Dalam perantauanku

tanjakan ke puncak ini membuatku sadar tentang sepenuhnya diriku. Aku mulai mengerti apa maksud dari "yang berkeinginan kuat". Aku baru mengerti mengapa terkadang dibenci oleh beberapa orang. Karena mungkin saja mereka ingin membunuh mimpiku, tapi aku terlalu kuat untuk membunuh apa yang kupercayai.
Aku tak peduli orang bilang bahwa aku takkan kuat mencapai puncak itu. Aku yakin dan aku harus sampai ke puncak itu. Aku takkan pernah kembali sebelum puncak itu kudaki dan aku bertemu dengan Tuhan disana.
Nafasku memburu, rasa sakit menjalar di bahu dan betisku. Tapi aku takkan pernah berhenti. Aku takkan mengalah pada kelemahan fisik. Keringat menetes deras dari kepala ke pipiku, menyatakan rasa lelah yang takkan segera bisa dihilangkan dengan butiran-butiran air segar sekali pun.
Tuhan, aku baru kali ini meragukan diriku sendiri. Baru kali ini aku merasa ngeri dengan tanjakan-tanjakan dan rasa sakit. Aku meragukan bahwa aku akan sampai disana meskipun aku tahu aku akan sampai disana.

Ciremai. Kata itu seolah menjadi mimpi buruk, padahal aku merasa kata itu adalah mimpi indah yang akan segera menjadi nyata. Ah Tuhan, pilar-pilar langitmu itu begitu megah dan menjulang. Julangannya bahkan bisa merobek mega sampai hatiku.
Aku merasa bukan siapa-siapa sekarang. Karena untaian kataku terhenti saat leherku tegap menatap dan tak kubiarkan menunduk. Kau, Tuhan, adalah kata-kata sempurna, kau adalah inspirasi yang takkan pernah di duakan oleh kata-kata manapun.


3 Juni 2011

0 komentar:

Posting Komentar