapi sebenarnya bikin film itu cuma sekedar kesibukan selagi nganggur. Menurunkan ilmu yang saya pelajari untuk adik-adik saya di komunitas. Setelah itu saya mau cabut dari dunia perfilman. Saya memang bukan Hanung Bramantyo yang hidupnya dari film. Saya juga bukan marvelous Stephen Spielburg. Jadi, saya sepenuhnya sadar bahwa dengan title seorang bachelor's degree of biology education itu tidak akan membuat saya kaya raya dengan film. Udah beberapa judul film saya produksi, meski pun saya cuma jadi kameramennya aja. Salah satunya film pertama saya itu TSOL alias the simplicity of love. Lanjut ke film kedua saya yang judulnya SATU, filmnya bisa dilihat di bawah ini.
Film ketiga saya ya Cinta Dalam Ember. Tapi di film ini saya cuma kerja jadi behind the scene, ah sudahlah! Karir saya di bidang perfilman memang gak pernah bagus. Setiap kali saya ngajuin script, pasti ditolak. Sekalinya hampir mau produksi, eh crew-nya kabur. Padahal semua udah hampir selesai. Heran!
Film keempat saya itu Orang Ketiga. Menceritakan perselingkuhan, biasanya perselingkuhan itu ada orang ketiga yang biasanya juga wanita, tapi di film ini saya menceritakan bahwa orang ketiga-nya itu adalah seorang pria dan yang berselingkuh adalah pacar si wanita. Kebetulan saya bermain jadi pemeran juga di film ini. Ternyata muka saya kece juga buat masuk frame. Haha.
Film kelima saya judulnya Sepotong Malam. Setelah diapresiasi di StoryLab Bandung, saya gak pernah nonton film itu lagi. Haha.
Film keenam saya judulnya Jody. Kalo untuk film ini, saya sebagai kameramennya aja belum pernah liat hasil akhir dari filmnya. Padahal film ini diproduksi bulan Agustus 2011 tahun lalu. Sampai Juli 2012 ini saya belum pernah liat hasil filmnya. Ah entahlah, terlalu banyak film ghoib yang saya kerjakan.
Film terbaru yang saya kerjakan adalah Cinta Itu Kamu. Disutradarai oleh salah satu temen saya yang lolos 50 besar LA LIGHTS Indie Movie 2012 sama saya. Hahaha. Film itu bergenre cinta dengan latar belakang kehidupan mahasiswa labil.
Jadi, setelah film-film itu dibuat, saya heran. Saya masih saja nganggur. HAHAH. Kata Furkon, aku harus menikmati, tapi sungguh saya tidak bisa menikmati sedetik pun. Rasa bosannya menumpuk di ubun-ubun.
air mata intan & naganya si raja emas
Setelah kemarin Indonesia dikejutkan oleh pemberitaan seorang gadis yang mengaku dapat mengeluarkan intan dari kelopak matanya. Lalu setelah diricek ternyata itu hanyalah manipulasi belaka, akhirnya Indonesia dikejutkan lagi oleh keberadaan naga si raja emas yang berasal dari Ambon itu.
Pertama kali saya mendengar berita tentang si gadis yang mengaku dapat mengeluarkan intan dari matanya itu dari sebuah infotainment di televisi yang dulu lebih sering membahas hal-hal yang menjadi mitos kemudian diceritakan dengan menarik dan memberitakan kenyataan yang sebenarnya, kemudian hari ini lebih sering membahas gosip murah dan berita-berita tidak penting. Salah satunya adalah berita si gadis berairmata intan itu.
Dari awal kemunculan gadis itu, saya sudah menyayangkan pernyataan gadis itu yang menurut saya "jago bohong". Tapi, ah apalah urusan saya dengan gadis yang sudah jelas terbukti kebohongannya itu. Saya jujur saja sangat berharap yang keluar dari kelopak matanya itu bukan hanya intan sintetis, tapi juga bisa keluar mie ramen dan segelas es jeruk. Haha.
