sore ini

Aku sedang duduk di depan kampus sendirian. Matahari memelototiku di Barat dan aku tahu belum waktunya untuk akhir dunia ini. Aku sedikit memikirkan tentang keadaan diriku dan apa yang akan kulakukan setelah semua renunganku berakhir. Jadi, sebelum aku lupa, aku mulai menulis semuanya.

Sore ini, semuanya kuceritakan di hadapanmu, matahari, angin, pasir, pepohonan...
Masih ingatkah saat aku baru menginjakkan kakiku di kampus ini? Dengan pakaian yang serba rapi, kulangkahkan kaki malu-malu melewati kakak-kakak kelas dengan rambut gondrong dan berjanji dalam hati bahwa aku takkan tergoda oleh rayuan mereka. Lalu, aku juga melewati spanduk-spanduk ekskul yang baru kuketahui kemudian namanya di perkuliahan adalah UKM. Aku pun berjanji takkan pernah masuk UKM yang menyesatkan jalanku untuk segera lulus 3,5 tahun dengan IPK cumlaude. Itu semua 3 tahun lalu, mungkin sudah seribu hari. Tapi masih terasa kemarin sore, sungguh.
Kemudian, aku masih ingat ketika lututku lemas saat mendengar pengumuman bahwa aku lulus seleksi di kampus ini. Aku berharap ada kekecewaan, tapi kadang Tuhan begitu baik. Dan entah mengapa Dia selalu mengabulkan doa-doa yang tidak perlu dan menjadikanku beruntung punya Tuhan seperti Dia. Dia mengabulkan apa yang tidak kuminta dan memberikan apa yang kukira tidak perlu. Terimakasih, Tuhan. Entah bagaimana cara berterimakasih pada-Mu.
Entah mengapa aku punya kebiasaan memanggil kakak-kakak kelas yang punya rambut gondrong dengan sebutan “si cantik”. Kadang aku memanggil mereka dengan sebutan itu dan satu persatu mereka membalikan tubuhnya, seolah menyahut panggilanku dan aku tertawa senang. Saat itu, aku merasa hanya hal itu yang bisa menghiburku.
Sendiri. Aku selalu sendiri. Aku tak berharap punya banyak teman dan aku memang tak mau berteman dengan banyak orang. Tapi lagi-lagi Tuhan baik, Dia mengirimkan aku banyak teman dan aku mengenal lebih banyak lagi dari teman yang banyak itu.
Hidupku dipenuhi teman yang banyak hingga aku malu karena tak juga bisa mengingat wajah dan nama mereka satu persatu. Hingga akhirnya aku sadar bahwa punya banyak teman pun tidak terlalu mengasyikan. Tidak se-asyik memanggil kakak-kakak gondrong itu dengan sebutan si Cantik.
Lalu aku kembali memilih sendiri. Tapi entah mengapa Tuhan begitu baik, lagi-lagi saat aku ingin sendiri, Dia mengirimkan teman yang tak kalah banyak. Tapi kali ini aku menolaknya. Aku tak mau teman yang banyak, aku mau hidup yang mengasyikan.
Simsalabim... Aku punya hidup yang mengasyikan dengan beberapa orang yang menganggapku “socrates”, jadi mereka mencoba membunuhku. Tapi tentunya aku tak mau ikut permainan bunuh membunuh. Aku cinta damai dan aku biarkan semuanya tetap berjalan asyik. Aku sendiri. Hidup asyik. Tapi aku tidak saling bunuh membunuh. Tetap memanggil kakak-kakak gondrong dengan panggilan si Cantik.
Aku masih tak tergoda untuk mengikuti UKM apapun apalagi terkontaminasi dengan kehidupan kakak-kakak gondrong apalagi kakak-kakak bercadar. Jadi, aku tetap menjadi aku yang sama seperti aku yang baru masuk ke kampus ini. Dan kukira, setelah keluar pun aku akan menjadi orang yang sama. Nyatanya tidak.
