Aku selalu gigit jari dan menahan kesal saat Ibuku melarangku pergi backpacker dengan alasan bahwa tak ada teman yang mendampingiku. Mengapa harus ada yang mendampingi?
Apa salahnya pergi sendiri, menikmati jalan-jalan sendiri dan tak ada yang diajak bicara di sampingku? Apa salahnya bertanya dan memutuskan sesuatu dengan intuisiku sendiri, tak bergantung pada orang lain. Tapi aku memang tak berani melawan titah Ibuku, jadi aku menurut jika beliau tak mengijinkanku untuk pergi.
"Kalau Aang ikut, kamu boleh pergi." Pesan Ibuku. Jadi, setelah aku punya pacar, kebebasanku semakin tertawan. Apalagi sekarang Aang itu sedang bekerja untuk mencari modal masa depanku dengannya. Ah, tak perlu membicarakan betapa kekanak-kanakannya aku yang tak memperdulikan Aang yang sedang sibuk. Aku dan Aang punya urusan dan kehidupan masing-masing. Hohoho...
Aku ingin pergi ke ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Jogja minggu ini. Ibuku lagi-lagi bilang, tidak. Dia memaksaku harus punya teman untuk pergi ke sana. Kucoba meyakinkannya bahwa aku akan baik-baik saja. Tapi tetap saja tidak boleh.
Saat aku sedang membuka satu persatu situs perjalanan, aku tiba-tiba teringat pada pria-pria yang kukenal. Ibuku melarangku pergi sendiri karena aku adalah seorang wanita. Aku berpikir, mungkin saja jika aku adalah laki-laki, maka aku akan diperbolehkan pergi kemanapun. Tapi... jika aku laki-laki, maka yang sedang bekerja untuk mencari modal masa depan adalah aku, bukan Aang.
Pria-pria yang kukenal itu seperti tak punya tujuan hidup selain berkongkow. Kalau aku jadi pria, tentu dari sejak SMA, aku sudah pergi jalan-jalan mengelilingi Indonesia. Sayangnya aku perempuan, jadi tempat yang paling sering kukunjungi adalah Jogja.
Aku hanya bisa berharap Aang segera pulang dan kembali bersamaku. Agar aku bisa pergi-pergi lagi seperti dulu. Meskipun aku kebelet untuk jalan-jalan, aku sebenarnya tak mau jalan-jalan tanpa Furkon. Jadi, agenda perjalanan yang ditawarkan kepadaku kutolak dengan sopan.
"Tau gak, yang bikin perjalanan ini indah apa?" Tanya Aang padaku.
"Apa?"
"Kamu. Kalo perginya sama kamu, semuanya jadi menyenangkan." Kata Aang padaku. Biasanya aku selalu ngomel jika dia mengucapkan kata-kata gombal. Tapi kali ini aku tidak merasa itu adalah sebuah gombalan. Rasanya nyata dan benar saja semuanya.
Ayo Aang cepet pulaaaaaaannnggg!! Aku tidak mau berganti jenis kelamin menjadi wani-laki-ta.
Menu
About
Blogroll
Popular Posts
-
Pagi hari di SMP Pembangunan Harapan, sekolah para kurcaci kecil yang baik hati. Sekolah ini dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang arif ...
-
Saya bukan penulis. Bahkan pengetahuan tentang kepenulisan pun tidak saya praktekan. Masalahnya pengetahuan yang paling nempel adalah penge...
-
Waktu pertama kali masuk komunitas, yang saya pilih cuma kelas kajian. Tujuannya? Mempermudah pemahaman saya tentang filsafat, yang kebetul...
-
"Selamat Ulang Tahun, Reorio." Lalu dia menjawab, "Makasih, Killua." Aku pun bertanya, "Masih ingat ternyata dir...
-
So please, Let me be free from you And please, let me be free I can face the truth. -pretend : secondhand serenade- Saat mendengar lag...
-
Hmm Whoaaa Oohhh Yeahh You Said It Wasn't Gonna Be Like It Was Before Then It Happened Again Pushing Me Back Out The Door Thought It Wou...
-
Na na na, na na na na. (x2) Sejak melihat mu, ku jatuh hati pada mu. Saat mengenal mu, semakin ku ingin kamu. Maukah engkau, menemani aku...
-
Saya belajar . . . . . . . Bahwa saya tidak dapat memaksa orang lain untuk mencintai saya Saya hanya dapat melakukan sesuatu untuk orang yan...
-
Jujur saja, aku sempat berpikir bahwa aku takkan pernah naik gunung lagi. Setelah beberapa kali ke dokter dan mendapati semakin banyak ko...
-
Aku malas bereuni. Karena; "Ya iyalah kamu lulus duluan, kamu kan kuliahnya di UIN, jurusan Biologi lagi. Biologi kan gampang ....
0 komentar:
Posting Komentar