pijakan...

Aku sedang memilah-milah tempatku berpijak.

Dia, si pasir yang terhampar tak berujung. Aku tak berani melangkah, tak juga berdiri di atasnya. Aku takut tenggelam akan keraguannya. Aku takut terhisap akan ketidak pastiannya.

Dia, si bongkahan batu. Aku tak berai berdiri diatasnya. Aku takut batu itu akan pecah, mengisyaratkan retakannya dengan lagu-lagu pilu. Aku tak ingin membuat ketegarannya rapuh. Aku takkan sanggup memoles retakan itu menjadi satu lagi.

Dia, si air yang mengalir. Entah dimana harus kupijakan kakiku. Dia terus mengalir, entah kembali ata tidak. Entah kemana.

[26 November 2010]

Dan dia, angin yang mengalir lembut. Menyapu, mengeringkan air mataku. Membuatku merasakan kehadirannya tapi tidak wujudnya. Kukerjapun, dia takkan datang padaku. Tak pernah untukku. Hanya mempermainkanku.

[19 Desember 2010]

Semuanya hanya "seolah-olah"

nyata...
bahagia...
senyum...
tawa...
hanya sebatas "seperti"
tapi

TIDAK

[20 Desember 2010]

untuk kawanku...



Kawan... kamu kenapa? kau menjauhiku, membencikukah? apakah kau juga telah termakan berita bohong tentangku? aku masih tetap sama... sama seperti tahun lalu saat aku baru mengenalmu... saat mataku baru terbuka tentang keberadaanmu... aku tak menjadi monster yang mereka ucapkan. Aku masih tetap aku! Aku masih suka mie goreng... aku masih suka nu green tea madu... aku masih suka lidah buaya... aku juga masih suka baso... apa ada yang salah denganku, kawan?

kawan... kamu kenapa? apa kita tak bisa bersahabat baik seperti dulu lagi? apakah kau telah berubah menjadi seorang yang tak kukenal? apakah kesadaranmu mulai muncul dan perasaan malu untuk berteman denganku hinggap di kepalamu? apa kamu masih suka baso sepertiku? apa kamu masih membenci novel? atau kamu sekarang sudah suka puisi dan melupakan jati dirimu?

kawan... kita kenapa? apa ada yang salah dengan pertemanan kita selama ini? apakah kau sudah lelah membelaku? atau kau sudah bosan mendengar cerita usangku? aku masih ingin bercerita, banyak hal yang belum kuceritakan, masih maukah kau mendengarkannya?

kawan... kenapa denganku? kenapa tatapan matamu begitu asing? kenapa kau seolah mendiskriminasikanku? kenapa kau tak pernah tersenyum lagi seperti dulu? apa yang salah denganku?

kawanku... kukira hujan badai takkan mampu memisahkan pegangan erat tangan kita... kukira kita akan selalu memiliki... kukira kau akan menjadi mata disaat mataku tak mampu melihat dan aku akan menjadi tangan yang akan menuntunmu... kukira akulah si sendok dan kaulah si garpunya...

mungkin tidak, kawan... mungkin pertemanan kita takkan semudah itu. Tapi aku bukan monster, aku masih tetap aku... aku yakin, orang asing yang sedang menatapku itu bukan kamu...

kawan, di kepalaku berputar-putar kenangan kita dulu. Saat kau kedinginan, aku memberikan jaketku untukmu... kau tahu aku tak pernah mau membawa payung, jadi kau memayungiku... kau yang menarik tanganku jika aku jalan terlalu cepat... aku menuntunmu berjalan di pinggir jalan... kau membantuku menyebrang... aku membawakanmu makanan... kau menawarkanku minum... aku mengajarimu untuk tak makan sembarangan... kau mengajariku untuk minum air putih...

kawan... aku selalu tahu kau bukanlah seorang yang mengisi kekosonganku.... kau adalah yang melengkapi kekuranganku... aku baru merasa banyak kekurangan setelah aku merasa sempurna bersamamu...

kawan... aku berdiri 3 jam di depan rak buku di toko buku hanya untuk memilih 1 dari 2 novel yang akan kubeli... aku juga tak minum 3 hari karena tak ada yang mengingatkanku... kadang aku harus melewati puluhan menit untuk berjalan selamat ke seberang... tasku juga selalu penuh dengan makanan, terkadang basi karena aku lupa menghabiskannya... aku hampir lupa untuk tersenyum juga!

kawan... andai saja ada kamu! mungkin aku bisa menanyakan pendapatmu... mungkin aku juga akan minum karena ada yang mengingatkanku... juga ada yang menyebrangkan jalan untukku... dan menghabiskan makananku... dan aku juga pasti punya seseorang yang akan tersenyum padaku...

kawan... andai saja ada kamu... 3 jam di depan rak buku akan terasa lebih bermakna... jaketku takkan terasa begitu panas karena kupakai seharian... jaketku juga takkan basah karena ada payung yang melindungiku... takkan ada tawa bahagia kita juga...

kawan... kamu kenapa? ini aku, temanmu! teman yang setiap hari kau ajak bicara... apakah kau lupa? ataukah ada makhluk dari planet mars yang mencuci otakmu?

aku sangat merindukan saat kita bersama...



8 des 10

JOKER


Saat aku menatap kalender biruku. Waktu ternyata berjalan sangat cepat! Seolah semuanya baru terjadi kemarin. Saat mereka mengasingkanku. Saat mereka menepikanku dalam pandangan mereka. Saat mereka menghapus jejak-jejakku dalam kehidupan mereka.

Kini aku dikenal sebagai orang asing dalam lingkungan mereka. Mereka tak kenal aku, tapi aku kenal mereka. Mereka tak mau aku, aku juga tak mau mereka! Aku harus peduli ketika mereka marah tapi mereka tak pernah peduli padaku jika aku marah. Mereka ingin didengar ketika sedih, sedangkan mereka mengabaikan butir-butir air mataku.

Aku kini menjelma sebagai orang yang hanya mondar-mandir di kehidupan mereka tanpa sedikitpun direspon oleh mereka. Menjadi hantu disiang hari. Bayangan dimalam hari. Menjadi satu butir pasir diantara hamparan luas pantai. Satu titik hujan di dalam awan gelap.

Aku lebih banyak menangis, mereka tidak peduli. Saat aku ada, mereka mengacuhkanku. Menganggap aku sudah mati. Atau memang sebenarnya aku sudah mati?

Mereka membuat aturan untuk membenciku. Dan mewajibkan menyukai mereka. Dengan topeng-topeng mereka. Dengan kesan lembut namum beringasan. Dengan senyum hangat menyeringai kejam. Aku, yang berusaha apa adanya ini mereka benci. Tapi kenapa? Apakah karena aku tak bertopeng seperti mereka?

Terkadang aku berpikir untuk menjadi orang lain. Orang yang bisa mereka suka. Tapi itu bukan aku. Aku lebih suka jadi aku. Meskipun aku tak tahu aku yang aku suka itu seperti apa. Aku nyaman dalam ketersesatanku pada jati diriku. Aku suka ketika aku bingung menentukan masa depanku. Aku bahagia menjadi jiwa yang luntang-lantung sebelum akhirnya aku jatuh di jurang kekecewaan lagi. Kenapa aku harus jadi orang lain?

Setiap hari bersama mereka. Membuatku sadar. Bahwa aku memang tak seharusnya bersama mereka. Bukan, aku hanya tidak tepat. Mungkin benar, aku salah masuk jurusan. Mungkin juga benar bahwa aku salah memilih. Atau aku salah ditempatkan?

Jika aku diajak tertawa bersama mereka, aku menjadi asing. Aku tak benar-benar bahagia sebenarnya. Bersama mereka, aku seolah diseret-seret dalam kehidupan yang bukan milikku.

Ketika aku bicara dengan mereka. Aku menjadi muak pada diriku sendiri. Kenapa hanya mereka yang boleh egois untuk membenciku? Mendiamkanku berbulan-bulan? Mengapa aku harus selalu menjawab pertanyaan bodoh mereka? Mengapa aku tak boleh mengacuhkan mereka balik?

Mereka banyak. Aku satu. Oke, ditemani beberapa kawan baikku. Tapi aku satu. Aku sendirian. Oke, karena aku memang lebih suka sendiri. Aku kesepian, seorang diri. Dan tak ada yang mau tahu. Kenapa sih, aku harus dibuat menjadi SATU?

Aku selalu harus memakai jati diri yang bukan aku. Tak ada yang menyukai aku yang sebenarnya. Setiap hari menggunakan topeng ramah, aku bosan! Sesekali, bisakah kalian mulai mendengarkanku? Bisakah kalian menghargai aku yang selalu menjawab pertanyaan bodoh kalian itu? Bisakah kalian memperhatikan aku yang setiap hari sakit?

Aku sakit. Lambung, ginjal, hati, jantung. Kalian pedulikah? Aku berani bertaruh kalian tidak tahu. Setiap malam aku didera takut pada kematian, kalian pedulikah? Tubuhku dijejali bermacam-macam obat setiap harinya, kalian mau tahukah?

Tolonglah, bukankah aku ini teman kalian juga? Jika aku bukan teman kalian, maka apa aku? Joker? Yang tak sengaja ditempatkan dalam tumpukan kartu sama? Yang bukan wajik, hati, sekop atau keriting? Yang bisa hilang tanpa seorangpun menyadarinya?

Aku lelah untuk menjadi seorang yang bukan aku. Pahamilah sedikit bahwa aku ingin kalian hargai. Pahamilah sedikit rasa sakit ditubuhku tanpa aku harus meraung dan menangis. Perhatikanlah sedikit tentang aku ini.

Aku ingin percaya bahwa aku bukan joker. Tapi berbulan-bulan ini, aku memang si joker. Kalian membuktikannya padaku.

Aku kecewa, tapi kalian tidak mau dengar. Aku sedih, kalian tidak peduli. Bahkan mungkin jika aku matipun kalian baru sadar ratusan hari setelahnya. Begitukah?

Aku ini anak hilang. Tak tahu kemana tujuanku. Tak tahu dimana aku berasal. Aku hanya ingin merasa betah disebuah tempat.

Aku tak ingin dijejali kata persahabatan yang muluk-muluk. Aku hanya ingin berteman baik dengan semua orang. Itu saja. Untuk merasa diterima.

Kalian memang sudah menolakku. Jadi benar, aku si joker. Bukan golongan si cantik, si kaya, si berisik, si pintar atau pendiam. Jadi jika aku hilang, takkan ada yang menyadarinya...

Jika jadi joker aku diperbolehkan tak menjawab pertanyaan bodoh kalian, aku mau. Jika jadi joker aku bisa jadi diriku sendiri, aku mau. Jika jadi joker aku bisa keluar masuk dunia manapun yang kusuka tanpa harus dibenci dan diperdebatkan, aku mau.

Jadi, jangan tanya aku. Jangan jadikan aku orang bertopeng seperti kalian. Jangan masukkan aku dalam dunia gelap kalian. Cukup disini saja. Disinipun aku sudah tahu tanah apa yang kupijak. Disinipun aku sudah tahu langit apa yang menaungi kepalaku. Dan disinipun aku sudah tahu mana yang benar-benar kawanku...








2111 2010

sia-sia

Sering, aku merasa apa yang kulakukan sia-sia. Tapi baru kali ini ada bukti nyata bahwa yang kulakukan adalah sia-sia.

Buku kampus itu memandangku dengan aneh, aku lagi? tanyanya enggan. Aku tersenyum dan menjawab, ya... kau lagi, kau pasti bosan berurusan denganku, akupun bosan berurusan denganmu.
"Buku kampusnya satu a!" Kataku.
"Dua ribu." Kuserahkan selembar uang dua ribuan dan berjalan menjauhi tukang foto kopi di kampus, menimang-nimang si buku yang terus mengajakku bicara itu.
Masih belum menyerah? Tanyanya.
Tidak akan, takkan sesulit dulu. Jawabku.
Bagaimana jika lebih sulit?
Sudahlah kau diam saja! Kataku. Kumasukan si buku kampus itu untuk menghentikan pembicaraan dengannya.
Ya, dialah si buku kampus, kawan di tengah malamku yang panjang, yang kuajak berdoa sambil menggoreskan keletihan di tiap garisnya. Kuajarkan ia bagaimana cara menjadi buku yang baik, yang enak di baca, yang mudah di lihat dan tak membosankan. Kuajari dia cara menjadi si anak sopan tak punya harga diri, yang harga dirinya baru saja dijual di tukang foto kopi itu seharga dua ribu rupiah.

Aku menghempaskan tasku yang penuh sesak ke atas meja, menghela sejenak dan mulai membuka isi tas itu, kubuka si buku kampus, dia mulai tertawa. Ah kamar ini lagi! Katanya sambil tertawa lepas.
Jari telunjukku menyusuri buku yang kubeli beberapa minggu lalu, persisnya kuingat, saat itu aku harus memutuskan membeli buku kuliah atau novel kesukaanku, harga diriku juga sudah terjual, kujual di hadapan si pembaca yang biasa menawarku murah dengan nilai tujuh puluh dan itu adalah harga terbesar yang diberikan, maka kupilih buku kuliah dan mengucapkan selamat tinggal pada novel-novel.
Aku saja bernilai dua ribu. Seru si buku kampus. Aku menaruh beberapa tumpukan buku yang akan menguntai malam denganku di dekat si buku kampus.
Jadi aku kini menjadi si buku hitam? Tanyanya lagi. Aku tak mengacuhkannya, aku tak ingin mengotori pikiranku yang seputih salju ini oleh pikiran kotor si buku kampus yang butut dan berpengalaman itu. Aku pernah dimiliki oleh seorang mahasiswa serajin kau, ah tidak, bahkan lebih rajin, akhirnya dia terjatuh pingsan dan masuk rumah sakit selama hampir sebulan. Pernah juga aku menjadi saksi bisu seorang mahasiswi yang dilarikan ke UGD karena menemaniku semalaman. Tahun lalu juga aku menjadi teman sakit lambungmu, sakit kepala dan ginjalmu. Lupakah?
Sudahlah. Ini takkan menjadi seperti itu. Kataku.
Aku mulai menuliskan kata-kata itu, perlahan tinta hitamku mengisi baris-baris suci, dari satu baris menjadi satu paragraf, lembar dan halaman.
Kau akan berakhir dengan terbujur kaku memegangiku. Kata si buku kampus. Dia seolah mengancamku, seolah memperingatiku. Kau akan terbujur KA-KU. Katanya.
Tak kudengar jeritan si buku kampus itu hingga tadi siang, dia kembali ke tanganku. Kutelusuri bait-bait paragraf yang kutulis kemarin hingga tak tidur. Kosong?
Kemudian kudengar di balik pintu hijau, si pembaca bilang bahwa yang kulakukan sia-sia, dia takkan pernah menilai apa yang telah kukerjakan.