Rasanya angin sore ini sama seperti angin sore itu saat aku memutuskan takkan pernah mendekati 3 hal, uKM, kakak cantik dan kakak bercadar. Aku takkan bisa merelakan diriku menjadi salah satu bagian dari kepercayaan sesat lalu namaku terpampang di koran lokal dengan judul : Seorang mahasiswi menjadi pelaku bom bunuh diri.
Tapi atmosfirnya berbeda. Padahal ini masih disebut bumi. Apa bedanya 3 tahun lalu dengan hari ini? Apa bedanya aku yang 3 tahun lalu dengan aku yang sekarang? Menurutku semuanya tidak ada yang berubah, aku tetap aku.
Kutatap lekat-lekat wallpaper di handphone-ku. Ya, salah satu kakak gondrong itu menjadi pacarku. Dan puluhan kakak bercadar itu adalah teman-temanku. Dan suka atau tidak suka, akhirnya aku pun tak bisa menolak hasrat untuk masuk dalam salah satu UKM, meskipun UKM yang kuikuti adalah UKM independen.
Aku mengingkari kata-kataku sendiri. Pantas saja meskipun aku masih di bumi, atmosfirnya berbeda...
Aku merasa asing dengan diriku. Dulu, seribu hari yang lalu, aku adalah siswi rajin dengan niat belajar dan lulus 3,5 tahun yang membara. Tapi kali ini, aku justru tak lagi diberi perasaan itu. Aku tak lagi peduli tentang lulus 3,5 tahun, beasiswa, sekolah ke luar negeri, IPK cumlaude atau apapun. Bagiku semuanya seperti mimpi.
Aku terlalu banyak menggigit jari dengan segala hal di duniaku yang baru ini. Perlahan, semuanya terkikis. Aku tak lagi produktif. Seperti lokomotif kereta tua, aku hanya bisa melewati jalan yang sama. Tapi sungguh, aku takkan mau menjadi lokomotif kereta tua. Aku hanya sedang berpikir.
Pikiranku sedang dibagi-bagi. Dan mataku baru dibuka, bahwa apa yang dulu kuanggap sebagai tujuan, ternyata bukan benar-benar sebuah tujuan. Aku menganggap semua ini efek dari aku keluar dari gua “socrates”. Dan aku terkejut bahwa dunia di dalam gua dan di luar gua begitu berbeda.
Mendengar seruan bersujud pada Tuhan yang biasanya membuatku ingin berteriak, “Berisik!” dan melemparkan salah satu sandal-ku ke sumber suara, kini memberiku sebuah jawaban. Dan aku mengerti apa yang harus kulakukan. Bahkan, meskipun aku tak tahu jawaban itu berasal dari Tuhan, Malaikat atau Iblis sekalipun, aku kira itu adalah jawaban yang paling benar. Karena aku tak memikirkan kata itu sebelumnya.
Kata itu tiba-tiba saja lewat di dalam pikiranku dan membuatku berpikir bahwa tak peduli seperti apapun keadaan dan pemikiranku 3 tahun lalu dan hari ini. Satu hal yang pasti, Tuhan masih baik padaku.
Tuhan masih belum mengetuk perasaanku untuk segera bersujud menghadap-Nya, tapi aku yakin Tuhan tahu bahwa dengan tulisan ini pun, aku sedang memujanya. Bahkan lebih khidmat dari pada aku berjungkir balik 5 kali sehari.
Tuhan. Untuk matahari yang sebentar lagi tenggelam di Barat itu, aku berterimakasih untuk semuanya. Dan aku memang tidak salah ketika memilih berdamai dengan-Mu. Meskipun aku sering berkonflik dengan takdir-Mu, tapi selalu kucoba memahami alurnya. Hingga kau dan aku bisa hidup berdampingan seperti kau dengan ciptaan-Mu yang lain.
Sungguh, terimakasih, Tuhan. Terimalah ucapan terimakasihku ini, karena mungkin saja aku akan memakimu setelah tulisan ini berakhir.
Dan aku mencintai-Mu melalui sosoknya...


