sepotong mimpi di Oktober 2009

Semuanya berjalan baik, mungkin itulah yang kuharapkan, aku hanya melihat apa yang aku harapkan. Aku menolak sesuatu yang tak menyenangkan dan menganggapnya tiada.
"Aku tidak akan melupakanmu." Itulah sepotong kata yang kuingat darimu. Aku begitu mempercayai semuanya hingga aku tak mempedulikan lagi SIAPA dirimu. Kukira Tuhan telah menjawab doaku dengan mengirimmu padaku, ternyata bukan. Dengan mudah kau berucap,
"Aku akan berusaha melupakanmu."

Aku duduk disudut kamarku, menahan rasa sakit didadaku yang tak dapat kujelaskan dengan kata-kata. Rasa sakitnya semakin menjadi karena otakku terus menerus mengulang kata menyakitkan itu darimu. Kau ingin melupakanku.
Kurasakan separuh jiwaku pergi, menguap bersama dinginnya malam. Aku meringkuk sambil meyakinkan diriku bahwa aku kuat dan aku sering mengalami ini, dilupakan...

Mimpi membawaku kedalam kegelapan malam. Aku mencoba mencari cahaya, ternyata aku mendapati tanganku memegangi senter sebagai penerangku. Aku mulai berjalan menyusuri kegelapan, tak ada rasa takut dalam hatiku.
Sekelebat bayangan menghampiriku, mengambil senter yang ada ditanganku dan meninggalkanku sendirian di dalam kegelapan.
Aku berteriak, meminta tolong, menangis, memanggil nama semua orang yang bisa kuingat namun tak ada yang menjawabku. Aku tersadar, aku duduk sambil memeluk lututku, menangis, memanggil nama-nama itu didalam hatiku.

Aku terbangun kembali, rasa sendirian ditinggalkan tadi masih melekat. Dingin. Sedingin inikah setiap malam?
Aku tak pernah tidur lagi. Aku menolak untuk memejamkan mataku dimalam hari, aku duduk disudut kamarku sambil memperhatikan ke sekeliling, memikirkan sesuatu yang tak kutahu apa.
"Aku takkan tidur lagi."
Aku takkan tidur lagi untuk waktu yang lama... cukup lama untuk membuat rasa takutku menghilang.
Satu hari.
Dua hari.
Lima hari.
Seminggu.
Dua minggu tanpa tidur dengan tenang. Aku bisa.

Aku termenung, duduk dikursi meja belajarku sambil mengerjakan tugas-tugas kuliah yang semakin banyak. Mataku lelah namun otakku tetap kupaksakan bekerja lebih keras, semakin mataku mengantuk, aku semakin memaksakan tanganku untuk menulis dan otakku untuk berpikir.
"Ada yang hilang", pikirku. Sesuatu yang seharusnya ada disisiku, membuatku nyaman dengan rasa bersalahnya.
Sejenak kuistirahatkan mataku dan merenggangkan seluruh otot tubuhku. Tempat tidurku terlihat hangat dan aku memutuskan untuk terlelap selama beberapa menit diatas tempat tidurku. Dingin. Tempat tidurku seakan mengusirku dengan keji, seakan berkata dengan keras padaku, "Kerjakan tugasmu !"
"Ya, hanya beberapa menit..." Sahutku pelan.

Aku berada didunia mimpi, tak kusadari itu saat aku terlelap. Aku berdiri didepan kampusku, menatap jalanan yang ramai di siang hari, semuanya kelihatan baik-baik saja, terlintas diotakku, "Cari kobutri untuk pulang."
Ya, cari kobutri untuk pulang.
Maka aku mulai menanti kobutri itu, waktu semakin senja dengan begitu cepatnya. Kini hari semakin sore dan aku masih berdiri didepan kampus menanti kobutri.
Kini semuanya gelap, aku bahkan tak dapat melihat jalanan, tak ada sorot lampu mobil atau motor seperti biasanya.

Aku terperangkap, sendirian, dalam gelap.
"It's okay, i still can see my own hands." Kataku meyakinkan sambil melihat tanganku yang masih bisa kulihat.
Aku tahu, hanya akulah yang terang didalam gelap itu, aku tak dapat melihat apapun tapi aku masih bisa melihat diriku sendiri.

Tak lama kemudian air mataku terjatuh, semakin malam dan aku tahu aku masih berada didepan kampus menanti kobutri yang tak kunjung tiba.
Aku melihat ke sekitar, semuanya gelap.
"Ta, lagi nungguin apa ?" Sapa sebuah suara padaku. Kudengar suara itu begitu jelas ditelingaku.
"Lagi nunggu kobutri." Jawabku, aku masih belum menoleh kearah suara itu.
"Sendirian aja. Sini aku temenin." Kata suara itu. Aku menoleh kearah kanan, kulihat dia duduk disampingku, dia tersenyum kearahku.
Aku bisa melihat senyumnya, padahal aku tak dapat melihat apapun didalam gelap ini selain diriku sendiri, tapi... dia bersinar, seakan memiliki warna sendiri yang bisa kulihat.

Jangan. Jangan dia.
Pikirku. Lalu aku menarik tubuhku menjauh darinya.
Aku terbangun. Kemudian tak lama kemudian aku telah duduk kembali didepan meja belajarku dengan tangan membeku sambil terus berkata, "Jangan dia. Jangan dia."
Dia yang telah membuangku, kini aku ingat, sekelebat bayangan yang mengambil senterku adalah dia, dirinya yang dengan tega membuangku jauh dan tak mengharapkan kehadiranku.

Aku telah menarik diri dari hatinya, merelakan kepergiannya dan tak mengharapkan kembalinya padaku lagi. Meskipun aku belum terlelap setelah mimpi dia yang mengambil senterku, aku tak ingin terlelap jika harus bertemu lagi dengannya.
Kembali aku mengerjakan semua tugasku. Lama kelamaan aku menaruh kepalaku diatas meja belajarku, memejamkannya sesaat.

Aku baru turun dari dunia nyataku memasuki dunia mimpiku, aku melihatmu duduk seakan menyambutku. Kemudian aku berlari sejauh mungkin darimu dan terbangun.
Dimimpi-mimpi selanjutnya aku selalu bertemu denganmu yang seakan menungguku.
Selama kau terus mengganggu mimpiku, takkan kubiarkan mataku terpejam, sedetikpun.

Dua minggu aku tak memejamkan mataku.
Sebulan aku hanya tidur 2 jam sehari.
Ini lebih baik daripada aku harus bertemu denganmu didalam mimpiku. Bahkan didalam dunia yang seharusnya hanya ada aku, kau muncul dengan tak tahu dirinya.

*sepotong mimpi'y gaje banget... hehehe... biarin dah, ta juga bingung neyh lagi nyeritain apaan... lagi nyeritain kodok arisan kali ya ?

0 komentar:

Posting Komentar