Si buku kampus benar, aku terbujur kaku. Sia-sia?
Lambungku mulai bergerak liar, menyatakan kemurkaannya.
Si buku kampus tertawa puas saat melihat mataku terbelalak menatapnya.

Kosong?
Untuk malam tanpa tidur itu nilaiku adalah kosong?
Untuk pengorbanan membeli buku ketimbang novel, nilaiku adalah kosong?

Kepalaku mendidih. Pandanganku seolah menggelap. Aku hanya ingin merobek si buku kampus! Ingin kumusnahkan semua buku kampus!!!



12 oktober 2010

lintah eksklusif

Aku bingung. mungkin karena aku terlalu bodoh memahami sebuah perasaan. Atau aku memang sengaja ingin buta atas perasaan yang tersirat?

Apa harus, meninggalkan teman lama dan memusuhinya untuk mendapatkan teman baru? Aku selalu belajar bahwa baju baru tak pernah seenak baju lama. Entah mungkin karena aku lebih suka buku dari pada baju ?

Aku tak mengerti, apa harus ada senyum berbalut luka disetiap tawa? Pagi ini kau menghampiri dengan senyum penuh makna, bicara dengan kata-kata halus seolah kita kawan lama yang terpisahkan, kemudian siangnya kau mulai bertingkah tak acuh seolah yang tadi pagi kau hampiri adalah kotoran, tak ingin kau sentuh sedikitpun. Sore hari, ketika perutmu lapar, pakaianmu basah, kau memintanya untuk membelikanmu makanan dan meminjamkan handuknya untukmu.

Ada perasaan menggelitik yang benar-benar mengganggu saat aku memperhatikan mereka. Rasanya aku ingin ikut campur dan marah, tapi aku adalah orang luar yang tak tahu keadaan di dalam, maka aku diam.

Berteman dengan mereka seolah memiliki beberapa sisi kepribadian, kadang baik, jahat, labil, kemudian kembali stabil, dinamis dan kembali statis... entahlah.

Seolah tak ada keinginan mempertahankan pertemanan, membiarkannya hancur, lapuk dan hilang, membara, tak terpisahkan kemudian kembali hancur. Seolah jika terjadi saling gigit antara teman, maka mereka akan membentuk arena yang pas untuk melakukannya. Atau ketika minoritas dijauhi, mereka membiarkan semuanya berjalan seperti itu.

Aku pikir aku ini kurang dewasa memaknai persahabatan, ternyata masih ada yang lebih buruk dariku.

Ketika aku menghentikan suatu pertemanan eksklusif, aku akan memulainya dengan menyadari bahwa dia berdampak buruk untukku, menjadikan proses metamorfoself-ku untuk menjadi kupu-kupu indah terhambat, maka aku menjaga jarak. Kemudian perlahan menarik diriku, karena takkan ada yang menyadari kehadiran dan kepergianku.

Tapi ini? mereka tetap berteman eksklusif, seperti lintah, menyedot hingga habis, ketika kenyang mereka tinggalkan dan ketika butuh mereka bergelayut.

Lintah, ya mereka lintah. Yang kutahu, seperti itu bukan pertemanan.



101010

"selamat ulang tahun"

Menit kelima di hari jadiku. Aku masih terus menatap jam tanganku sambil menunggu sms yang masuk. Tak ada. Tak ada yang masuk. Tak ingatkah? Tak ada ritual jam 12 tepat cinderella seperti biasanya. Tak ada untaian sms yang berusaha mengirim sms tercepat.
Menit ketujuh. Sebuah sms masuk, beratas namakan teman yang kukenal itu.

Aku tak ingin perayaan, dan aku bersungguh-sungguh saat mengucapkannya. Aku akan sangat marah jika seseorang melempariku telur atau menyiramku dengan air. Aku tak ingin hadiah, dan aku bersumpah tak menginginkannya karena kutahu, meminta seseorang untuk mengingatku saja itu sudah hadiah yang luar biasa.
Menit kesembilan, sms lainnya masuk, sebuah ucapan datang dari teman yang tak kukenal siapa, yang tak kusadari kehadirannya, dia asing bagiku tapi aku begitu dekat untuknya.

18 tahun aku hidup tanpa perayaan, tak pernah ada temanku yang tahu kapan hari ulang tahunku. Tak ada yang pernah mengucapkannya dan tak ada yang peduli. Hanya ucapan selamat dari adik-adikku, ibuku, dan ayahku, doa mereka sebelum mereka memotong kue di pagi hari atau ritual berpelukan sambil membisikan kata-kata doa. Aku kecewa saat salah satu adikku melupakan hari ulang tahunku, aku hanya ingin diingat.
Diulang tahunku yang ke-17, 3 orang yang mengaku sahabatku dengan lantang berkata, "Emangnya ada acara apa sih Ta? Kamu ulang tahun kan tanggal 1, 5, 12, 19 atau kapan gitu kan?"


Apakah permintaanku terlalu muluk-muluk jika aku hanya ingin ritual jam 12 itu? Diotakku terbayang nama-nama orang yang kuingat ulang tahunnya dalam otakku, setiap tahun selalu kuucapkan selamat ulang tahun untuknya, tapi mereka tak memperhatikanku.

Ketika aku berteman dengan seseorang, hal paling kecil yang bisa kulakukan adalah mengingat hari ulang tahunnya, mengucapkan selamat di tepat jam 12, meluangkan waktu untuk membuka mata dan mengirimi sms, perhatian kecilku. Dalam hati aku berharap, ketika aku menebar kebaikan, aku berharap kebaikan itu akan kupetik nantinya.

Bertahun-tahun bersama tak menjadikan kita dekat, hal termudah yang bisa kulakukan adalah hal tersulit yang pernah kau pikirkan, aku tahu aku tak akan pernah bisa memaksa seseorang menyukaiku, tapi... apakah satu ucapan selamat saja tidak bisa? apakah sedikit perhatian kecil dengan mengingat tanggal lahirku saja tidak bisa?

Aku bahkan bisa mengingat tanggal, jam hingga menit ketika kau dilahirkan... bagaimana denganmu?

Apakah kau mengenalku, orang asing?

Di 19, pertama kalinya aku mendengar lagu selamat ulang tahun membahana di telingaku, terucap dari bibir teman-teman di kampusku. Hari itu selalu kuingat karena hari itu adalah hari besarku, tak pernah ada yang menyanyikan lagu selamat ulang tahun sebelumnya untukku selain keluargaku. Hari itu, merupakan hadiah terbesar yang pernah kumiliki, sebuah doaku terkabul, aku hanya ingin diingat... meskipun si lagu itu diucapkan untuk teman-teman yang lahir di bulan oktober lainnya juga.

Di 20, aku tak berharap apapun. Sejauh ini, hanya ada 3 orang yang sudah mengucapkan selamat ulang tahun untukku...

Aku dengan bodohnya masih menanti 3 kata paling membahagiakan, 1 lagu yang akan menjadi lagu paling merdu hari ini.

"Selamat ulang tahun..."





7 oktober 2010

sayang...

3 taun kita bersama, berantem, teriak-teriak, saingan, saling sikut, saling tendang, saling pepet sampe hampir tabrakan, semuanya kita lakuin sama-sama. Lain siang, lain juga malem. Kalo siang, sesedih apapun aku untuk menghadapi kamu, aku terus senyum, terus saingan sama kamu, seolah aku adalah tebing yang ngga bisa kamu kalahin dengan mudah. Kalo malem, air mataku baru jatuh, menangisi kenapa kamu ga bisa bersikap lebih murah hati sama aku?

hampir seribu hari kita bareng-bareng, aku seolah ga kenal kata selamat tinggal yang suatu saat pasti bakal aku ucapin ke kamu. Setiap harinya, bahkan disaat terakhir aku ketemu kamu, aku selalu berpikir bisa ketemu lagi. Padahal aku salah...

6 bulan ga ketemu sama kamu, itu adalah waktu terpanjang sepanjang sejarah sejak aku ketemu sama kamu, rasanya kosong banget, ada yang ilang dalam diri aku, ga bisa lagi belajar fokus, lagian... siapa yang mau aku kejer?

Hari ini, udah 2 taun lebih kita ngga ketemu, aku ngga tau kabar kamu, ngga pernah ngobrol sama kamu lagi. Tapi aku nemuin fakta-fakta untuk menghentikan aku nyari kamu, ternyata 3 tahun, waktu yang selalu aku itung itu ga pernah kamu itung, kamu bahkan ga pernah pengen aku ada, kamu benci banget sama aku, sampe bilang kalo kamu ga mau baikan sama aku selamanya. Makanya aku ga nyari kamu, meskipun dulu kamu bilang mau nyari aku lagi kalo udah lulus SMA, ternyata kamu lupa juga.

Sebentar lagi ulang taunku, 5 taun sejak aku kenal sama kamu, kamu ga pernah ngucapin satu ucapanpun buat aku, kamu selalu lupa. Aku emang bukan orang yang pantes buat kamu inget sih, aku juga nyadar diri disitu.

Dan setelah semua sikap buruk kamu ke aku, aku tetep aja, sayang sama kamu. Aku tau, kamu pasti tau kalo aku sayang sama kamu, tapi kamu bertingkah kayak orang bodoh n pura2 ga tau. Aku juga nyadar diri lagi, aku ini apa dan seperti apa aku.

Malem ini, meskipun pedih banget buat nginget kamu, fakta-fakta itu, aku tetep aja peduli sama kamu, minimal profil fb kamu aku buka sebulan sekali, aku kasih komentar atau jempol di status kamu. Soalnya, aku sayang sama kamu. Ga bisa lupa gitu ajah.

Aku tau, aku juga dulu ngelakuin banyak kejahatan, nyuekin orang, pura2 ga tau, persis kayak apa yang kamu lakuin sama aku, aku sekarang dapet balesan yang setimpal.

Aku sedih liat kamu dapet balesan yang kayak gitu juga, hey, aku maafin kamu... karena aku begitu sayang sama kamu, menerima kamu, semua kelemahan kamu, memuja kamu, aku maafin kamu... ga masalah sama air mata yang beberapa taun lalu, ga masalah banget... tenang ajah!



3 oktober 2010

...

“Adalah membuang buang waktu untuk terus menyesuaikan diri dengan sesuatu yang tidak kita sukai.”
- Iga Massardi.

Kayaknya sih kata-kata itu emang bener, kayak sekarang aja, guw belom nemuin alasan yang jelas untuk berlama-lama ada DISINI! Guw masih tetep ngerasa, guw ga seharusnya ada disini, penyangkalan, penyangkalan dan penyangkalan lagi... Guw pengen ngerasa betah, tapi gimana caranya? Guw pengen ngerasa punya sesuatu, tapi apa?

Sejenak, ketika guw baru ngerasain punya sesuatu, punya alasan buat tinggal disini lebih lama, punya alasan ngebantai keidealisan guw, akhirnya guw disadarin lagi kalo itu ternyata bukan alasan yang tepat... Si alasan guw itu ditempatin tepat disaat guw emang butuh alasan, meskipun guw taw ga masuk akal, guw terima, soalnya guw ga bisa mikir apa-apa lagi...

Ketika guw ngerasan ini loh rumah guw! ternyata guw salah, bukan rumah, bukan tempat yang menyenangkan untuk disinggahi. Guw maw kemana sih sebenernya?

Kayak sekarang, pas guw dihadepin di masalah kayak gini, dikucilkan, GUW BOSEN! dari dulu orang-orang kayak gitu terus sama guw, apa sih salahnya guw? apa sih kesalahan yang ga bisa dimaafin dari guw? okelah, guw emang ga suka disuruh-suruh, soalnya guw cape! guw ga sanggup diperintah-perintah, guw bukan tipe orang yang bisa seenaknya diperintah. Guw salah disitu? guw rasa semua orang kayak gitu, ga akan mau disuruh-suruh, di babuin.

Seumur hidup guw, sampe umur guw 19 maw ke 20, guw belom pernah ngucilin orang, guw belom pernah ngehina agama seseorang, guw ga pernah ngehina fisik seseorang, guw juga ga pernah ngomongin kejelekan temen2 guw sendiri sampe mulut guw berbusa, guw selalu nyoba JUJUR atas semua hal yang ada di diri guw, ucapan guw, otak guw, hati guw...

Sekarang, guw masih ngerasa semua yang guw lakuin ini sia-sia. Ini bukan hidup yang guw pengen! Bukan jurusan yang guw pilih! Bukan tempat yang guw idam-idamkan...

Tapi dalam penyangkalan ini, guw masih berpikir jernih, bahwa hidup itu ga selalu diisi sama apa yang guw pengen, ga selalu diisi juga sama yang guw pilih, ga diisi juga sama yang guw pengen. Guw disitu masih sadar, kalo hidup ini juga adalah labirin, dimana guw bisa salah belok, salah jalan dan lupa arah.