16 Juli 2011

balada gosip!

Beberapa tahun lalu. Di kamarku. Ada gosip yang tersebar. Semerbak seperti parfum yang baru kubeli kemarin sore.
Sandal bututku mengawali, dia merindukan sepasang sepatu bola. Sepatu yang dulu pernah berjalan bersamanya melewati jalan-jalan aspal. Sungguh menggelikan sebuah sepatu bola berjalan di aspal. Sandal bututku bilang, bahwa dia memanggil sepatu itu si ular keket. Sepatu itu berwarna hijau muda yang sangat norak. Namun tetap seksi ketika berlaga di lapangan hijau.

Ternyata sandal e*ger-ku tak mau kalah. Dia pun bercerita tentang sebuah sepatu, masih sepatu bola. Dia pun memanggilnya dengan sebutan yang sama, si ular keket. Dia adalah sebuah sepatu bola dengan warna hijau yang pandai mencuri hati lawan-lawannya di lapangan hijau. Tidak seksi, kata sandal e*ger-ku, tapi dia gagah dan rupawan.

Sandal high heels-ku pun punya pujaan. Dia adalah sepatu pentopel hitam seharga tiga puluh lima ribu yang ujungnya rusak karena dipakai menendang bola. Sandal high heels-ku memanggil si sepatu pentopel, buaya. Karena hak bagian bawahnya terbuka. Seperti buaya yang lapar dan takkan merasa kenyang.

Sepatu pentopelku bercerita tentang sebuah sandal jepit butut berwarna abu-abu. Dia adalah sandal yang menemaninya berjalan di sore hari yang indah diselingi tawa renyah.

Dan aku yang tak mau kalah, aku bercerita tentang kertas-kertas puisi yang kubakar dan kukirim ke neraka. Dan dus-dus yang kubeli untuk mengurung sandal dan sepatu-sepatu itu agar tak lagi menemui pujaan mereka.

Hari ini, kuingatkan mereka saat mereka menjerit histeris ingin dikeluarkan dari dus-dus itu. Ada yang berbeda. Mereka tak lagi suka bergosip. Bahkan meskipun dus-dus itu tak lagi membelenggu. Mereka semua diam di tempatnya. Dan tak ada suara apapun yang kudengar.



10 Juli 2011

fireworks lyrics by katy perry

Do you ever feel like a plastic bag
Drifting throught the wind
Wanting to start again

Do you ever feel, feel so paper thin
Like a house of cards
One blow from caving in

Do you ever feel already buried deep
Six feet under scream
But no one seems to hear a thing

Do you know that there's still a chance for you
Cause there's a spark in you

You just gotta ignite the light
And let it shine
Just own the night
Like the Fourth of July

Cause baby you're a firework
Come on show 'em what you're worth
Make 'em go "Oh, oh, oh!"
As you shoot across the sky-y-y

Baby you're a firework
Come on let your colors burst
Make 'em go "Oh, oh, oh!"
You're gunna leave 'em fallin' down-own-own

You don't have to feel like a waste of space
You're original, cannot be replaced
If you only knew what the future holds
After a hurricane comes a rainbow

Maybe you're reason why all the doors are closed
So you could open one that leads you to the perfect road

Like a lightning bolt, your heart will blow
And when it's time, you'll know

You just gotta ignite the light
And let it shine
Just own the night
Like the Fourth of July

Cause baby you're a firework
Come on show 'em what you're worth
Make 'em go "Oh, oh, oh!"
As you shoot across the sky-y-y

Baby you're a firework
Come on let your colors burst
Make 'em go "Oh, oh, oh!"
You're gonna leave 'em all in awe-awe-awe"


Boom, boom, boom
Even brighter than the moon, moon, moon
It's always been inside of you, you, you
And now it's time to let it through

Cause baby you're a firework
Come on show 'em what your worth
Make 'em go "Oh, oh, oh!"
As you shoot across the sky-y-y

Baby you're a firework
Come on slet your colors burst
Make 'em go "Oh, oh, oh!"
You're gonna leave 'em all in awe-awe-awe

Boom, boom, boom
Even brighter than the moon, moon, moon
Boom, boom, boom
Even brighter than the moon, moon, moon