Entah apa yang terjadi dengan berita-berita di Indonesia. Apakah sudah bosan dengan pemberitaan perceraian, perebutan anak, pencemaran nama baik dan korupsi? Muncullah seorang pria Ambon yang mengaku memiliki seekor naga, beberapa pakar telematika dengan cepat langsung mericek keberadaan foto yang diumbar-umbar itu. Kemudian para pakar itu dengan sangat meyakinkan bercerita bahwa naga tersebut hanyalah kebohongan belaka.
Saya sebagai sarjana muda sangat menghargai seseorang yang ahli di bidangnya, masalahnya untuk mendapatkan gelas SARJANA saja butuh kuliah selama 4 tahun, untuk MAGISTER selama 2 tahun. Waktu itu bukan sesuatu yang bisa dinilai oleh bisa dan tidak. Sudah jelas ketika seseorang dinobatkan sebagai pakar telematika, tentu dia sudah mengerti tentang segala hal dan resiko yang akan dia tanggung dari segala ucapnya.
Saya dulu pernah membaca sebuah puisi dari seorang penyair bernama Kyai Matdon, beliau berkata, "media sudah sakit", puisi lengkapnya bisa dilihat di sini. Media memang sepertinya sudah sakit, menceritakan segala sesuatu tanpa disaring terlebih dahulu. Sudah tahu bangsa ini sedang sekarat harapan pada pemimpin negerinya, eh malah disodorkan dengan ponari, air mata intan dan sekarang naga.
Saya pribadi percaya naga itu pernah ada, sebelum ada peradaban manusia dengan gadget dan sebelum Hercules menaklukan titans untuk menyelamatkan Olimpus tentunya. Secara logika saja, bagaimana mungkin ada seekor naga tinggal di Indonesia tanpa seorang pun tahu? Bagamana mungkin naga dengan nafas api, tubuhnya yang bersisik seperti ikan yang demikian keras itu bisa lolos beterbangan di langit tanpa ada satu satelit NASA pun yang menyadarinya? Kelelawar saja terdeteksi, apalagi makhluk yang demikian agungnya itu?
Lalu si raja emas itu memberi makan apa pada naga itu? Remah-remah roti dan nasi bekas makan malamnya? Itu naga, dengan tubuhnya yang besar itu dia pasti bisa memakan 3 sapi untuk satu kali jam makannya.
Media itu sudah sakit. Apakah Anda sekalian kekurangan berita? Untuk para pemirsa setia televisi, lebih baik otak kalian ditumpulkan dengan segudang berita tentang riniSyah dan pacarnya Ubub yang mengaku-ngaku menjadi anggota kerajaan Malaysia dari pada menonton berita kebohongan tentang air mata intan dan naganya si raja emas. Setidaknya menonton si riniSyah itu tidak memberi harapan dan perubahan apa pun pada keyakinan kita, tidak merusak moral, hanya merusak mata yang melihatnya.
HELLPRINT
(photo by : Rio Padiga)
Selama hampir semingguan Furkon di Bandung, aku terus mengajaknya jalan-jalan. Ah, kata itu kupakai hanya agar meyakinkan kepada orang-orang bahwa aku yang "mengejar" Furkon, padahal Furkon merengek terus agar aku mau diajak pergi jalan-jalan dengannya. Dia selalu bertanya kapan aku bisa ke Jogja lagi, kapan aku bisa ke Malang, kapan aku bisa ke Batam atau kapan aku bisa kemping di gunung dengannya?Aku mau. Aku mau. Aku mau. Tapi waktu tidak mengijinkan. Ada tim Paskibra yang harus tampil (meski pun gagal), ada skripsi yang harus segera dibundel, ada pria yang merengek untuk pergi jalan-jalan denganku, belum datang lagi yang lain, yang lain dan yang lain lagi.
Aku pun ingin pergi jalan-jalan, tapi... yah, terlalu banyak alasan yang terbuat ketika aku memikirkan untuk me-refresh kepalaku ini untuk melihat bangunan-bangunan atau sekedar untuk foto-foto.