Kasih guw alesan, kenapa guw ngebuang ambisi guw taun lalu? kasih guw petunjuk kenapa waktu itu guw berpikir itu adalah alesan yang tepat? dan kasih guw penjelasan, kenapa ternyata semua alesan itu jadi kebohongan buat guw? apa guw korban permainan kata2 manis?

Guw ga bisa terima, guw ga bisa... tadinya guw pikir guw bisa, tapi tetep aja ga bisa. Meskipun setiap harinya guw bersikap seolah ga ada yang aneh, ga ada kegagalan dalam hidup guw dan yang ada cuma batu loncatan, tapi... BATU LONCATAN APA? Ga peduli berapa kali guw bilang, guw maw ngabisin sisa kekecewaan guw hari ini, tapi besok guw ga akan inget lagi tentang kekecewaan guw, tetep aja guw ga bisa...

Kalo guw ditanya, maw apa guw besok, guw ga tau guw maw apa! Guw sendiri bingung... hidup kayak gini itu ga pernah ada di benak guw, dan berapa umur guw sekarang? ketika semua orang sedang sibuk bikin masa depannya, guw masih aja bingung tentang 5 detik setelah ini, guw ga tau... guw ga taw maw ngapain...

Guw terlontar jauh dari cita-cita yang guw pengen, guw ga tau jalan balik lagi...

Guw cuma minta, kasih guw alesan... kenapa? kenapa senin sampe jumat itu ada? kenapa sabtu sama minggu itu selalu lebih cepet dari senin? kenapa malam itu lebih singkat dari siang?

Guw ini ngomong apa sih?

Guw pengen teriak, pengen keluar dari sini, pengen ke kehidupan yang guw idam2in dulu, tapi guw ga sanggup ngulang dari awal. Guw ga sanggup kehilangan lebih banyak lagi... segini aja guw udah cukup ngegembel, ilang ambisi, ilang tujuan hidup, ilang alesan guw buat disini, ilang juga rumah guw, dan guw ga nemuin alesan tepat untuk tetap tinggal disini lebih lama.

2 oktober 2010

Name of The Game

"...sebelum kita saling kenal, kalian tidak mengenalku, bahkan setelah menghabiskan waktu bersamapun, mungkin kalian tetap tidak mengenalku,,,"
-Name of The Game-


Saat aku membaca tulisan itu, air mataku sempat menetes, bergelantungan sebentar kemudian berhamburan sambil menari. Diatas tetesan-tetesan air mata itu aku berkaca...

2008, aku berpisah dengan sahabat-sahabatku, rivalku, teman-temanku. Aku berdiri sendiri disebuah kampus asing yang belum pernah kuimpikan atau kudambakan. Aku selalu meratap, aku berada dalam titik kecewa, aku tak berharap punya teman. Aku ingin seperti batu di sungai, cukup diam saja, terkikis dan hilang.

Perlahan, Tuhan menyodorkanku kawan, teman-teman, rumah... tak pernah sebahagia ini sebelumnya, seolah aku menjadi diriku sendiri, aku menemukan titik-titik kabur tujuan hidupku berubah menjadi jejak yang meniti anak tangga.

Aku temukan novel, puisi, teman-teman, seolah Tuhan baru saja menghembuskan nyawaku pada saat itu. Aku tak lagi peduli dengan "siapa yang memakai baju hijau tosca" atau "si anak kepsek"...

Semuanya sedang terlihat sama untukku.

2009, aku masih merangkak menuju hidupku, aku baru bangkit... aku baru merasakan apa itu hidup. Baru kali ini aku bisa menjawab siapa aku saat orang bertanya tentang jati diriku.

Aku menemukan kata "Novelist" untuk melengkapi namaku, jantungku, hatiku, pikiranku, bingkai duniaku...

Kalian mungkin takkan peduli dengan apa yang telah terjadi padaku, juga kalian takkan peduli dengan otakku, pikiran-pikiranku...

Tapi aku akan bercerita, saat itu Tuhan sedang membuka bingkaiku, ayahku sedang membuka tali kekangnya padaku dan aku juga sedang membuka bungkus kado yang menutupiku bertahun-tahun...

Kalian tahu, aku begitu menyukai kalian, meskipun aku kesal dengan sikap kalian yang cuek, aku sangat menyayangi kalian...

Maka aku menyapa kalian setiap pagi, tersenyum saat bertemu dengan kalian, menjawab pertanyaan kalian, menjawab sms yang kalian berikan. Karena aku... sangat menyukai kalian...

Entah apakah kalian menyukaiku atau tidak, aku tak peduli, karena saat itu aku sangat menyukai kalian.

2010, kalian menghadapkanku pada kenyataan, bahwa...

Kalian tidak menyukaiku, kalian membenciku.

Tak suka dengan sikapku.

Kalian mau tahu perasaanku? Saat itu aku merasa ditolak, kurasakan dicampakkan dan diacuhkan, bahkan di benci.

Tatapan kalian, pernahkah kalian berpikir bahwa tataoan itu sungguh membuatku bersedih?

Aku yang memikirkan kesehatan kalian, mengutamakan kepentingan KITA? dan kalian membenciku...

Masih di 2010...

Aku masih menangis dalam tawa.

Aku berpura-pura, langit biru dan matahari bersinar cerah, padahal duniaku masih hancur...

Aku mengenal kalian, tapi kalian tak mengenalku...

Mungkin selamanya akan seperti ini...

Dua tahun lalu, aku tak mengenal kalian karena kalian tak mengenalku, tapi perlahan kutarik benang merah takdir kita, menunjukan bahwa kita memang diharuskan bertemu diatas panggung dunia ini, bersama...

Sekarang, Dua tahun setelah itu, kalian masih tetap tak mengenalku, meskipun aku sudah sangat mengenal kalian.

Mungkin, di dua tahun terakhir kita berada disini, kalian masih tetap takkan mengenalku. Aku belajar, bahwa cinta dan rasa kasih itu, apapun bentuknya dan kepada siapapun itu diberikan... tak selalu mendapat jawaban yang setimpal.

Dan aku selalu benar, 5 tahun lalu aku bilang, bahwa cinta itu bukan hubungan timbal balik.

Juga 2,5 tahun yang lalu kubilang bahwa aku bagaikan mayat hidup, aku bernafas, berjalan, berbicara, tersenyum, tertawa… namun dengan hati yang hanya terbuat dari darah yang mengalir didalamnya. Tapi berita bagusnya, aku merasakan aku bergerak, meskipun aku tak tahu, aku bergerak maju atau mundur… ataukah hanya aku yang merasakan pergerakan ini adalah berita bagus ?

Dan mereka yang lalu lalang dihadapanku akan tetap mengacuhkanku. Entah pertama kali menginjakan kaki di gedung ini atau mungkin terakhir kalinya, aku mungkin akan mengenang diriku sendiri sebagai mayat hidup yang berjalan 4 tahun disini...

20 september 2010

batu cinta Maryah

Namanya Maryah, seorang gadis dengan perawakan tubuh ramping namun tak terlalu tinggi. Senyumnya manis, berkesan sangat anggun ketika dia bicara atau berjalan. Gelengan kepalanya, anggukan kepalanya, saat dia mengangkat bahu, semua orang pasti terpukau. Matanya bening, memancarkan ketulusan namun membelenggu jutaan makna dalam tiap kedipan matanya.

Maryah juga adalah gadis yang pintar, dia selalu menjadi juara kelas saat dia masih SD, SMP, dan SMA, bahkan di kuliahan diapun menjadi ketua Senat Mahasiswa dan memiliki prestasi yang gemilang. Semua orang menyukainya, tapi aku tak terlalu menyukai Maryah, bukan karena dia cantik dan aku tidak, bukan juga karena dia memiliki seorang tunangan tampan dan aku masih jomblo. Sejak pertama bertemu dengannya, hatiku bergemuruh untuk membencinya, untuk menghindarinya daripada berteman dengannya.

Aku selalu mengikuti firasat yang kadang terkesan konyol dan tidak masuk akal. Aku meminta maaf atas kekhilafanku yang tak mampu meredam rasa kebencian dalam dadaku saat bertemu dengannya. Maaf sekali.

Waktu itu hari kamis, saat sahabatku bilang bahwa Maryah kini bertunangan dengan pacarnya. Aku seolah menelan biji salak dan tertahan di tenggorokanku, hingga aku tak mampu berkomentar apa-apa selama sahabatku itu bercerita. Kepalaku dipenuhi amarah, seolah si Maryah ini juga telah merebut pacarku. Ingin rasanya aku menghampiri si Maryah dan mulai mencaci kelakuannya, bagaimana mungkin dia menyakiti perasaan sahabatku, seorang wanita dan diapun seorang wanita?

Kudinginkan kepalaku sambil mendengar cerita, beberapa hari aku mencari tahu tentang pertunangan mereka, akhirnya kudapati informasi bahwa si Maryah ini mendekati pacar sahabatku pelan-pelan dan membuatnya berpaling hati. Muaklah sudah aku pada si Maryah. Biasanya aku masih ingin menerima senyumnya saat berpapasan denganku, namun kini aku sedang sangat membencinya dan tak ingin melihat wajahnya.

Maryah menghampiriku di suatu sore, aku sudah berjalan meninggalkannya tapi dia tetap mengejarku, dia bertanya tentang kemarahanku, aku tentu tak mampu membeberkan cerita pedih sahabatku itu, maka kutanya dia tentang tunangannya.

Lama sekali aku berbincang dengannya. Dia bercerita bahwa dia sudah menyukai si pacar sahabatku itu sejak lama, dan sengaja mendekatinya meskipun tahu dia telah memiliki pacar. Kemudian dia dengan sengaja mengajak si pacar sahabatku itu menemui orang tuanya dan bilang bahwa si pacar sahabatku itu melamarnya.

"Kau gila!" Teriakku saat mendengar ceritanya. Dia mulai menangis dan meratap, bahwa dia tak mampu hidup tanpa si pria itu. Aku tertawa saat mendengar penjelasan bodohnya. "Kau seperti anak kecil! Menginginkan sesuatu yang bukan milikmu! Mencuri sesuatu milik orang lain!"

Dia kemudian bercerita bahwa dia telah menuliskan nama si pacar sahabatku itu di atas batu cinta, dimana nama yang tertulis disana akan terikat selamanya. Aku semakin geli mendengar penjelasan Maryah. Luntur sudah semua rasa benci dalam hatiku, hanya rasa kasihan yang mendalam yang tersisa.

"Aku hanya manusia biasa..." Katanya sambil terisak.

"Kau bukan manusia, kau tak berhati, tak berotak! Kau pencuri kecil..."

Aku merasa beruntung, aku tak pernah menginginkan sesuatu yang bukan menjadi milikku, dan meskipun prestasiku biasa saja, aku tak pernah kehilangan akal sehatku, dan bahkan meskipun aku memiliki fisik yang menarik, aku tak pernah kehilangan hati nuraniku...

Ah Maryah, kau ini malang atau sangat beruntung?







19 september 2010
untuk Sinay, tidakkah kau malu mengakui bahwa kau menginginkan kekasih orang lain dan kau menuliskannya diatas batu cinta?

plagiat, aku dan jati dirinya....

Sebenarnya untuk menyebutkan rasa ga suka, ga juga sih... soalnya aku dan dia adalah 2 orang yang memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Entah bagaimana, aku melihat dia terkadang seperti mesin foto copy dari diriku sendiri. Terkadang seperti adik-adikku yang kerjaannya ikut-ikut hobiku, atau kadang kayak anak kecil yang suka ngerewong. Mungkin juga karena aku bukan kakak yang terlalu baik atau bahkan sama sekali tidak baik, jadi aku suka marah kalo ada yang ikut-ikut sama aku.

Padahal, coba aku telusuri kesamaan antara aku dan dia, aku dan dia sama-sama ingin diperhatikan, sama-sama ingin menjadi planet venus bagi seseorang dan sama-sama ingin menjadi bintang. Ga salah kalo tiba-tiba ngerasa kerasa saingan, padahal engga sama sekali. Kalo di liat-liat juga, sifat aku sama dia tuh mirip-mirip, sama-sama anak pertama yang paling disayang sama ayah, sama-sama permintaannya selalu di kabulin, dan sama-sama manja, tapi kayaknya manjanya dia sih kelebihan deh! hehehe... soalnya aku terkena infeksi sifat kemandirian dari ibuku, jadi ga mau bergantung sama orang, suka jalan sendiri dan ga suka jalan pelan-pelan, kalo bisa setiap hari adalah berlari. Hahahaah...

Jadi, ketika dia memutuskan untuk menjadi penulis, aku jelas memanggilnya plagiat, aku secara alamiah tersaingi olehnya. Kadang, dia membuatku tak mampu berkata-kata saking kesalnya, tapi kadang dia bisa menjadi seorang yang sangat menyenangkan dan manis, aku benci juga ketika semua orang bilang dia cantik, padahal... ya sudahlah! Definisi cantik itu relatif, tergantung siapa yang liat, buktinya, kakak-kakak angkatnya lebih suka bilang aku yang cantik dari pada dia. 

Seperti yang kulakukan pada adik-adikku, aku juga akan diam dan tak memperhatikannya, anggap saja dia baru menemukan jati dirinya dan jati dirinya itu adalah mirip sepertiku. Hahahah...

Baiklah, adik kecil... seperti itu saja, cukup.



9 september 2010

mengawali september ini


Mengawali September, kumulai dengan sejuta harapan, mulai menebarkan jangkar-jangkar mimpiku karena aku akan bersauh untuk mendapatkan tujuan mimpiku.

Aku ingin melebarkan sayapku, membuka mataku tentang dunia...