ayunan


Sebut aku keledai yang bodoh. Karena aku selalu jatuh di lubang yang sama. Keledai saja tak pernah jatuh di lubang yang sama. Sedangkan aku? Aku tak pernah bosan untuk jatuh di lubang yang sama.
Aku suka ayunan. Entah sudah berapa kali kursinya terbalik saat kududuki. Entah sudah berapa kali keningku benjol karena dikecup kerasnya tanah. Juga entah sudah berapa kali bibirku jontor karena aku melepaskan peganganku di rantainya hingga kuberikan tanah ciuman maut yang takkan pernah kulupakan.
Kecerobohan-kecerobohan itu terus kulakukan. Sepertinya memang aku tak kenal jera dan rasa takut. Di atas ayunan, saat tubuhku mengayun, aku merasa bebas. Kemudian saat kulepaskan tanganku. Saat itu juga aku baru sadar bahwa aku bukan burung dan hukum gaya gravitasi benar adanya.
Ayahku adalah orang yang akan paling sering mengingatkanku agar selalu berhati-hati. Mungkin karena dia adalah yang paling tahu bahwa aku ceroboh. Tak bosan juga dia bilang, "Lihat jalannya!"
Dan sesaat setelah beliau mengucapkan kata-kata itu. Tubuhku melayang beberapa saat hingga akhirnya jatuh berdebum ke tanah. Ketika tubuhku jatuh, ayahku akan menyuruhku berdiri, menahan ibuku yang sudah panik ingin segera memelukku. Aku bangkit dengan kepala yang masih pening. Lututku terasa nyeri sekali. Setiap kali jatuh, hatiku sudah menangis sejadi-jadinya. Tapi mataku masih tetap kering, menatap semua orang yang menunggu aku menangis. Lalu aku berjalan ke sumber air dan membersihkan lukaku.
Jatuh sebelum mulai main ayunan itu biasa. Dan jatuh di ayunan menjadi lebih biasa lagi. Tapi karena aku adalah keledai yang bodoh. Kepala benjol hingga berdarah, bibir jontor hingga gigi patah takkan bisa menghentikanku untuk terus main ayunan.
Mungkin, filosofi ayunan bagiku itu seperti filosofiku dalam menatap kehidupan. Kadang ketika aku sedang berada di atas, aku lupa bahwa aku adalah manusia yang bisa saja terjatuh. Tapi ketika terjatuh, aku tak butuh waktu lama untuk berdiri. Aku langsung bangkit dan memulai semuanya lagi.
Yang kuperlukan adalah sebuah ingatan bahwa aku tak boleh melepaskan pegangan tanganku di rantai ayunan. Itu saja. Agar kecelakaan bisa diminimalisir.

Aku suka berayun di ayunan...


10 Juli 2011

untuk Fath...

sebuah tulisan iseng buat salah satu adik kelas. Rasa-rasanya pegal juga menunggu benang merah kita tertaut. Ya sudah, kukirimi saja surat. Sama seperti Tuhan yang kukirimi surat agar segera bertemu denganku. Kukirimi surat ini agar kau juga cepat bertemu denganku...

Aku tak mengenal kau siapa. Bahkan, meskipun aku sering mondar-mandir di sekolahanmu pun, aku takkan bisa mengenalimu. Meskipun di beberapa situs pertemanan kita pasti terhubung, aku masih saja tak terhubung di dunia nyata denganmu.
Aku mengenali namamu. Sama seperti aku mengenali nama Samsi.
Benang merah kita belum bertemu, Fath, aku yakin seperti itu. Mungkin saja kita pernah saling berpandangan atau bertemu langsung, tapi karena benang merah kita masih mengambang di udara, kita melewatkan kesempatan emas itu begitu saja.
Aku sedang membayangkan bagaimana jika suatu saat kita benar-benar bertemu dan kau adalah gadis kecil yang ternyata sering kulihat selama ini, pasti akan sangat menggelikan.
Dan seperti itulah benang merah bekerja.

Aku masih ingat ketika kau sering mengupdate status tentang cinta. Kata-katamu jauh lebih dewasa dari usiamu, Fath. Mungkin juga karena faktor peradaban dan modernisasi yang begitu kencang, ya mungkin seperti itu.
Aku juga masih ingat ketika kau memaki di status-mu. Hingga akhirnya aku iseng mengomentari dan kau menceritakan unek-unekmu. Semuanya mengalir seperti air yang tumpah dari gelas. Kadang aku berpikir bahwa kau adalah seorang gadis yang butuh perhatian, tapi di sisi lain, aku melihatmu adalah seorang gadis yang hanya membutuhkan sandaran. Sandaran yang cukup nyaman agar kau bisa menjadi dirimu sendiri.
Fath, kau adalah sosok yang kuidolakan saat aku SMA dulu. Aku dulu pernah berusaha menjadi gadis yang seperti kau. Aku ingin pintar bermain gitar, pandai, disukai banyak orang, berbakat dan ceria. Sayangnya dulu aku lebih pemurung, suka hidup soliter, bahkan hingga saat ini.

