Bungsu...


Sudah setahun sejak kejadian tulisan di facebook. Untuk beberapa orang, idul fitri hanya hari dimana subuh berkumpul di lapangan, lalu sholat ied dan pulang ke rumah makan opor dan ketupat. Puasa pun hanya sekedar menahan hawa nafsu, bukan mengintrospeksi keberadaan diri. Ya, bagi beberapa orang idul fitri hanyalah seperti itu. Dan aku tahu salah satu orangnya adalah kamu.
Kamu anak bungsu, tidak berarti bisa membuat semua orang mengalah dan membuat semua orang menuruti keinginanmu. Kamu anak bungsu, tidak berarti bisa membuatku tunduk di hadapanmu lalu menjilat kakimu. Kamu anak bungsu, Ibumu saja kamu ludahi, apalagi aku?
Aku juga sedang belajar, Bungsu, aku sedang belajar bahwa Tuhan tidak mengabulkan doa seseorang bukan karena Dia tidak bisa, tapi ada alasan besar. Ketika Tuhan tidak mengabulkan permintaanmu, bukan berarti Dia harus turun dari jabatannya sebagai Tuhan lalu menyembah kakimu. Kamu itu siapa, Bungsu?
Pernahkah kamu berpikir bahwa bagaimana jika Tuhan mengabulkan permintaanmu di kapal kertas saat itu, maka Dia telah mendzolimi salah satu ciptaan-Nya, yaitu aku? Pernahkah kamu bertanya, apakah dia akan bahagia jika denganku atau justru dia sengsara seumur hidupnya? Atau kamu tidak peduli, Bungsu? Apa yang kamu pedulikan hanyalah hasratmu terpenuhi dan keinginanmu menjadi nyata?
Kamu boleh egois, Bungsu, pertahankan apa yang kamu percayai jika itu benar. Tapi, bukan memaksakan kehendak, Bungsu. Semua orang punya hak untuk hidup dan memilih. Kamu pun sama, kamu pun punya hak untuk hidup berteman denganku dan memilih untuk melupakan seribu langkah yang salah di belakangmu. Waktu tidak bisa kembali, Bungsu, meski pun kamu berusaha sehebat apa pun. Kamu tidak bisa mengundo, tapi kamu bisa memperbaiki. Aku pun sedang belajar memperbaiki diri kok, Bungsu. Kenapa kita semua tidak belajar bersama-sama memperbaiki diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik?
Bumi itu bulat, bumi itu sempit. Kemana lagi kamu akan melarikan diri dari kenyataan? Bungsu, lari ke arah mana pun akan membawamu ke titik awal. Tidakkah kamu mau kehidupanmu yang sempurna dulu itu kembali? Atau kamu lebih suka kejar-kejaran dengan kecemasanmu sendiri?



0 komentar:

Posting Komentar