Selamat datang, september, tadinya kupikir kau lebih baik berlalu dengan cepat, tapi ternyata tak baik juga berpikir seperti itu..

Jadi, mari kita nikmati september ini...



September 1st, 2010

Dialog antara Tuhan dan aku

---Ketika aku sudah menjatuhkan pilihan

Tuhan merangkul pundakku, berbicara dengan suaranya yang lembut dan halus, "Aku sedang mempersiapkan sebuah hadiah untukmu." katanya. Aku tersenyum, "Hadiah apa, Tuhan?", diapun menjawab, "Oh, kau telah menlihat kisi-kisi hadiahnya, begitu indah, bukan? Itu adalah hal yang paling kau inginkan selama ini, aku tak perlu lagi menjelaskan tentang apa isi hadiah itu."

"Ya, Tuhan. Apakah dia adalah hadiahku?"

"Kau menginginkannya?"

"Ya, sangat."

"Percayalah padaku, seperti dahulu, seperti biasanya, dan seperti yang akan terus kau lakukan, kau harus mempercayaiku... Aku tak pernah mengecewakanmu, bukan? Kujamin, hadiahku takkan ada satu goresanpun yang akan membuatmu merasa merugi. Jika kau inginkan dia, kau bisa memilikinya, tapi kau akan mengerti... Bahwa kau layak mendapatkan lebih, lebih dari apa yang kau miliki sekarang."

Aku merenung, memikirkan tentang tawaran Tuhan dan kenyataan yang sedang kualami. "Kau akan melihat..." Bisik Tuhan padaku. "Aku ingin memilih yang ini saja, Tuhan. Yang nyata dihadapanku, yang jelas kusentuh dan bisa kurasakan kehadirannya."

"Baiklah..." Tuhan tersenyum padaku, kutahu Tuhan kecewa atas pilihanku, tapi aku hanyalah manusia, seperti Adam yang tak mampu menahan keinginannya untuk mencicipi buah Tin. Dan Tuhan adalah zat yang sangat menyayangiku, mengagumiku kehadiranku namun dia menyembunyikannya dibalik kebijaksanaan, agar ciptaan-Nya yang lain tak beriri hati padaku. Tak lama kemudian, aku datang pada Tuhan dengan air mata membasahi pipiku, hati yang terluka dan harapan yang kandas. Bagiku surga yang kemarin kurasakan berubah menjadi padang tandus dan aku kehausan mencari penyejuk jiwaku. Tuhan memelukku, air matakupun semakin berderai, dan dia menyesal telah membiarkanku memilih, jadi dia mulai memarahiku.

"Kubilang apa, tunggulah. Apakah rasa cintamu padaku telah hilang hingga kau membiarkan dirimu sendiri terluka sejauh ini? Apakah hanya dia yang pantas mendapatkan cintamu?"

"Kau selalu pantas, Tuhan. Maafkan aku." Tuhan membelai lembut kepalaku dengan tangannya yang hangat dan menghapus air mataku.

Sejak saat itu, aku mulai berjalan-jalan lagi di surga, ditemani Tuhan yang baik disisiku, tak ada lagi yang akan mengangguku karena aku sudah memutuskan untuk menunggu lebih lama lagi. Kemudian Tuhan mulai mengejekku dan mengajakku berpuisi kembali, akupun memulainya dengan sebuah pelajaran berharga kemarin... "Aku datang kepadamu dengan lagu-lagu indah yang kutulis sendiri, kubernyanyi untukmu, sayangnya kau tak mengerti arti lagu-lagu itu, maka aku mengembalikan hatiku ke surga, agar Tuhan menjaganya hingga ada seseorang yang dapat mengerti lagu-lagu yang kunyanyikan itu..."

Dan Tuhan mengubah padang tandus itu menjadi surga lagi untukku, Terimakasih Tuhan.


[diinsipirasi oleh kata-kataku, "Aku mencintaimu, tapi hanya setengah. Mengapa? Karena aku membutuhkan setengahnya lagi untuk bangkit jika kau meninggalkanku."]

28 Agustus 2010

beasiswa

aku tergila-gila pada kata yang satu itu. Seolah semua pusat kehidupanku berada didalamnya. Karena aku mengagungkannya, men-Tuhan-kan kesempatan emas itu dalam hatiku. Tak ada lagi yang bisa menaikan kehormatanku di depan mata kedua orang tuaku kecuali beasiswa, meskipun sebenarnya mereka bangga padaku atas apa yang telah kulakukan dan menerima semua kegagalanku, tapi aku perfeksionis! aku idealis! dan aku muda! maka aku takkan mau terendahkan dengan sebuah kata kegagalan tanpa menaikan lagi kehormatanku.

aku tak pernah berhenti mengejar sesuatu, selalu kukejar, tak peduli orang berkata apa padaku, tak peduli bagaimana semua orang mencemoohkanku, aku bisa jadi tuli, bisu, buta ketika aku sedang mengejar si pusat kehidupanku. Tuhan tahu betapa kerasnya usahaku, Tuhan juga tau bagaimana caraku melakukannya dan seberapa tebal semangatku untuk menggapainya.

Aku berhenti mengejar ketika aku berhadapan dengan Tuhan, bukan Manusia. Ketika Tuhan berkata, "Sudah cukup sampai disini...", dan dia menaikan kehormatanku satu derajat dari keterpurukanku kemarin. Aku tak pernah peduli apa kata makhluk bernama Manusia. Ayahku, Ibuku, tahu ketika aku mulai berlari mengejar sesuatu, takkan kulepaskan hingga kudapatkan, takkan berhenti hingga kuraih dan takkan kuabaikan hingga kucapai.

Kemarin, Manusia telah menghentikan langkahku. Aku dibuatnya tak berdaya ketika dia berkata, "TIDAK", sebuah penolakan untukku. Aku ingin sekali memaksanya, menyikutnya hingga dia mau memberikan apa yang kuinginkan. Aku kecewa! Tak ada yang tahu seberapa dalam rasa gagalku hingga mereka mendengar tangisku, tak juga mereka tahu betapa malunya aku hingga mendengar jeritanku.

Aku hanya ingin mencoba. Anggap saja aku anak kecil yang bandel, tak akan berhenti memanjat pohon sebelum aku terjatuh, dan aku siap dengan segala kemungkinan, kaki patah, gegar otak, bahkan kematian sekalipun. Dan resiko itu juga yang siap kuhadapi saat aku meminta ijin untuk meraih sebuah beasiswa pada Manusia-manusia itu. Mereka tak ijinkan aku memanjat, mereka bahkan tak memperbolehkanku melihat setinggi apa pohon itu, mereka seolah menyembunyikan pohon itu dan ketika aku mencoba mengintip, pohon itu sudah mereka tebang dan aku tak bisa berkata apa-apa/

Mengapa Manusia itu tak bisa menganggapku sebagai anak kecil yang penuh rasa ingin tahu? Aku memang bukan dari golongan keluarga miskin yang untuk makanpun sulit, tapi terkadang makanpun sulit, aku mengejar beasiswa bukan untuk uangnya, tapi namanya. Aku tak peduli meskipun aku harus gagal, karena saat aku gagal, Tuhan-lah yang bicara padaku tentang kegagalan itu, bukan Manusia.

Mengapa makhluk bernama Manusia itu hanya bisa menghentikan mimpi seseorang? Mengapa makhluk bernama Manusia itu berlaku seolah tak ada Tuhan di dunia ini?

Ketika kesempatan itu berlalu di hadapanku, aku tak tahu lagi kapan aku harus menunggu kesempatan itu datang lagi... semester depan? entahlah...

Yang jelas, dalam dadaku sini, terukir sebuah rasa kecewa yang mendalam. Aku merasa sangat sakit dan penuh sesak. Mengapa Manusia begitu jahat padaku?

Mengapa menghentikan mimpiku? Aku tak bermasalah meskipun harus berkubang air mata karena mimpiku yang takkan terwujud, karena aku sudah cukup puas ketika bisa mempercayai mimpiku, bukan hanya percaya dan memimpikan, tapi percaya dan melakukannya. Mengapa Manusia itu berlaku seolah tak punya mimpi?



26 agustus 2010

untuk 'mantan' temanku

aku duduk sendirian mendengarkan lagu sindentosca yang berjudul kepompong dan aku sedikit demi sedikit aku mulai mendendangkannya. Setiap kali aku mendengar lagu itu, aku tak mengingat siapa-siapa lagi kecuali KAU!
aku tak ingat kebaikanmu, karena aku tak berhutang padamu dan kau tak berhutang apapun padaku. Aku juga tak ingat masa-masa indah kita, karena semua berlalu dengan baik-baik saja dan bagiku semuanya indah.

aku mengenalmu tak lama, baru saja beberapa persen dari seluruh kumpulan nafas yang kuhembuskan. Aku juga tak mengetahui apa-apa tentangmu, tapi aku selalu memperhatikanmu, bahkan aku bisa bertaruh, aku lebih mengenalmu dibandingkan dengan dirimu sendiri.
aku melihat kau berlenggak-lenggok diatas bumi ini, begitu cantik dengan kesolehanmu, tapi yang kulihat adalah seorang makhluk yang penuh dengan kesendirian dan takut ditinggalkan. Aku tak mengerti mengapa aku selalu memperhatikanmu padahal kau sering sekali mengacuhkanku bahkan tak menganggapku ada.

Aku adalah orang yang pertama, yang selalu tahu apakah kau mengambil seluruh mata kuliahmu atau tidak. Aku juga orang yang selalu bertanya, apakah kau telah menyelesaikan tugasmu atau belum. Aku juga yang memikirkan bagaimana nasibmu yang harus bergelimang kemewahan sedangkan kau kutahu takkan bisa menggapainya.
Aku selalu menyesalkan setiap kali kau tak mengambil seluruh mata kuliahmu semester ini, aku tak mengerti jalan pikiranmu, tapi aku tahu dimana kelemahanmu, aku tahu mengapa kau tak bisa mengambil semua mata kuliah itu. Dan aku adalah orang yang pertama menyesal sebelum orang tuamu, aku yakin itu.
Aku selalu mempertanyakan sikap cuekmu pada semua tugas yang diberikan dosen, aku bukannya ingin menjadi malaikat penolongmu, tapi untuk pertemanan kita, untuk kebersamaan kita yang dulu, kau bisa mulai menatapku dan meminta bantuanku, didunia ini, aku hanya ingin bermanfaat bagi orang lain, dan aku tahu aku bisa, tapi aku tak bisa melakukannya jika kau tak ingin memanfaatkanku...
Aku selalu memperhatikan ekspresimu ketika teman-teman barumu memamerkan barang baru padamu, kuperhatikan ujung matamu yang berair, bibirmu yang bergetar, aku tahu apa yang kau pikirkan saat itu.

aku mungkin bukanlah lagi teman yang baik untukmu, mungkin karena aku tak bisa menahan emosiku ketika kudengar kau gagal mengambil seluruh mata kuliah di semester ini, aku begitu kesal! karena aku belum pernah berteman dengan orang-orang yang bodoh, aku selalu memiliki teman yang jenius, sepasang pundak yang bisa kupegang saat aku akan jatuh dan sepasang tangan yang akan menghardik kesalahan-kesalahanku, tapi kau? kau membiarkan dirimu sendiri terjatuh dalam lubang kesengsaraan hidupmu sendiri.
Aku disini, dengan kepintaran yang kumakan sendiri, dengan pengetahuan yang kupendam sendiri dan seluruh kemampuan yang tak pernah bisa kusalurkan, aku menyesali tak mampu membantumu...
aku ingin berlari, mengguncang tubuhmu, membangunkanmu dari keterpurukan, tapi kau terus membiarkan dirimu terjatuh di dalamnya.

Aku ingat ketika kita awal bertemu, kita berjanji untuk lulus bersama, memakai toga di bulan Maret tahun 2012 bersama, saling mendoakan untuk kelulusan skripsi yang bahkan belum terpikirkan judulnya... jika begini, bagaimana semua janji kita akan terpenuhi?
Aku tak berkata dengan sombong bahwa aku akan lulus lebih dulu daripadamu, aku hanya khawatir, bagaimana jika kita tak dapat lulus bersama-sama? bukankah kita berteman?

Bagimu, mungkin aku hanya mantan yang tak usah kau ingat lagi. Semua candaan kita dulu, semua kenangan kita, mungkin hanya melintas diotakmu sebagai mimpi yang tak pernah terjadi...

Aku, begitu memperhatikanmu, kawan...
aku tak pernah ingin meninggalkan satu kawanku pun di belakang, semuanya kurangkul, semuanya kubawa menuju masa depan bersamaku, bersama-sama...
aku menyayangimu, kawan...
bahkan kuyakin kekasihmu yang kau puja itu tak mampu menyayangimu dan memperhatikanmu seperti aku...

Kemarin, untuk memanggil namamu saja aku seperti orang asing dan kau menjawabku seperti kau menyahut orang asing...
hatiku begitu terluka, melihat kau seperti itu, melihat kau sekarang dan membayangkan kau dimasa depan...

aku hanya dapat berdoa untukmu, untuk kesuksesanmu, untuk kebahagiaanmu...



26 Agustus 2010

the technicolor phase lyrics by owl city

I am the red in the rose, the flowers
on the blankets on your bedroom floor.
And I am the gray in the ghost that hides
with your clothes behind your closet door.

I am the green in the grass that bends back
from underneath your feet.
And I am the blue in your back alley view
where the horizon and the rooftops meet.

If you cut me I suppose I would bleed the colors
of the evening stars.
You can go anywhere you wish cause I'll be there, wherever you are.
(wherever you are) 2x

(I will always be your keys
when we are lost in the technicolor phase)

The black in the book
the letters on the pages that you memorize.
And I am the orange in the overcast
of color that you visualize.