Siang ini aku sedang mendengarkan suaramu yang menyanyikan lagu the only exception - paramore. Itu adalah salah satu lagu kesukaanku. Mungkin latar belakang kita menyukai lagu itu berbeda. Tapi apapun latar belakang itu, kita sama-sama menyukai si the only exception dalam hidup kita. Dan kita sama-sama menyukai lagu-lagu dari Taylor Swift.

Memikirkan bagaimana sosok gadis misterius yang berbakat sepertimu membuatku tak sabar menunggu benang merah kita terikat. Apakah kau adalah gadis yang suka melihat langit sepertiku? Apakah kau adalah gadis yang juga suka mendengarkan lagu di bus kota dan berharap perjalanan ini masih jauh dan tak berakhir? Apakah kau gadis seunik yang kupikirkan selama ini?

Aku tak sabar segera menyapamu, Fath...

10 Juli 2011

aku tidak sedang jatuh cinta

Mereka bilang aku sedang jatuh cinta. Dan tulisanku menunjukan semua itu.
Lalu, ketika kutulis sebuah kata tentang pedihnya hatiku ketika aku sedang tertawa terbahak-bahak, dimanakah letak kepedihan itu sebenarnya?
Aku tidak sedang jatuh cinta. Seperti penyair hebat lainnya, aku hanya membayangkan sebuah perasaan yang kubaca dari novel-novel atau dari film yang kutonton. Aku hanya berimajinasi saja.
Aku masih tetap si toples kosong dan memang kubiarkan kosong tanpa isi. Karena aku ingin toples itu tetap seperti itu.
Tidak semua yang kutulis ini adalah apa yang benar-benar sedang kurasakan. Terkadang, aku hanya ingin mengingat perasaan-perasaan. Itu saja.

Mereka bilang aku sedang putus cinta. Dan mereka berbela sungkawa untuk perasaanku.
Lagi-lagi deskripsi itu salah. Aku sedang mendengarkan sebuah lagu sedih. Cukup sedih untukku memikirkan perasaan-perasaan kecewa yang pernah kurasakan. Lalu kutulis dalam barisan kalimat yang cukup pedih.
Padahal, aku sedang merasa biasa-biasa saja.

Aku tidak sedang jatuh cinta. Aku tidak sedang putus cinta.
Berhentilah memaksaku untuk berpikir bahwa aku sedang jatuh cinta, karena aku memang tidak sedang merasakan semua itu. Berhenti juga bersedih untuk kesedihan yang tak sedang kurasakan.

Mungkin aku terlalu mahir menggunakan kata-kata, hingga semua orang percaya dengan apa yang kutulis.
Bibirku tersenyum. Perutku digelitiki rasa geli. Mulutku mengeluarkan tawa yang renyah. Pikiranku sedang bebas tanpa beban. Air mataku mengering bahkan aku tak ingat kapan terakhir kali aku menangis. Hatiku sedang dihimpit jutaan perasaan yang belum kueja satu persatu.

Aku tidak sedang jatuh cinta.


10 Juli 2011

kutub yang mencair

Ada yang hilang, kutub yang kubiarkan dingin kini mencair...

Aku terus merindukan sentuhan-sentuhan lembut tangan, yang tak kalah lembut dari sentuhan tangan Bundaku.
Aku terus mencari wangi-wangi, yang bukan bunga, yang bukan buah, yang membuatku aman berada dalam lingkup wangi itu.
Ada penjepit kertas di ujung bibirku, membuatku tak bisa menolak untuk tersenyum.
Ada racun yang menggelitiki lambungku, membuat perutku bergetar dan terus tertawa.

Kutub-mu yang dingin telah mencair, itu kata semua orang padaku.
Semua orang asyik membicarakan tulisanku yang kini melulu tentang kutub itu. Global Warming, kataku tegas. Tapi tak ada yang percaya.

Tapi seperti benar-benar global warming...



