Selepas Vodka

"Karena saya ga liat ada prospek ke depannya."

Satu hal yang aman itu biasanya membunuh.

Tempat yang paling aman itu ya di dalam ketidakamanan.

Tapi semua itu berlaku ketika kamu menghadapi seorang perempuan biasa. Yang bermimpi punya pacar seorang pelukis kayak si Keenan, atau sekedar ingin dikasih bunga mawar setiap ulang taun. Semuanya beda ketika cewek yang kamu temui lebih milih jadi wanita carrier dari pada wanita karir.
Aku pun dikasih pertanyaan yang sama, "kenapa mau didekati yang lain?" Simpel! Karena aku ga ngeliat prospek ke depan ketika aku menolak kesempatan yang dateng sekarang. Jadi aku milih untuk ngambil sebanyak-banyaknya kesempatan aja.
Semuanya berubah. Iya, aku meragukan segala hal. happy ending itu udah pasti aku ragukan, karena aku emang ga percaya happy ending. Aku percaya kalo aku harus luka berdarah-darah dulu sebelum nemuin satu kebahagiaan. Dan aku mesti diinjek ribuan kaki sebelum bisa bersinar lagi.

Ke depannya, di dalam harapan aku, semua hal udah tertata. Sayangnya, seribu, bahkan jutaan sayang, aku tidak ada didalam rak-rak itu. So, ga ada prospek aku kan di 5 taun ke depan?
Yeah, mudah untuk menyadari kemampuan dari pada ketidakmampuan. Hasil akhir dari sabar itu bukan manis, tapi lama, bahkan seringnya kecewa. Dan aku ngerti, persis! Rasa dan tekstur dari kecewa. Itu makanan sehari-hari banget. Kecewa itu pengganti nasi untuk nasi goreng sarapanku, pengganti sambel goreng kentang di makan siangku, dan pengganti mie rebus buat makan malemku.
Tidak perlu privat untuk mempelajari kecewa, cukup sabar dan perlahan kamu ngerti. Ngerti bahwa selama apa pun kamu nunggu, kamu ga ada dalam rak-rak prospeknya.

Seharusnya, memang dulu itu aku tidak mendaftarkan diri sebagai calon pemilih di pemilihan apa pun. Stay lempeng aja, let every heart flow. Stay supel, unik dan sedikit berapi-api.
Karena ketika kembali ngomongin prospek, dua taun lalu dan 10 taun yang akan datang pun sepertinya sama. Bedanya, aku ga akan ngomongin dan menelaah kata "prospek".

Huuuuuhhhh. Lagi-lagi ngerasa kayak tissue bekas ngelap pantat yang dibuang ke dalam tempat sampah. Tidak berprospek. Tidak ada di dalam rak.
Aku cuma perlu menciptakan prospek sendiri. Ketika aku ga ada dalam raknya, maka dalam rakku tidak ada prospeknya. Simpel, mudah. Itu alasan kenapa sekarang aku mengambil kesempatan yang ada.
Toh aku ga pernah dibela. Aku memperjuangkan diri sendiri. Yang aku tau, kamu berlari ketika aku bertanya apa aku ada di dalam rak prospek? Yang aku tau, aku dibentuk untuk selalu bisa kembali ke titik nol setelah diturunin di pinggir jalan. Tukang angkot emang ga pernah bertanggung jawab sama keselamatan penumpang. Apa? Nangkep aku 5 detik sebelum jatoh? Nah, itu prospek abal-abal, yang dibikin ketika botol vodka sedang bercumbu dengan bibir.
Yah, ha-ha-ha.
Aku sekarang lebih banyak menertawakan kesabaranku. Karena kesabaranku itu adalah guru yang paling sering menampar pipiku, sedikit demi sedikit mengukir tato di dadaku kemudian tanpa rasa puas mencambuk punggungku agar aku bisa sedikit saja berpikir logis tanpa embel-embel air mata pura-pura.

Prospeknya itu sama kayak prospek si farhat yang pengen jadi presiden dengan sumpah pocong. Sama kayak kamu yang pengen bahagia dengan nyuruh orang lain berkorban kesabaran padahal jelas sehebat apapun sabar orang laen itu, orang itu ga ada di dalam rak prospek ke depan. Sumpah pocong ya sekedar sumpah pocong, janji ya sekedar kata-kata yang dibentuk bersama vodka.