I am the white in the walls that soak up
all the sound when you cannot sleep.
And I am the peach in the starfish on the beach
that wish the harbor wasn't quite so deep.

If you cut me I suppose I would bleed the colors
of the evening stars. (my darling)
You can go anywhere you wish cause I'll be there, wherever you are. (my darling)

(wherever you are) 3x

kata bebas

aku iri melihatmu, bukan karena fisikmu, bukan karena kepandaianmu. Tapi aku iri karena kau bisa berkata sesuai dengan apa yang ingin kau pikirkan. Aku merasa diriku malang, karena setiap kali aku ingin bicara, aku lebih banyak meredamnya, menahannya dalam dadaku dan mencerna kata-kata itu menjadi kata-kata manis yang seolah menyejukan hati padahal aku menjerit kesakitan karenanya.
Aku menutup mataku, membayangkan kau duduk diatas rerumputan di sebuah padang rumput, hanya ada kau, kopi, kertas-kertas dan tulisanmu, menatap langit yang teduh setiap hari dan kau dengan asyik menceritakan apa yang kau rasakan tanpa harus takut pada apapun. Aku iri padamu, mengapa Tuhan tak berikan keberanian seperti yang dia berikan padamu?
Apakah karena aku adalah seorang perempuan, maka aku harus menahan diriku untuk berkata-kata? Apakah karena aku bukan ahli menguntai kata sehingga aku harus berhati-hati dalam menggunakan kata?

Aku iri membaca semua tulisanmu, aku iri membaca kata-kata hitam diatas putih itu, itu hatimu, kau mencetak otakmu didalamnya, semua perasaanmu kau tuangkan di kata-kata itu, dan saat membacanya, aku merasa iri sekali...
aku tak perlu membayangkan apa diriku dalam imajinasiku, karena didunia nyatapun aku bukan siapa-siapa. Aku tak bisa sepertimu, aku tak bisa menjadi penyair bebas yang berkelana kepenjuru dunia. Kakiku terantai dan di bahuku dijejalkan ribuan ton beban, hingga aku tak sanggup bernafas dan berlari kearah yang kuinginkan. Jadi ya aku diam saja disini, tetap menulis dan menceritakan apa yang kurasakan dengan kata yang kuhaluskan jutaan kali sebelum akhirnya ada seseorang yang membacanya.

Aku ingin menjadi warna biru di langit yang mencerahkannya, menceritakan betapa birunya langit, jikapun aku tak bisa menjadi si langit, tapi perbolehkan aku menjadi warna biru diatas buku gambar yang melambangkan apa yang langit beritakan. Aku ingin menjadi warna merah di darah yang tertumpah, jika aku tak bisa menjadi si pencerita darah tertumpah dengan dendamnya, biarkan aku menjadi sebuah foto terabadikan selamanya yang akan terus bercerita tentang kekejaman yang tersirat didalamnya. Aku ingin menjadi semua hal yang bisa terus bercerita, aku ingin menjadi apapun yang bisa menceritakan...
tapi mengapa aku tak bisa? mengapa aku hanya menjadi sinar senter yang menunjukan warna biru di sebuah buku gambar dalam gelap? mengapa aku hanya bisa menjadi judul sebuah berita pertumpahan darah?

aku iri padamu... mengapa saat kau bercerita, semua orang mendengarkanmu padahal kau menggunakan kata-kata yang begitu kasar?
aku iri padamu... ajari aku, bagaimana caranya untuk didengar? bagaimana caranya menjadi bebas? bagaimana mencetak kata-kata yang kusuka?



23 agustus 2010

manfaat teh Kombucha

Memang, Allah SWT tidak pernah menciptakan sesuatu sia-sia. Bahkan jamurpun, yang biasanya hidup diatas kotoran, mengandung manfaat bagi manusia. Termasuk untuk dikonsumsi sebagai obat. Jamur teh misalnya. Kombucha (cairan jamur teh) adalah salah satu probiotik yang mulai populer pada tahun 2002. Baik di negara-negara Asia seperti Indonesia, Malaysia dan China, maupun di negara-negara Eropa dan Amerika.

Ia dikenal di berbagai negara dengan nama lain : Tea fungus, Fungus japanicas, Fungajapon, Indo-Japanese tea fungus, Cembuya orientalis, Combuchu, Tschambucco, Volga spring, Mo-Gu, Champignon de longue vie, Tea Kvas, Teakwass, Kwassan, Kargasok Tea, Kocha kinoko, Manchurian mushroom tea.

Focus, majalah mingguan jerman, dalam edisi nomor 34/21 Agustus 1995 menyebutkan sejumlah selebritis dunia penggemar kombucha. Diantara adanya adalah artis Daryl Hannah, Linda Evans, Madonna, sutradara Oliver Stone, dan mantan presiden AS Ronald Reagan.

Prof B. Lindner (1917-1918) melaporkan bahwa jamur ini kebanyakan digunakan sebagai pengatur (regulator) atau untuk penyembuh aktivitas organ pencernaan yang kurang baik jalannya. Demikian juga halnya dengan pembengkakan disekitar dubur atau anus dapat disembuhkan, seperti wasir atau ambeien.

Majalah The American Raum & Zeit yang terbit di Munt Vernon, Amerika, dalam edisi nomor 5 volume 2/1991, halaman 51-56 memaparkan bahwa minuman ini efektif untuk kegiatan perut serta usus, khususnya pada bagian pembuangan. professor S. Bazarewski dalam suatu laporan di "Correspondence for the Association of Nature Researchers in Riga" (1915), mengatakan bahwa sebagian penduduk Latvia di Provinsi Rusia Baltic, yaitu di Livland dan Kurland, mempunyai obat tradisional yang bernama "Brinum Ssene" yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "Jamur Ajaib". Penduduk Latvia menggambarkan jamur ini sebagai "Suatu kekuatan yang ajaib untuk berbagai macam penyakit". Beberapa orang penduduk yang ditanyai oleh Bazarewski menyatakan bahwa jamur ini bisa menyembuhkan pusing kepala, bahkan sangat berguna untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Sumber : Halalguide.info

.::debu::.

aku adalah debu...
diatas kaca yang setiap hari mengagumimu...
aku selalu takut kau menghapusku dari pandanganmu...
karena aku tak ingin kau melupakanku,
karena aku ingin terus berada didekatmu dan mengagumimu...

aku mengagumimu, mencintaimu dengan segala kelemahan yang ada dalam diriku. Tak pernah jemu mataku menatapmu, memujimu, men-Tuhankanmu dalam hatiku. Aku dibuat lupa dengan siapa diriku dan apa diriku ketika aku berhadapan denganmu. Kau membiusku dengan hembusan nafas lembutmu dan senyum manis itu.
tak ada lagi yang kutakutkan didunia ini selain kehilanganmu. Tak ada lagi yang penting didunia ini selain dirimu. Dan aku tak tahu lagi arah tujuan hidupku selain bersamamu. Aku bisa berdiri mematung berjam-jam hanya untuk menatapmu dari kejauhan. Atau aku juga bisa menunggumu ribuan tahun lamanya agar kau menyadari kehadiranku, tak masalah bagiku.
aku mengagumi karya Tuhan yang satu ini, Dia membuatmu dari bongkahan batuan terindah, memahatmu dengan penuh rasa kasih, disetiap lekukannya, Dia berikan kesan kelembutan. Dimatamu, Dia berikan sepasang batu permata yang akan terlihat bersinar diterpa cahaya, takkan redup oleh bayangan dan takkan terlupa oleh masa.
aku berdoa setiap hari untuk keberuntunganku, agar akhirnya kau menyadari kehadiranku, agar akhirnya kau mengerti arti diriku untukmu. Sudah berapa lama aku menunggu keajaiban itu datang? Entahlah... siang malam bagiku sama saja, mataku terpejam atau tertutup pun aku tetap bisa melihatmu dengan jelas.

tapi aku hanyalah debu...
kotoran di kilauan indah matamu...
dan saat kau menyadari kehadiranku, kau menepisku jauh dari matamu, membuangku jauh dari kilauan yang selama ini membutakan mataku. Dan aku tersadar kembali, siapa aku dan apa diriku ini. Ketika harapanku terjatuh, disingkirkan oleh tanganmu sendiri, aku sadar... doaku sudah terwujud, kau menyadari kehadiranku, kau mengerti arti diriku untukmu...
aku beranjak, diterpa angin dan meninggalkanmu seorang diri seperti sebelumnya. Aku tahu, waktu akan mengubah segalanya, juga luka dalam hatiku. Jadi dengan senyum yang masih tersisa, aku mengikuti angin, melupakan yang kemarin terjadi.
Meskipun hari ini, langit terlihat mendung dimanapun, hujan terasa dipelupuk mataku, dimanapun aku berada... esok, entah esok yang kapan, pasti langit akan cerah lagi dan matahari akan bersinar dengan hangat untukku. Karena debu ini tak hidup dalam kelembaban, tapi dalam kekeringan, jadi air mata itu nantinya akan surut dan mengering.
Aku percaya...



21 Agustus 2010

"Kejujuran yang kutertawakan"

"Bagaimana kita bisa hidup didunia ini jika kejujuran itu ditertawakan?"
-Botchan-
Siang itu, seorang anak menghampiriku. Mukanya lesu dan bibirnya pucat. Dia berdiri dihadapanku dan dengan suara setengah berbisik, dia bicara padaku, "Teh, hari ini saya ga puasa soalnya saya lagi sakit, boleh ga kalo saya minum obat?""Ya boleh aja, sok sana minum obatnya..." Kataku. Kemudian anak itu berterimakasih padaku dan pergi. Tak lama kemudian, aku melihatnya menelan beberapa butir obat dan meneguk air di botol.
Saat aku sedang diam dan memperhatikannya dari kejauhan, aku justru mulai menertawakan kejujuran anak tadi. Untuk apa dia mengaku padaku bahwa dia sedang tak berpuasa dan meminta ijinku untuk meminum obat? Apakah karena aku seniornya maka dia merasa lebih takut padaku daripada takut pada Tuhan?Perutku serasa digelitiki oleh ribuan tangan jahil dan aku mulai tertawa sambil menghela nafas panjang. Mengapa aku harus menertawakan kejujuran anak tadi? Bukankah aku sama saja seperti orang-orang yang juga menertawakan kejujuran anak tadi padaku?Aku kemudian berpikir, mungkin saja kejujuranku itu dianggap sesuatu yang bodoh, keterlaluan polosnya dan kemudian aku semakin ditertawakan ketika aku mengulangi kejujuranku itu tanpa rasa bersalah. Mungkin saja orang-orang itu mengecapku sebagai orang yang tak tahu diri, kemudian rasa geli mereka berubah menjadi rasa benci.Tapi untuk anak tadi, aku tak sedikitpun merasa benci, aku justru sangat menghargai kejujurannya, aku merasa sedikit berbangga hati ternyata dia lebih takut padaku daripada Tuhannya.... hahahaha...
"Makasih teh." Kata anak itu saat berpapasan denganku lagi. Aku tak lupa untuk menanyakan keadaannya dan mengecek kesehatannya setiap kali aku mengingat kejadian tadi.
Entah apa yang akan dipikirkan orang-orang ketika menghadapi situasi yang kualami kemarin. Yang jelas, aku takkan menertawakan anak itu, aku justru malu pada diriku sendiri jika menertawakan sebuah kejujuran.Anak itu mengingatkanku pada rasa sungkan, yang terkadang orang lain lupakan karena merasa dirinya paling benar. Anak itu juga mengingatkanku pada masa kanak-kanakku dulu, karena dulu akupun lebih takut pada ibuku daripada pada Tuhanku untuk membatalkan puasaku.Jadi aku mulai menertawakan diriku sendiri, karena telah melupakan kejujuran yang dulu kulakukan.Aku ingat, dulu temanku selalu merengek, "Aduh lapar... lapar... lapar...", padahal dulu aku sudah kelas 3 SMP, saat itu semuanya terasa lucu dan seolah menyemangati agar aku tak membatalkan puasaku, tapi sekarang, mungkin saja ketika aku berteriak LAPAR saat jam 1 siang, semua orang akan mulai mencibirku.
Mengapa kejujuran itu harus ditertawakan? Aku akan mulai menghargai setiap kejujuran, dan bukan menertawakannya...
dari 16 agustus 2010ditulis 19 agustus 2010

-Renungan Sahur-

Setiap tahun, setiap Ramadhan, aku selalu sahur di rumah, tak pernah sekalipun terlewat tanpa sahur bersama keluargaku di rumah, di atas meja makan yang sudah ada bahkan sebelum ibuku lahir. Selalu makan masakan ibuku dan selalu berbicara panjang lebar tentang mimpiku tadi malam, mimpi adikku, film tadi malam atau bahkan mengulang kejadian lucu di saat taraweh bersama. Selalu seperti itu, tak pernah kulewatkan seharipun tanpa itu.

Hingga akhirnya 17 agustus 2010 adalah sahur pertamaku di luar rumah, langkahku begitu berat ketika aku harus menyusuri jalan raya di jatinangor yang sepi bersama 2 adik kelasku. Saat kami memasuki sebuah rumah makan, aku melihat makanan yang tersedia disana, tak ada yang menarik untuk kumakan, sempat aku berpikir untuk sahur hanya dengan biskuit dan air putih, tapi kuurungkan niatku karena hari itu adalah hari besar, akan menjadi hari yang panjang di sejarah bulan ramadhanku. Akhirnya aku menjatuhkan pilihan di soto lobak dan telur balado, karena tak ada makanan lain yang menggugah seleraku.

Konsentrasi pemilihan makananku teralihkan ketika ada seorang anak laki-laki dengan rambut acak-acakan, celana pendek dan baju kusut memasuki rumah makan itu, masih sambil menguap dan menggaruki kepalanya. "Bu, yang biasa yah." Katanya.