9 Juli 2011

Taylor Swift - The Story Of Us

i used to think that one day we'd tell the story of us,
and how we met
and how the sparks flew instantly
and people would say they're the lucky ones

i used to know my place was the spot next to you,
now i'm searching the room for an empty seat
cause lately i don't even know what page you're on

oh, a simple complication,
miscommunications lead to a fallout,
so many things that i wish you knew
so many walls up, i can't break through

now i'm standing alone in a crowded room
and we're not speaking
and i'm dying to know
is it killing you like it's killing me, yeah

and i don't know what to say since a twist of fate,
when it all broke down
and the story of us
looks a lot like a tragedy now

next chapter

how did we end up this way?
see me nervously pulling at my clothes
and trying to look busy
and you're doing your best to avoid me

i'm starting to think one day i'll tell the story of us
how i was losing my mind when i saw you here
but you held your pride like you should have held me

oh, i'm scared to see the ending,
why are we pretending this is nothing?
i'd tell you i miss you but i don't know how
i've never heard silence quite this loud.

now i'm standing alone in a crowded room
and we're not speaking
and i'm dying to know

is it killing you like it's killing me, yeah

and i don't know what to say since a twist of fate,
when it all broke down
and the story of us
looks a lot like a tragedy now

this is looking like a contest
of who can act like they care less
but i liked it better when you were on my side

the battle's in your hands now
but i would lay my armor down
if you said you'd rather love than fight

so many things that you wish i knew
but the story of us might be ending soon

now i'm standing alone in a crowded room
and we're not speaking
and i'm dying to know
is it killing you like it's killing me, yeah

and i don't know what to say since a twist of fate
when it all broke down
and the story of us
looks a lot like a tragedy now
now, now, now

and were not speaking,
and i'm dying to know
is it killing you
like it's killing me?

and i don't know what to say since a twist of fate,
'cause were going down
and the story of us
looks a lot like a tragedy now

the end

gombal!

"Kamu adalah pertama dan akan menjadi satu-satunya..." Kata-kata yang terlontar dari mulutnya di telepon itu begitu nyaring dan jelas. Jelas mengisyaratkan bahwa aku adalah si satu dan satu-satunya dalam cerita cintanya.

Kata itu sudah bertahun-tahun yang lalu kudengar tapi masih saja terngiang di telingaku. Bukan dengan suara si pemiliknya, tapi hanya rentetan katanya saja. Dan setiap kali aku mengingatnya, aku merasa kau adalah tukang gombal yang hebat!
Entah sudah berapa wanita yang dia jajaki sejak terakhir dia berhubungan denganku. Dan semuanya selalu berakhir menjadi musuh. Dan aku tertawa karena dia pun melakukan hal yang sama padaku. Dia memusuhiku dan enggan berbicara denganku. Padahal, aku selalu melihatnya tiap hari dan rumahnya pun tak jauh dari rumahku.
Dulu aku yang menjadi korban kata-kata gombalmu, lalu ada seorang wanita malang yang lain, lalu ada lagi dan lagi dan lagi. Hey, wajahmu yang tidak terlalu tampan itu ternyata berharga jual tinggi juga. Ternyata banyak yang menginginkanmu meskipun aku tak tahu bagian mana yang mengesankan darimu selain kata-kata gombalmu itu.
Aku tahu dengan pasti ini bukan urusanku. Kau mau berhubungan dengan siapapun bukan urusanku. Hanya saja, apa aku tadi mendengar kau memanggil kekasih barumu itu "yangyang" (ini hanya nama fiktif belaka)?  Aku merasa sangat dekat dengan panggilan itu. Dulu kau memaksaku untuk memakai nama itu padahal aku sama sekali tak mau. Terdengar seperti sebuah ejaan dalam bahasa inggris yang artinya pasti ada unsur gombalnya
Aku dulu dipanggil seperti itu. Gadis malang setelahku pun kau panggil dengan panggilan yang sama, begitu pun sesudahnya dan yang sekarang pun kau panggil dengan sebutan yang sama. Wah, kau bisa penangkap ikan yang handal! Kau menangkap ikan dengan syair yang sama dan dengan cara yang sama. Ajari aku, aku juga mau sehebat kau!
Tapi aku tentu tahu, keahlianmu yang seperti itu ditunjang dengan begitu melankolisnya sikapmu dan idealisnya pemikiranmu. Berbeda denganku yang terkadang pragmatik dan sembrono, tentunya tak semua pria bisa kudapatkan dengan cara yang kau lakukan.
Ya, ya, ya.