8 Juli 2012 kemarin aku akhirnya pergi menonton HELLPRINT di Lanud Sulaiman. Perjalanan ke sana memakan waktu hampir 2 jam karena aku naik kendaraan umum dan menyicip berbagai jenis kemacetan. Setelah sampai di Lanud, aku pun disiksa untuk berjalan kaki, memutar jalan, mengantre hingga akhirnya masuk ke lokasi konser.
Angin di Lanud Sulaiman bertiup kencang, aku memang tidak suka angin meski pun terkadang aku angin-anginan, kepalaku mendadak sakit dan aku baru ingat bahwa aku belum makan :( akhirnya aku mengajak Furkon mencari makan di stand yang ada di lapangan situ. Aku memesan 3 gelas es jeruk dan seporsi nasi goreng. Setelah kenyang, akhirnya band bernama Burgerkill itu pun tiba. Aku berdiri tepat di tengah-tengah kerumunan. Lagu yang mengawali burgerkill itu adalah Anjing Tanah, salah satu lagu favoritku. Haha.
Biasanya, saat mendengarkan lagu Anjing Tanah, aku memejamkan mataku, meresapi saat satu persatu senar gitar dipetik hingga akhirnya mulai berteriak, "ANJING TANAAAAAAAHHHH... LIIIIAAAARRR!!!"
Nah, di bagian itu biasanya kepalaku otomatis manggut-manggut (baca: headbang) mengikuti lagu. Saat itu, tak hanya kepalaku yang disentak-sentak ke bawah seperti itu, tapi ribuan orang di sana pun melakukan hal yang sama. Dan rasanya, uhhh tidak perlu ditanya, EDAAANN, sensasi!
Biasanya aku menikmati lagu-lagu metal itu sendirian, padahal rasanya ingin membuat orang lain pun merasakan hal yang sama, tapi kemarin, WOW! Ada rasa ketagihan untuk menghentak-hentak kepala seperti itu lagi.
Setelah Burgerkill selesai tampil, aku langsung pulang. Di perjalanan pulang, jantungku diaduk-aduk berkali-kali dalam waktu yang lama dengan penambahan kecemasan dan kelinglungan. Hal itu tiba-tiba membuatku kembali untuk menyenangi rumah. Padahal hari itu aku sudah bertekad untuk "jauh" dari rumah. Haha. Jalanan memang seperti itu. Pantas saja Furkon selalu melarangku jalan-jalan sendirian. Mungkin alasannya adalah itu, agar jalanan tidak "menyentuh"-ku.
Demi A Rio, aku tidak akan menceritakan hal yang terjadi. Aku jadi ingat dengan kaos yang dipakai oleh seorang gadis punk, tulisannya "saudara bukan lagi soal darah, tapi soal kepedulian". Dan di situ, setelah kejadian itu, aku sadar bahwa aku peduli dengan orang-orang di sekitarku, hingga entah bagaimana caranya keberanian itu muncul untuk mendorong si pria yang mabuk itu dan terus mempertahankan teman...
Padahal hari ini, ketika aku menulis ini, aku mengingkari semboyan utamaku yang berbunyi, "nyawaku cuma satu", karena kemarin meski pun nyawaku cuma satu, aku berani menyodorkan nyawa itu ke depan pemabuk itu. Jika hari ini si pemabuk itu datang lagi, mungkin jantungku ini sudah berhenti berdetak.
Rasa ketagihan untuk ikut headbang itu hilang ditelan rasa sakit yang mencucuki jantung ketika aku duduk di angkot dalam perjalanan pulang. Rasanya lebih baik menghentak-hentakkan kepala di kamar meski pun mengganggu tetangga dari pada bersentuhan dengan orang-orang itu lagi. Lagi-lagi aku bilang, "untung Izrail datangnya telat", kalau saja Izrail datangnya lebih cepat, mungkin ada pisau yang bertahta di perutku malam ini.
Langganan:
Postingan (Atom)