Dia kemudian berdiri, mengambil piring, sendok dan nasinya, menambahkan beberapa teman nasi kemudian mulai duduk dikursi. Dia mulai melahap makanannya, aku terus memperhatikan anak laki-laki itu sambil melahap makananku, kemudian dia berhenti makan, menelan nasi di mulutnya yang kukira masih belum halus dan mengambil minum, saat kulihat dia meneguk air di gelasnya, matanya sedikit berkaca-kaca.

Terbersit dipikiranku; oh, jadi inikah kehidupan anak kost yang terpisah berpuluh-puluh kilometer dari rumah dan orang tuanya? bahkan aku, yang baru pertama kali meninggalkan sahur pertama bersama keluargaku, ada rasa mengganjal di tenggorokanku, rasa rindu yang padahal baru kemarin sore aku bertemu dengan ibu dan adik-adikku...

Anak laki-laki itu menatapku, tersenyum kemudian menghabiskan makanannya sambil menunduk. Aku ingat saat pertama kali mengambil nasi dari bakul di rumah makan ini, aku memaki nasi yang terasa keras ini, sayur yang tak hangat, telur yang rasanya tak karuan, bahkan aku juga mencaci piring dan sendok yang berbau aneh, tak lupa juga aku mencibir tempat yang kumasuki ini. Sejenak aku malu pada diriku sendiri, aku hanya berada disini untuk 2 hari, tapi anak laki-laki tadi? mungkin saja dia akan berada di tempat ini untuk sahur hingga 4 atau 5 tahun ke depan.

Aku merasa beruntung karena hanya terpisah 2 hari dari rumah, aku beruntung hanya 2 hari makan sahur tak bersama keluargaku, aku beruntung juga setiap ramadhan selalu makan masakan ibuku.

Anak laki-laki itu keluar dari rumah makan itu sambil mengucapkan terimakasih pada si ibu pemilik rumah makan, kulihat makanan di piringnya habis tak bersisa, padahal dia mengambil menu yang sama denganku, bagiku rasa makanan ini pahit, tapi dia menghabiskannya seolah makanan ini adalah makanan paling enak sedunia.

Aku diterpa rasa malu yang semakin membuatku sadar, bahwa aku harus lebih banyak bersyukur dengan apa yang kumiliki saat ini, bahwa menempuh perjalanan 30 km setiap pagi dan sore untuk pergi kuliah dan pulang ke rumah lebih baik daripada terpisah 30 km tanpa merasakan sahur dan buka bersama keluargaku. Aku harus mengingat kejadian ini selamanya...



Dihari kedua sahurku, aku memakan makanan sahurku tanpa banyak bicara, meskipun biasanya setiap sahur aku selalu memakan makanan berkuah, meskipun kali ini tidak, aku bersyukur, karena ini adalah sahur terakhir, karena buka puasa nanti aku akan berada dirumah, merasakan kebersamaan dengan orang tuaku lagi, karena sahur besokpun aku akan makan makanan yang dimasak oleh ibuku, diatas meja makan yang bahkan lebih tua dari usia ibuku. Dan tentu saja aku akan bercerita tentang pengalaman yang kualami hari itu pada keluargaku.

Aku belajar sangat banyak ketika aku jauh dari keluargaku, aku kadang lupa betapa berharganya mereka saat aku selalu berada didekat mereka...

Aku beruntung dan aku akan mulai banyak bersyukur...



20 agustus 2010

-ketika hatiku jauh terluka dan kau mengobatinya-


Aku bersedih karena kukira dia tak menyayangiku,
karena kukira dia menjauhkanku dari kebahagiaan yang bisa kuraih,
karena kukira dia selalu menjadikanku si angka 1 yang mandiri...

tapi aku salah...

Aku menyadari,
betapa dia menyayangiku, hingga dia selalu menghindarkan semua masalah yang datang padaku...
betapa dia menyayangiku, hingga dia selalu mengganti semua tangisanku menjadi senyuman indah...
betapa dia menyayangiku, hingga dia dengan penuh kasih sayangnya selalu memberitahukanku sebuah kebenaran meskipun aku harus bersedih untuk menerima kenyataan yang dia berikan...

dia yang selalu mengingatku setiap detik, meskipun aku sering melupakannya...
dia yang selalu menjagaku dalam diamnya karena sibuknya aku untuk berbicara...
dia yang selalu menatapku dengan penuh kasih setiap kali aku melakukan kesalahan...

aku berterimakasih, Ya Allah...
karena kau membuka mataku yang selama ini kupejamkan...
kau memperlihatkan jalan berduri yang sedang kutempuh ini, karena kau tahu aku akan mati sebelum mencapai akhir jalan ini...
karena kau akhirnya menyadarkanku bahwa yang kulihat diujung jalan itu bukan cahaya menuju kebahagiaan, karena cahaya itu semu dan aku takkan bisa meraihnya, karena kau telah menyiapkan sebuah kebahagiaan dijalan yang sebelumnya kususuri...

aku kemudian berlari kembali ke jalan yang tengah kutelusuri itu...
awalnya dengan tangisan karena aku begitu sedih menatap kenyataan,
tapi kemudian kau membantuku menghapus air mataku,
kau memperlihatkan cahaya yang berada sepanjang jalan yang kutelusuri ini,
dan aku akhirnya bisa kembali tersenyum seperti semula...

terimakasih ya Allah untuk semua pertolonganmu...

terkadang aku lupa bagaimana cara terbaik untuk berterimakasih kepadamu...



19 agustus 2010
-ketika hatiku jauh terluka dan kau mengobatinya-

Ga ada lagi

aku akan berhenti mengasihani diriku sendiri, karena aku akan mulai menghukum setiap kesalahan yang kubuat dengan hukuman yang setimpal. Aku takkan lagi dengan mudah memaafkan diriku sendiri atas perbuatan yang kulakukan, atas kata yang kuucapkan dan setiap makna yang tersirat. Aku akan bertindak keras, hingga apa yang kupikirkan adalah apa yang kukatakan, apa yang kukatakan adalah apa yang ingin kusampaikan dan apa yang ingin kusampaikan adalah apa yang benar-benar ingin kusampaikan dan apa yang kusampaikan adalah apa yang tersirat di benak lawan bicaraku.

aku akan bicara tentang AKU, AKU, AKU dan semua orang akan berkata, YA KAMU! aku takkan lagi bicara banyak tentang apa yang ingin kusampaikan, aku akan mulai banyak menulis lagi.
aku akan melupakan semua kebaikan yang telah kulakukan dan aku akan terus melakukan lebih banyak kebaikan untuk kulupakan lagi.
aku juga akan menjadi seseorang yang berada dipojokan, memperhatikan dunia dibalik semua diamku lagi. Aku juga akan melupakan rasa menjadi bintang yang bersinar dan menyinari, aku akan mulai mengingat menjadi bayangan dalam gelap.

mulai sekarang, aku akan lebih banyak memaafkan, memaafkan dengan hati ikhlas dan membiarkan semua yang terjadi menjadi kenyataan. Aku akan berhenti menyangkal dan mulai menerima. Aku juga akan berhenti mengeluh dan mulai mensyukuri apa yang telah kumiliki. Aku akan berhenti menangis dan menggantinya dengan senyum.

aku takkan merubah haluan hidupku seperti kemarin, terjebak disebuah pilihan hingga Tuhan yang baik membuka mataku dan mengembalikanku ke jalan hidupku yang sebenarnya. Aku akan terus berjalan di jalanku, aku akan melupakan ribuan mil perjalanan yang telah kutempuh kemarin karena sebentar lagi aku akan sampai di tujuanku yang sebenarnya. Aku akan lebih banyak menghargai apa yang telah Tuhan berikan kepadaku, karena mungkin saja lain kali ketika aku merubah haluan hidupku, Tuhan tak mengembalikanku lagi, maka aku akan lebih berhati-hati.

dan aku akan terus berdoa, agar aku tak lagi menemui fatamorgana lain dalam hidupku sebelum aku mencapai daratan yang akan kutuju itu. Semoga tuhan setuju ketika aku bertekad, "GA ADA LAGI".




19 agustus 2010

makna 17 agustus

---beberapa hari sebelum 17 agustus, aku mendapat sebuah pesan yang isinya adalah pemberitahuan untuk adanya rapat organisasi pada tanggal 17 agustus, aku mengerutkan keningku, bukankah 17 agustus itu harusnya diperingati dengan mengikuti upacara bendera atau menonton pengibaran bendera? seperti itulah pemikiranku, mungkin karena sejak dulu, setiap tahunnya aku pasti melihat pengibaran tanggal 17 agustus, mengikutinya atau menjadi pasukan pengibarnya pada tahun 2006.
Saat itu aku memberitahukan keabsenanku untuk rapat itu, orang yang mengirimi pesan itu kemudian membalas, memberitahukanku bahwa rapat akan terjadi sore hari, aku lagi-lagi mengerutkan keningku, bagaimana mungkin akan ada rapat sore hari ketika bendera merah putih itu diturunkan? kemudian aku tercengang saat si pengirim pesan berkata, "Emangnya wajib yah ikut acara pengibaran sama penurunan?"
Aku memaklumi basic organisasinya yang bukan berasal dari paskibra, tapi bukankah dia adalah bangsa Indonesia juga? Bagaimana sebuah bangsa akan maju jika salah satu pasukan mudanya ga bisa ngehargain makna dari 17 agustus? Jangan memikirkan tingkat korupsi tahun ini, jangan juga berpikir tentang krisis ekonomi di negara ini, jangan terus memikirkan si teroris yang berkeliaran di negeri ini... hari ini, 17 agustus, dan hari ini adalah hari mengenang 65 tahun lalu Indonesia dengan tertatih mengumbarakan kemerdekaannya...
Aku tak begitu peduli tentang krisis ekonomi yang terjadi sekarang, aku juga tak peduli dengan para koruptor yang tak tahu diri itu, dan terlebih lagi aku tak peduli dengan teroris yang suka cari perhatian itu. Semua itu tak mengurangi rasa banggaku pada Indonesia, karena bagiku, yang salah bukanlah sebuah negara, tapi orang-orang di dalam negara itu...
Seharusnya semua orang bisa merubah kata, "Indonesia mah banyak koruptor!" menjadi "Orang Indonesia mah banyak yang jadi koruptor", jangan terus menyalahkan sebuah negara, menjadikan sebuah nama menjadi tumbal segala kesalahan.
Menurutku, begitu percuma seseorang taat pada agama yang dianutnya tapi dia tak bisa menciptakan kecintaan pada tanah yang dipijaknya, langit yang menaungi kepalanya, hujan yang dia minum airnya dan makanan yang dia makan dari tanah Indonesia.
Aku hanyalah satu dari ribuan orang yang masih memikirkan tentang makna 17 agustus, aku hanya ingin meracuni pikiran pembaca, dengan mengingatkan kembali tentang simbol kemerdekaan kita, lagu Indonesia Raya, bendera Sang Saka Merah Putih, Pengibaran di tanggal 17 Agustus dan Pasukan Pengibar Bendera...
"Memangnya wajib yah ikutan acara pengibaran sama penurunan?"
Wajib, itulah jawabku. Dan untuk apa negara menjadikan 17 Agustus menjadi tanggal merah jika masih saja ada orang yang membuat acara sendiri di tanggal itu, terlebih lagi aku kecewa ketika organisasi yang mengajakku untuk ikut rapat itu adalah organisasi perkumpulan mahasiswa tingkat nasional, mahasiswanya aja udah ga peduli sama makna ulang tahun negaranya sendiri, ngapain pake acara ngedemo ketika ada kebijakan baru untuk negara? bukankah anda saja sudah tidak peduli???


luckythaocta, 18 agustus 2010
untuk Indonesia...

punggung tangan


aku adalah sisi tangan terbuka, terlentang dengan kejujuran dan harapannya
kau adalah sisi tangan tertutup, satu sisi lain dari diriku sendiri
aku merasa sangat memilikimu,
sangat mengenalmu,
seolah setiap celah kecil darimu itu selalu kutahu,
padahal aku tak mengenal apapun...

karena aku mengenalmu seperti saat tanganku ini kumiringkan,
aku hanya melihat sedikit dari seluruh punggung tanganku itu,
sisi yang kulihat ini, kau perlihatkan, kau buat seolah kau sama sepertiku,
penuh kejujuran dan dengan harapanmu ingin menggapaiku...

tapi aku salah,
kau adalah sisi punggung tangan, yang tertutup, yang penuh dengan bayangan,
yang menyimpan sejuta kebohongan dan kebusukan...

ketika aku melihat seluruh sisi punggung tanganku ini, aku baru tahu...
aku akan kehilangan seorang teman,
aku harap kau tahu, bahwa aku begitu sulit untuk memaafkan,
karena aku sudah terlalu jauh berpikir bahwa kau adalah bagian dari diriku...

semua ini persis seperti novel yang kubaca beberapa waktu lalu,
ketika semua ini harus berakhir dengan air mata,
aku sangat terluka dengan kejujuranmu itu,
karena kupikir selama ini kau telah memperlihatkan semua bagian dirimu...

aku sudah banyak memaafkan dan menerimamu, banyak sekali...
hingga akhirnya semua usaha memaafkanku itu masih saja kebohongan didalam kebohongan...
kau punggung tangan yang menusukku sendiri, membuatku mati perlahan.
lagunya hampir berakhir, ceritaku ini bahkan lebih sedih daripada Romeo dan Juliet...
hingga membuat air mataku terkuras sepanjang waktu aku mengingatnya...

aku akan lebih banyak memaafkan... lebih banyak dari kemarin...
aku akan lebih banyak mengerti... lebih mengerti bahwa mungkin saja ini masih kebohongan...
aku akan lebih banyak diam dan mendengarkan... karena aku akan lebih banyak tertipu jika aku terus bicara...
aku akan lebih membahagiakan dan menyayangi diriku sendiri... karena aku tak ingin hidup dalam kebohongan... karena aku masih ingin menjadi sisi tangan yang terbuka, terlentang dengan kejujuran dan harapanku...
meskipun harus kukikis perlahan si harapanku itu...