Aku ingat banyak hal saat kita masih bersama. Kau paling suka membuatku merasa bersalah, mengumbar kata cinta di dinding situs pertemananku. Seolah agar semua orang tahu bahwa kau adalah satpam galakku. Kau berteman dengan semua teman yang kumiliki dan tak membiarkan aku bergerak leluasa.
Dipikir-pikir, aku dulu cukup bodoh juga untuk selalu mengikuti apa keinginanmu. Aku berusaha menjadi wanita yang mandiri, berpikiran luas dan cerdas, membuang sikap kekanak-kanakanku, kadang juga aku seolah tak menjadi diriku sendiri. Apakah kau melakukan hal yang sama pada kekasihmu hari ini?
Kuharap dia adalah dirinya sebelum berkenalan denganmu dan kau tak mengubahnya menjadi prototipe diriku yang paling kau cintai. Kau cintai? Entahlah kawan, aku merasa kau sangat mencintaiku, terbukti jelas bahwa kau memanggil semua kekasihmu dengan panggilan yang kau berikan untukku. Kau juga menyanyikan lagu yang selalu kau nyanyikan untukku. Kau seolah sedang mencumbu prototipe-ku karena ketidakmampuanmu mendapatkanku.
Aku merasa kasihan padamu. Sungguh. Dan aku lebih kasihan lagi pada kekasih-kekasihmu itu. Mereka kau anggap seperti aku. Sungguh kau terlalu. Jika aku jadi kekasihmu itu, aku pasti sudah melemparmu jauh-jauh dari hidupku seperti yang pernah kulakukan. Kututup mataku dan kukatakan dengan keras TIDAK untuk pria sepertimu! Hehehe... sayangnya aku sudah melakukannya sekali dan selamanya.

Aku senang melihat kau baik-baik saja. Dunia memang tidak sesempurna keinginan kita, ya kan kawan? Seperti biasa, aku ingin bilang, aku tak merasa menyesal meninggalkanmu, andai saja aku bisa menyesal.
Kawan, kau tak perlu kekanak-kanakan untuk memusuhiku seperti ini. Bersikaplah dewasa seperti yang kau bilang dulu. Kau begitu childish. Hihihi....



8 Juli 2011

sepi

So please,
Let me be free from you
And please, let me be free
I can face the truth.
-pretend : secondhand serenade-



Saat mendengar lagu ini. Aku teringat tahun lalu. Tahun lalu pada hari ini aku duduk di depan game DDR sendirian. Aku memperhatikan warna yang berpendar di layar. Saat itu semuanya terasa kosong dan hampa. Aku dulu pernah merasa sangat kosong dan sering sekali merasa seperti itu terlebih jika aku sedang sendiri. Itu juga alasanku mengapa selalu mencari keramaian dan membungkam telingaku dengan lagu-lagu keras. Membiarkan gendang telingaku terasa mau pecah dan tak bisa mendengar suara-suara pelan.
Aku belum belajar berteriak dan meluapkan semua dengan pergi ke puncak yang tinggi. Maka pada mesin DDR itulah semua perasaanku tercurahkan. Pada orang-orang asing yang tersenyum dan mengajakku bermain bersama dan selalu kutolak. Juga pada karyawan yang mulai akrab dengan kehadiranku yang intens.
Jika jam sudah menunjukan pukul 9, maka aku bersiap pulang dan mengucapkan selamat tinggal pada DDR, berjanji bahwa besok aku akan bertemu dengannya lagi. Selalu seperti itu hingga akhirnya rasa sepi itu menjadi nyata saat tak lagi kudengar handphone-ku berbunyi nyaring dan lagu yang kukenal menjadi lagu sedih.
Apakah itu tahun lalu? Sepertinya sudah bertahun-tahun kurasakan itu semua. Sejak pertama kali aku mengenal DDR hingga akhirnya ada musik sempurna yang mengubah segalanya.

It's hard to be all alone
I never got through your disguise
I guess I'll just go, and face all my fear

Hari ini. Inbox-ku sudah penuh dua kali sejak jam 10 pagi kubersihkan. Ada lagu yang berbeda yang mengubah segalanya...


7 Juli 2011

Dalam perantauanku

tanjakan ke puncak ini membuatku sadar tentang sepenuhnya diriku. Aku mulai mengerti apa maksud dari "yang berkeinginan kuat". Aku baru mengerti mengapa terkadang dibenci oleh beberapa orang. Karena mungkin saja mereka ingin membunuh mimpiku, tapi aku terlalu kuat untuk membunuh apa yang kupercayai.
Aku tak peduli orang bilang bahwa aku takkan kuat mencapai puncak itu. Aku yakin dan aku harus sampai ke puncak itu. Aku takkan pernah kembali sebelum puncak itu kudaki dan aku bertemu dengan Tuhan disana.
Nafasku memburu, rasa sakit menjalar di bahu dan betisku. Tapi aku takkan pernah berhenti. Aku takkan mengalah pada kelemahan fisik. Keringat menetes deras dari kepala ke pipiku, menyatakan rasa lelah yang takkan segera bisa dihilangkan dengan butiran-butiran air segar sekali pun.
Tuhan, aku baru kali ini meragukan diriku sendiri. Baru kali ini aku merasa ngeri dengan tanjakan-tanjakan dan rasa sakit. Aku meragukan bahwa aku akan sampai disana meskipun aku tahu aku akan sampai disana.