Rokok memang teman yang paling asyik. Aku belajar untuk menerima darinya. Hidup lama atau sebentar kalo niatnya mau jadi sufi ya buat apa sumpah pocong? Buat apa pura pura janji? Mendingan jadi pesulap yang sekarang nyamar jadi host acara talkshow. Bener ga?
Atau mau jadi pesulap yang gagu tapi poligami? Atau mau jadi pacar artis yang bisanya mukul dan berlaku kasar? Nah, kalo dia, baru air mata pura-pura, membangun kredibilitas biar dikasihani.
Orang itu kalo ga ngeharkosin ya gitu, pura-pura. Susah nemuin yang super jujur dan bisa diajak ngomong bener. Kalo ga disangka nuduh, dianggepnya lebih percaya orang lain. Terus aku mesti ngomong sama siapa?
Ya ga salah-salah amatlah ketika aku milih curhat sama orang lain dan berharap suatu saat orang itu bisa sedikit meloloskan aku ke dalam hatinya? Hahaha. Klise! Alasan yang terlalu naif untuk seorang wanita.

"Wanita itu semuanya sama."

Siapa yang nuduh? Aku sama dengan model cantik? Are you kidding me? Aku ga secantik model, bahkan nyerempet ke Julie Estele atau Nadine Chandrawinata pun engga. Aku itu ga bisa pake celana jeans ketat, soalnya aku emang ga punya celana jeans ketat. Aku ga punya tanktop, dan ga mungkin juga aku jalan-jalan dengan rambut diurai. Rambut aku bisa panas kayak pantat penggorengan kalo kena matahari.

"Hai, ali keisha. Kangennya bang..."

Itulah tadi, sabar itu mencambukku. Memperkuat alasan bahwasanya aku itu gebleg segebleg geblegnya gebleg. Mana mau? Mana tulus?
Teu tulus ah abi ge, sawios bedo. Aku kayaknya perlu nyanyiin lagu paturay, cuma rubah lirik kalo rek paanggang kacida bungahna.
Bungah? Bungah dong. Apa lagi yang aku punya selain rasa bungah yang bikin aku pengen loncat-loncat dan ga sabar untuk jalan-jalan lagi?
Haeyaaaa..... mari bertapa. Karena itulah yang orang pikirin selama ini tentang aku kalo ga muncul beberapa lama di socmed atau di kota. Aku bertapa.
Kalo bertapa itu mesti sendiri. Dan sekarang ga masalah lagi untuk pergi sendirian kecuali larangan dari nyonya besar. Heuheu.

Eh, besok hari apa ya? Aku lupa hari dalam perantauan, perantauan nyoba vodka maksudnya. Yah, mabuk itu memang didesain. Dan aku punya ribuan keberanian ketika mabuk. Menulis apa yang mau aku tulis.
setiap hari, tenggat hidup semakin mendekat. Aku siap gitu mati dalam keadaan mengenaskan? Tapi setidaknya, aku pernah nyoba. Pernah nyoba, meski pun gagal. Hahaha.
Yang ga pernah gagal dalam hidup aku adalah belajar main sepeda, aku ga pernah jatoh dan akhirnya aku seriusan lupa cara naik sepeda. Aku sekarang lebih takut jatuh dari pada takut kehilangan. Lagi pula, memangnya aku punya apa?
Selamat tinggal, aku kembali ke stereomantic. Bumi sudikah engkau, sudi menelan aku? Biarkan aku mati sendiri. Ya, lagi pula, kapan aku bisa mati bersama-sama? Wew.

"Semoga jadi orang yang khusnul khotimah" yah, iyah dong. Amin, kamu emang pantes jadi orang yang khusnul khotimah. Keren dong, itenas tea. Anak uwin mah ga pantes meureun yah jadi orang yg khusnul khotimah? Iyah, da aku mah ga tau apaan khusnul khotimah teh. Makanan bukan? Atau istri tukang selingkuh khusnul khotimah teh? Eh bukan yah? Maap yah, ga tau aku mah.
Aku mah ga tau apa-apa, bahkan sepertiga ceritanya pun engga. Apa sih yang aku tau? Aku tau apa yang aku liat aja.  Masalahnya, ini panon aku teh kerjanya meni bagus pisan. Ga ngerti aku ge, ai ngitung duit mah sok salah ngeliat nomer, tapi kalo ngebaca nama kamu teh aku sensi. Aku serius mau ngebunuh kamu da...
Kapan yah harga dslr murah? Aku ngeliat teh asa mahaaaaaaaaalll weh tuluy. Tuluy teh pergi kan? Iyah, aku pergi ah. Tak sanggup berkompetisi. Asa kumaha kitu bade berkompetisi sareng nu leuwih sae mah. Haha, isin abdi teh. Mahal da dslr mah. Nu prosummer ge mahal, emh.
Hm. Ya, aku tau diatas apa aku berdiri saat ini. Dan aku ga butuh ditunjuk dengan jari kotormu untuk sadar.
Selamanya, tidak perlu.

Semoga sumbawa ga rusuh, aku kan mau ke tambora... hahaha. Sugan weh nu ngajak teh inget keneh sama janji ngajaknya. Soalnya dulu yang janji mau nganter ke 5 gunung mah lupaeun. Hahaha.
Saha nya? Sudah dilupakan. :p

0 komentar:

Posting Komentar