18 agustus 2010



sariawan

JAKARTA, KOMPAS.com - Sariawan bukan diakibatkan karena kekurangan vitamin C. Penyebab sesungguhnya sangat beragam.

Ahli kesehatan mulut dari Lembaga Kedokteran Gigi (Ladokgi) TNI AL Jakarta Drg. Dyah Juniar Sp.PM meluruskan anggapan keliru soal sariawan yang disebabkan karena kekurangan vitamin C.

Menurut Dyah, kekurangan vitamin C akan menyebabkan radang gusi atau gingivitis, bukannya sariawan. Lalu apa penyebab sebenarnya dari sariawan?

Dyah menjelaskan jika penyebab sariawan sangat beragam. Mulai dari tergigit ketika makan, luka ketika menyikat gigi, alergi terhadap suatu makanan (misalnya rujak, nanas, atau cabai), atau pun adanya infeksi oleh bakteri.

“Infeksi pada saluran pencernaan pun bisa menimbulkan sariawan. Meski yang terganggu adalah sistem pencernaan, tapi terwujud di rongga mulut dalam bentuk sariawan,” sebut Dyah.

Bahkan tidak seimbangnya hormon dalam tubuh bisa menyebabkan sariawan. Misalnya ketika seorang wanita sedang menstruasi. Saat itu kondisi hormonalnya mengalami perubahan. Saat itulah sariawan bisa timbul.

“Bahkan saat ini banyak penelitian yang menunjukkan jika faktor psikologis seperti stres berlebihan bisa menyebabkan sariawan. Sebab stres akan menurunkan daya tahan tubuh. Inilah yang membuat sariawan bisa timbul,” lanjut Dyah.

Bicara mengenai daya tahan tubuh, adanya penyakit yang menyerang kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS atau leukemia bisa membuat sariawan lebih mudah muncul pada seseorang. Ini menambah variasi penyebab sesungguhnya dari sariawan.

Jadi, meski timbulnya di mulut tapi penyebab sariawan tidak selalu berasal dari mulut. Karenanya ahli medis perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mendapatkan hasil yang pasti.

“Kalau penyebab utamanya diketahui dan diobati, sariawan tidak akan muncul lagi,” imbuh Dyah.

memaafkan

aku harus melupakan rasa sakit hatiku jika aku masih ingin hidup untuk esok, aku juga harus memaafkan orang-orang yang membuat hatiku terluka karena di dunia ini semua orang pasti akan menyakiti dan disakiti, entah dengan sengaja ataupun tak sengaja.
aku tentu takkan munafik bahwa rasa pedih itu masih tertinggal di lubuk hatiku, tapi... ya sudahlah! tak ada lagi yang perlu disesalkan, nasi telah menjadi bubur, kata-kata kasar telah terucap dengan lantang, caci dan makian itu terlontar begitu jauh menancap dalam hati dan sulit menariknya... yang jelas aku akan terus memaafkan, sesulit apapun itu...
jika aku bisa memaafkan seseorang tanpa orang itu meminta maaf padaku, aku yakin bahwa aku telah dewasa dalam menangani masalah, aku pantas untuk mengemban tanggung jawab lebih tinggi lagi dan aku bisa memimpin diriku sendiri kearah yang lebih baik setiap waktunya...
aku takkan lagi mempedulikan rasa sakit yang ditimbulkan, karena waktu jugalah yang akan menghapus rasa sakit itu, membuat kita lupa dan memaafkan...

kemarin aku menangis, aku kecewa dan aku menyalahkan keadaan, tapi itu semua membuatku semakin terpuruk, membuatku tak mampu berdiri dan menatap ke depan...
aku selalu bisa berdiri lagi dari keterpurukanku, tak peduli seberapa dalam dan seberapa sulit jalannya, karena aku percaya aku adalah orang yang kuat!
jadi kali inipun, meskipun sakit, aku akan memaafkan.
aku akan melupakan.



15 agustus 2010



cerita inspiratif

Namaku Airil Prpon, aku adalahmahasiswa biasa saja dengan otak biasa saja, tak ada keahlian apapun kecualibermain biola, aku adalah pemain terbaik dari jurusan tempat aku kuliah, kesenian.

Aku memiliki seorang yang sangatkucintai, namanya Reiya Fathira, temanku di aliyah. Aku masih ingat saatpertama kali aku mengejarnya, aku berusaha sekuat tenaga agar dia bisa menerimacintaku, awalnya aku begitu pesimis karena diluar sana masih banyak yang lebihbaik daripadaku. Tapi aku seolah tak percaya ketika dia jawab, YA, ataspermintaanku. Maka sejak saat itu, aku menjadi pacarnya, menjalin untaianbenang cinta yang bersatu menjadi kain indah menaungi kami berdua.

Teman-temanku banyak yang iri padaku,karena aku bisa mendapatkan hati si cantik Reiya, bahkan aku bangga ketikaguruku bilang bahwa dia tak sudi dunia akhirat jika Reiya pacaran denganku,tapi semua itu bukan masalah karena hati kami telah menjadi satu dan takmungkin terpisahkan lagi.

Namun takdir berkata lain, akhirnyaaku dan Reiya harus terpisah jarak dan waktu ketika aku masuk kuliah dan Reiyakerja di Brunei, meskipun begitu, komunikasiku tetap berjalan dengan baik.Hubungan kami sudah berjalan tiga tahun dan aku tak sedikitpun berpikir untukmengakhirinya.

Di kuliahanku, aku mendapat banyakgosip karena kedekatanku dengan beberapa teman di kampusku, dari temansekelasku, kakak kelas hingga temanku di beda kelas. Aku tak mengerti mengapakedekatanku ini seolah menjadi rahasia publik dimata semua orang? Padahal akuhanya menikmati masa senggang bersama mereka ketika Reiya tak bisa beradadisampingku, lagipula hatiku ini cukup luas untuk menampung beberapa cintasekaligus didalamnya, untuk apa aku berkutat pada satu jika aku bisamendapatkan semuanya?

Saat Reiya tahu kedekatanku denganteman di sebelah kelasku, awalnya dia mencecarku, aku hanya bilang bahwa akudan teman yang digosipkan itu hanya berteman, dan semuanya terbukti bahwa kitahanya berteman. Aku tak tahu Reiya bisa tahu dari siapa, informannya merantaikakiku untuk melangkah ke semua tempat yang kuinginkan.

Kemudian Reiya mulai mencecarku lagiketika dia tahu bahwa aku mulai dekat dengan teman-teman wanita lain dikampusku, aku selalu memberikan pengertian kepadanya, tapi dia tak pernahmengerti. Hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang wanita yang menurutkubiasa saja dan tak ada apa-apanya, awalnya aku berpura-pura menanyakan soaltugas, kemudian aku terus ngesms dia, Reiya tahu hal ini, dia marah padaku tapisaat awal perkenalanku dengan perempuan ini, Reiya masih mendengarkankata-kataku bahwa dia hanya temanku.

Kemudian semakin lama, aku menjalinkedekatan dengan perempuan ini, lagi-lagi Reiya mencecarku, saat itu aku masihtak ingin kehilangan Reiya, aku ingin memiliki Reiya dan dekat dengan perempuanini. Masalah terselesaikan ketika aku bersikeras bilang bahwa si perempuan inihanyalah TEMAN BIASA.

Perempuan ini berada di fakultas yangberbeda denganku, aku menganggapnya sebagai kesempatan, karena dia takkan tahudengan siapa lagi aku menjalin kedekatan, jadi aku terus mendekati si perempuanini, memacari Reiya dan ngeceng ke adik kelas, kakak kelas dan teman-teman dikelasku. Perempuan ini dan Reiya seperti sepasang orang bodoh yang dengan mudahbisa kutipu, kuajak perempuan ini ke bioskop di hari ulang tahunku karena Reiyatak bisa merayakan ulang tahunku ini dengannya.

Reiya terus saja menanyakan tentangkeberadaan perempuan ini dan akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan Reiya,karena aku sudah memiliki CADANGAN PACAR selanjutnya. Sebelum putuspunkuucapkan nama perempuan ini dan aku bilang pada Reiya bahwa aku memang sedangdekat dengannya, untuk apa? Agar Reiya bisa memohon untuk kembali padaku, yahtak apalah si perempuan ini jadi PELAMPIASAN-ku sementara, lagipula dia jugatak pernah tahu tentang Reiya. Kemudian saat aku putus dengan Reiya, aku mulaimelancarkan aksi untuk mendapatkan si perempuan ini.

Dan tak lama setelah itu, karenaperempuan ini sama bodohnya, tak punya otak dan perasaan, akhirnya akumendapatkannya untuk sementara, kupamerkan didepan Reiya dan kuyakin Reiyasedang menangis bersimbah darah menyesali perbuatannya kemarin, dan aku puassekali bisa membuatnya seperti itu.

Ternyata hubunganku tak berjalansemulus biasanya karena kemudian aku memutuskan dia, kukira dia akan memohonuntuk kembali padaku ternyata justru tidak, aku berpura-pura kehilangan separuhjiwaku dan menceritakan kehilanganku padanya agar dia bisa kembali padaku, akujuga berpuasa beberapa hari untuk mengurangi berat badanku, hingga akhirnyaperempuan ini tahu betapa tersiksanya aku setelah dia meninggalkan aku,ternyata masih tak berhasil juga.

Aku tercengang ketika perempuan inibertanya tentang kapan aku putus dengan Reiya, aku tak mungkin menjawab bahwaaku baru putus diawal semester 3, karena jika kukatakan itu, si perempuan inipasti akan merasa tertipu, jadi kubilang saja aku putus diakhir sekolahku diAliyyah sebelum aku mengenalnya dan dia dengan bodoh dan tololnya percayabegitu saja padaku. Aku tak bisa menyia-nyiakan wanita ini karena Reiyaternyata sudah memiliki calon suami dan tak memungkinkan untuk kembali padaku,jadi aku harus bisa minimal mengantongi satu perempuan dan mencari yang lainnyasetelah mendapatkan yang satu ini.

Meskipun aku tak bisa kembali lagimenjadi pacar si perempuan ini, aku masih bisa dekat dengannya dan itu sedikitmembuatku lega hingga akhirnya Reiya membaca wall dan status yang kukomentaridari si perempuan ini, Reiya begitu marah karena dia merasa tertipu dan siperempuan ini mulai mencari tahu dengan menanyakan langsung pada Reiya apa yangterjadi sebenarnya.

Akhirnya, si perempuan ini tahu bahwaaku baru putus dengan Reiya diawal semester 3, aku menipu dia saat kubilang akuputus diakhir sekolahku di aliyyah sebelum mengenalnya, aku juga mengumbarcintaku pada perempuan ini ketika aku masih berpacaran dengan Reiya, aku jugamengajaknya menjadi selingkuhanku ketika aku masih menjadi pacar Reiya, jugaaku menjadikannya pelarian agar Reiya kembali padaku dan ternyata semuaperkiraanku meleset.

Jadi inilah aku, yang akhirnya takmendapatkan si perempuan itu, tapi kemungkinanku untuk kembali pada Reiya sepertinya terbuka lagi karena Reiya ternyata masih memperhatikanku sejauh inidan aku bangga sekali.

Semoga aku bisa mendapatkanperempuan-perempuan lain yang bisa kutipu seperti mereka berdua, tapi takmasalah juga ketika si perempuan marah padaku dan tak mau bicara denganku lagi,sebenarnya aku telah memiliki pacar baru yang kukenal saat aku baru saja putusdarinya, tak ada masalah, aku tetap memiliki pacar, yang harus kucari saat iniadalah si pelarian dan perempuan bodoh lainnya yang bisa kutipu dengan mudah.


NB : Hey, kawan! cerita cinta kamu inspiratif buat ta, ta ga bisa ngebayangin gimana sakitnya perasaan si perempuan yang kamu deketin itu, apalagi mantan kamu... hahahaha... wajah kamu emang menipu, kebaikan yang kamu lakuin bisa nutupin kejahatan yang udah kamu lakuin...

"ini cuma cerpen doang, ga maksud ngehina, lagian si temen ta yang diceritain aja bangga banget nyerita kayak gini ke ta... hahahaha..."

nama lo guw samarin jadi AIRIL, biar ga ada yang tau betapa busuknya elo!

lagi-lagi meminta maaf pada kesalahan yang tak kutahu apa

setiap kebaikan yang dilakukan dibelakang layar olehku, selalu dianggap kejahatan dibalik panggung pertunjukan... apakah aku harus maju keatas panggung dan menceritakan semua kebaikan yang telah kulakukan? bukankah nanti para penonton akan berteriak, "Pembual!"
lalu aku harus bagaimana, tuhan? mengapa kau terus menciptakan makhluk yang hanya bisa melihat dengan satu matanya?
aku bisa bicara kasar, tapi aku tak pernah mengkhianati kepercayaan, aku mungkin tak berkerudung panjang hingga menyentuh tanah, tapi aku tak pernah menyimpan kebusukanku, aku juga tak fasih berbahasa tuhan yang kuasa, tapi aku tak pernah membohongi kawanku sendiri, aku selalu mencoba jujur meskipun hatiku seolah terlipat ribuan kali.

maaf...
hanya itulah yang bisa kuucapkan...
karena aku begitu hina, karena aku sadar, aku tidak ada apa-apanya...
bukan makhluk sempurna yang bisa dicintai banyak orang sepertimu...
karena hidupku jauh lebih penuh derita daripadamu...

dengan air mata,
didepan laptopku,
hanya ada aku yang dari dulu hingga sekarang sendirian...