Ciremai. Kata itu seolah menjadi mimpi buruk, padahal aku merasa kata itu adalah mimpi indah yang akan segera menjadi nyata. Ah Tuhan, pilar-pilar langitmu itu begitu megah dan menjulang. Julangannya bahkan bisa merobek mega sampai hatiku.
Aku merasa bukan siapa-siapa sekarang. Karena untaian kataku terhenti saat leherku tegap menatap dan tak kubiarkan menunduk. Kau, Tuhan, adalah kata-kata sempurna, kau adalah inspirasi yang takkan pernah di duakan oleh kata-kata manapun.


3 Juni 2011

cerita untukmu

Kawan, berhentilah memusuhiku seperti si Plagiat. Aku tak sejahat yang kau pikirkan. Aku juga tak sepicik keliahatannya. Pun tak sebaik uang recehan yang kuberikan begitu saja pada pengemis-pengemis jalanan.
Aku hanya aku saja. Yang tak bisa kau paksakan harus menjadi yang kau inginkan.
Kawan, andai saja kau menyadari, sebentar lagi bulan suci yang kau agung-agungkan. Dimana pintu maaf terbuka lebar dan kita bisa berjabat tangan sebagai seorang sahabat seperti dulu.

Kawan, aku punya banyak cerita, sedikit memanasi tapi aku memang menyimpan cerita ini untuk kau. Aku mempersiapkan sebuah cerita yang kulalui saat kau berhenti mendengar. Cerita ini bagiku takkan cukup kubagi hanya untuk orang-orang yang biasa lalu lalang dalam hidupku. Kau punya andil, kawan, maka cerita ini kusisakan untukmu.

Kemarin, kekasihku melihatmu, aku tidak, lalu ketika aku menyadari bahwa kau melihatku, aku memanggil namamu keras. Berharap kau berbalik dan menatapku. Aku mau bercerita saat itu. Jadi semua cerita lumer dengan kata-kataku saat itu. Sayangnya kau tak melihatku.

Saat itu, aku berteriak dalam hati, "Lihatlah yang cantik ini..."

he's my sunshine... my big yellow sun...
he's the black of my pen...
he's the white of my paper...
he's the dark of the night...
and he keeps my hands warm near his heart...
that's the first time i feel his heartbeat...
i don't mind if he thinks to play on me that time
i'm madly in love with him...

itulah yang kuucapkan saat tanganku berada tepat di jantungnya di bawah tumpahan bintang-bintang, kawan...
"feel-nya itu loooohhh kawaaaaannn...."

4 Juli 2011

sepi

Setelah pemikiranku yang terkadang begitu skeptis akan sesuatu;
setelah pendapatku telah kukeluarkan semuanya dari otakku;
setelah aku habis menertawakan caraku berpikir yang kian meruncing dan kasar;
aku merasa kosong.

Karena aku tahu.
Aku sedang meniupkan angin;
yang nantinya kutuai badai;
cukup besar untuk membuat semua hal yang kusayangi menghilang.

Aku akan sendiri lagi.
Aku akan merasa sepi lagi.

Kali ini, bahkan sebelum benar-benar bersentuhan dengan sepi, aku sudah bisa merasakan dinginnya.
Tubuhku menggigil dalam balutan selimut tebal yang hangat.
Aku takut sendiri, aku tak mau merasa sepi.
Tapi membiarkan pemikiranku membusuk juga adalah sebuah dosa.
Tuhan, kenapa kau buat aku merasakan takut jika kau berikan anugerah terbaik, yaitu sebuah pemikiran yang begitu skeptik?
Hilangkan rasa takutku, Tuhan. Aku lebih suka menerima berkat-Mu yang berisik pemikiran skeptik ini dari pada rasa takut.


29 Juni 2011