13 agustus 2010

my best beloved rival

aku telah melupakan rasa cintaku, tapi aku tak bisa menghapus bayangannya dari benakku... seolah dia menari-nari, selalu ingin kuingat dan kukenang...
aku ingat saat pertama kali aku melihat tasnya tergeletak diatas meja tepat dibelakang kursiku, saat itu aku bertanya-tanya, siapakah pemilik tas ini? kemudian jam pelajaran dimulai, aku tak sedetikpun menengok ke belakang dan terus terfokus pada mata pelajaran, itu adalah pertama kalinya aku bisa menatap seorang guru tanpa berhenti, biasanya aku hanya bisa menatapnya beberapa menit kemudian mulai ngobrol dengan teman disampingku.
saat jam istirahat, aku tak sempat melihat si pemilik tas itu karena aku terlalu sibuk merapikan buku-bukuku. Kali ini kulihat tasnya berada diatas kursinya, aku masih saja penasaran dan bertanya siapakah pemilik tas ini? ada puluhan tas di kelas ini, tapi aku hanya ingin memperhatikan tas ini. ada apa? padahal tasnya bukan tas mahal yang mewah, hanya tas ransel biasa.
bel berbunyi lagi dan itu menandakan jam istirahat telah usai. aku kembali duduk dimejaku dengan tenang, biasanya setiap kali aku masuk kelas, aku selalu ribut, tertawa bersama sahabat-sahabatku, membawa makanan dari luar untuk kumakan saat jam pelajaran, kemudian mengobrol tiada henti hingga jam pelajaran usai.
"Hari ini gurunya ga akan dateng." Seru temanku. Aku berteriak riang, entahlah... dulu berteriak saat guru takkan datang adalah sebuah ritual sakral yang harus kami dan aku lakukan, tapi kelas ini menanggapiku sebagai orang yang aneh, ya kelas baru dan situasi baru...
saat itu, aku membalikkan badanku untuk melihat siapakah orang yang memiliki tas itu. dia sedang membaca buku dengan tampang membosankan, aku tersenyum padanya, itu adalah pertama kalinya aku bertemu dengannya.
sejak hari itu, aku terus mendekatinya, mengajaknya bicara namun dia acuh, seolah tak ingin bicara denganku meskipun aku sudah mati-matian ramah padanya. aku putus asa untuk mendekatinya, kemudian temanku bilang bahwa dia menyukai anak laki-laki ini, aku kemudian mengundurkan diri.
kurasakan dadaku seperti teriris perlahan, rasanya lebih sakit ketika dia mengacuhkanku.
hari-hari berlanjut, akhirnya temanku ini berhasil mendekati si anak laki-laki itu, dia bisa bicara akrab dengannya dan aku tak lagi mencoba mengakrabkan diri dengannya, aku membiarkan semua ini berjalan seperti sebelum aku bertemu dengannya. saat itu aku berpikir bahwa aku masih sempat untuk menarik hatiku darinya, tapi ternyata semua itu sudah terlambat, aku telah terlanjut menyukai anak laki-laki itu.
"Kata anak laki-laki itu, kamu itu orangnya pendiem, dia ga suka sama orang yang pendiem." Kata temanku. aku merenung, bukankah kemarin aku sudah seperti orang gila yang mengajaknya bicara tanpa henti? sekarang dia bilang aku pendiam?
aku mencoba mengajaknya bicara lagi, tapi dia tetap mengacuhkanku, seolah di dunia ini hanya ada temanku yang sedang mendekatinya. dia mungkin bahkan tak menganggapku ada.
aku keluar dari kelasku, mencoba berpikir jernih dengan kepalaku yang sudah terisi wajah dari si anak laki-laki itu... aku kembali mengabaikan si anak laki-laki itu esok harinya, aku tak mempedulikan saat dia berteriak keras atau saat dia menghinaku.
"Aku mah ga suka sama cewek yang gampang diajak pacaran..." Katanya dengan bangganya. "Ya, lalu apakah kau harus bicara sekeras itu? Dasar bodoh!" Gerutuku dalam hati, terkadang aku mencampur rasa sukaku padanya dengan kebencianku atas penolakannya terhadap diriku.
"Aku maunya langsung, pas aku udah lulus S1, aku dateng ke cewek itu, terus aku ajakin nikah aja sekalian." Katanya dengan suara setengah berteriak. Aku menatapnya saat dia bicara seperti itu. "Cewek yang aku suka harus percaya. Aku bakal dateng buat dia." Katanya.
Aku tak mau tertipu dengan kata-katanya, tapi tak ada salahnya aku mempercayai janjinya itu, meskipun aku bukanlah si cewek yang disukainya, karena jelas dia begitu membenciku hingga tak mau bicara denganku.
Setahun kemudian, aku mendengar dia pacaran dengan temanku di kelas sebelah, aku begitu kecewa, dia dengan mudahnya melupakan semua janji itu... tak lama kemudian mereka memutuskan hubungan mereka, aku bingung haruskah aku bernafas lega atau bersimpati?
beberapa bulan kemudian, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia berpacaran dengan kakak kelasku, usianya memang seumuran dengan anak laki-laki itu. saat itu, aku mulai berpikir bahwa si anak laki-laki itu terkena gangguan jiwa!
selama ini, aku tak pernah bicara dengannya, dia menganggapku sebagai musuhnya dan akupun menganggapnya sama, musuhku... orang yang harus kukalahkan! tak jarang aku membanggakan diri ketika nilaiku lebih tinggi darinya dan tak jarang juga dia mencabik-cabik hatiku dengan bilang bahwa aku memiliki nilai yang biasa saja, hanya faktor keberuntungan.
aku tak merasakan perubahan dalam diriku, tapi aku tahu... aku tak pernah bersemangat belajar seperti ini sebelumnya, biasanya aku selalu cuek tak pernah memikirkan pelajaran, bahkan aku masih bisa tertawa saat aku mendapatkan angka 2 di ulangan harianku, kini semua itu seolah mimpi buruk karena aku bisa mencapai sebuah prestasi yang membanggakan.
di tahun terakhir aku disekolah ini, aku tak lagi sekelas dengannya, aku bisa lebih fokus untuk belajar tapi kudengar nilainya semakin turun, aku begitu prihatin padanya, biasanya setiap kali bertemu, aku selalu beradu pandang dan seolah memancarkan sinar dari mata kami untuk saling menyakiti, tapi kali ini, setiap kali bertemu dia lebih banyak menunduk...
"Kayaknya ada yang nilainya kecil nih... malu dong!" Kataku. aku mengharapkan dia akan mulai mendengus dan marah padaku, tapi dia justru diam seolah menerima kata-kataku tadi.
saat hari kelulusan tiba, aku ingin sekali berbaikan dengannya, menganggap beberapa tahun kemarin tak pernah ada, tapi dia tak bisa melakukan hal itu, dia hanya menyalami teman-temanku dan teman-teman lamanya tapi tak melihatku, padahal aku berada disana. kukira, tak ada lagi yang harus kutunggu, jadi aku bisa pulang saja karena aku sudah bersalaman dengan semua temanku kecuali si rivalku ini.

kali ini, aku berada di ruang kelas baru lagi, aku duduk di meja paling belakang, aku tak mengharapkan bertemu dengan tas yang nantinya akan membuatku penasaran lagi.
beberapa bulan kemudian, aku bertemu dengan sahabat si anak laki-laki, aku berbincang sebentar dengannya dan aku mengetahui kabar yang begitu mengejutkan.
"Si anak laki-laki itu udah meninggal, kalo ga salah sih 2 bulan yang lalu. Dia kena serangan jantung."
"Kok bisa dia serangan jantung?"
"Aku juga kurang tau, soalnya waktu itu dia meninggal seudah ngobrol sama temen kamu waktu itu."
"Oh ya?"
"Iya. Coba aja kamu cari temen kamu itu, kali aja kamu dapet alasan kenapa." Kata sahabat si anak laki-laki ini padaku. aku merasa kehilangan, rasanya aku hampir pingsan saat mengetahui berita ini. padahal baru sebulan kemarin aku menemukan situs pertemanan dengan akunnya dan baru saja aku me-request pertemanan padanya yang hingga kini masih kutunggu untuk disetujui...
aku mencari temanku, menanyakan tentang alasan kematian si anak laki-laki itu, meskipun aku tahu bahwa semua itu sudah menjadi garis takdir tuhan...
"Si anak laki-laki itu suka sama kamu..."
"Bohong! kamu jangan bikin aku seneng! dia sekarang udah mati, ga ada gunanya bikin aku seneng."
"Aku ngomong jujur... waktu pertama kali dia ngeliat kamu, dia udah suka sama kamu, tapi dia gugup kalo ngomong di depan orang yang dia suka, jadi dia ga mau ngomong sama kamu. kamu tau alesan kenapa aku selalu ngasih tau apa aja yang diomongin sama anak laki-laki itu? alesannya adalah biar kamu sadar! tapi kamu justru ga sadar-sadar, kamu mulai dideketin sama kakak kelas, dia kira kamu pacaran sama kakak kelas itu, makanya dia juga pacaran, sengaja sama temen yang deket sama kamu biar kamu nyadar, tapi kamunya ga nyadar-nyadar juga. terus di tahun terakhir, penyakitnya dia mulai lebih sering kambuh, itu alesannya kenapa nilainya dia turun. dari dulu dia pengen ngajak ngobrol kamu, cuma kamu ga pernah bisa diajak ngobrol, dia pengen nunjukin kalo dia suka sama kamu, tapi kamu ga bisa di kasih petunjuk, kamu sibuk sama dunia kamu sendiri..."
"Dia udah nolak aku deketin."
"Engga, dia ga pernah bilang menolak, kamu yang udah nolak diri kamu sendiri."
"Kenapa kamu ga ngomong?"
"karena si anak laki-laki ga ngebolehin aku ngomong apapun sama kamu!"

menyesal. itu adalah satu kata yang tersirat dalam otakku saat aku mendengar penuturan temanku itu. di otakku seolah sebuah film sedang dimulai, aku bisa melihat aku sendiri dan si anak laki-laki di belakangku, dia memandangiku tanpa kutahu, dia selalu berjalan di belakangku jika aku pulang sekolah setiap hari tapi aku tak pernah menyadarinya, dia juga selalu memperhatikanku, dia juga yang selalu meninggalkan penghapus di mejaku saat aku mengerjakan soal-soal hitungan karena aku selalu salah menulis, dia juga merapikan bukuku ketika aku terburu-buru keluar dari kelas karena takut kehabisan gorengan di kantin, dia juga yang memberikan payung pada temanku untuk mengantarku hingga depan sekolah, dia juga orang pertama yang selalu tahu nilai-nilaiku, dan dia juga yang selalu merekomendasikanku ke wali kelas agar menjadi siswa teladan setiap tahunnya.
kini aku duduk mematung di depan komputerku, menatap foto si anak lelaki itu yang tersenyum sambil melirik kearah kanan, saat aku mengklik foto itu, foto itu telah dipotong, karena disebelahnya ada fotoku yang sedang duduk di taman sambil membaca buku.
air mataku terjatuh, aku sudah ingin menangis sejak lama, tapi aku selalu menahannya... kini air mata yang ingin kukeluarkan itu semakin deras, seolah menertawakan kebodohanku beberapa tahun kebelakang.

Saat aku meninggalkan sekolahku dan memutuskan untuk tak bersalaman dengan si anak laki-laki, si anak laki-laki itu mengejarku, dia berlari mencariku hingga ke depan sekolah, saat itu aku sudah naik mobil jemputanku, dia sempat mengejarku hingga jalan raya, tapi kemudian dia berhenti saat jantungnya tiba-tiba terasa sakit. sebelum dia pingsan, dia bilang, "My best beloved rival..."
kata-kata itu ditujukan untukku.
kini, saat aku mengenang kata-kata itu, kata-kata itu terdengar seperti, "Sayangnya kata-kata indah untukmu tak pernah sempat kuucapkan..."

dan kata-kata yang tak pernah sempat terucapkan itu selalu menjadi novelku...
mungkin memang bukan hari ini akhir penantianku, karena mungkin tuhan sedang mempersiapkan akhir penantian yang lebih indah jalannya...

aku mengerjakan soal hitungan lagi, saat aku meraba kolong mejaku, aku tak menemukan penghapus lagi disana, aku membongkar semua isi tasku tapi aku tak menemukan penghapus. aku tak ingin penghapus orang lain, aku ingin penghapus yang berada di kolong mejaku.
suatu malam, saat aku sedang mengerjakan soal hitungan dan aku kebingungan mencari penghapus, aku menemukan penghapus di kolong mejaku, penghapus berwarna hitam yang menjadi favoritku.
saat itu aku merasa nafasku sesak, tanganku meraba lantai untuk menemukan alat hisapku, tapi aku baru ingat bahwa alat hisapku berada dalam tasku di balik pintu dan aku tak bisa meraihnya.
aku melihat si anak laki-laki, dia menaruh penghapus berwarna hitam di tanganku, kemudian tersenyum padaku. perlahan aku merasa rasa sakit di dadaku hilang, seolah aku sudah tak memerlukan obat itu lagi.
aku bermimpi, bertemu dengan si anak laki-laki di taman sekolah, saat dia melihatku, dia langsung tersenyum padaku dan menghampiriku, aku hanya duduk disampingnya sambil tersenyum kearahnya. di mimpi ini tak pernah ada malam, dan aku tak tahu sudah berapa lama aku duduk disini bersamanya tanpa mengatakan apa-apa.
"Jika ini mimpi, aku tak ingin bangun lagi." Kataku.
"Karena ini bukan mimpi, dan kau takkan terbangun lagi." Kata si anak laki-laki padaku. Dia tersenyum dengan begitu ramah padaku.

13 agustus 2010