apa perbedaan kalian dengan ribuan orang disana?

Aku hanya ingin sedikit bercerita tentang apa yang kurasakan dalam beberapa minggu ini.

Awal Agustus, 1 Agustus 2011. Aku berada di Kaliurang bersama si Bebek. Dalam perjalanan backpacker  ini aku merasa bahwa hidup ini terlalu indah untuk diisi penyesalan. Saat itu aku bertekad bahwa aku akan terus berjalan hingga Tuhan sendiri yang menghentikan langkahku. Aku suka perjalanan. Semua hal tentang perjalanan mengingatkanku pada masa kecilku. Aku pernah kemari, Jogja bukanlah sebuah kota tempat singgah atau bermain saja. Dalam pembuluh darahku, nama Jogja terukir, begitu juga dalam darah ibu dan nenekku. Jogja adalah tanah kelahiran mereka. Meskipun bukan tanah kelahiranku.
Si Bebek benar, aku cinta Jogja. Dan terlebih, Jogja pun mencintaiku...

Minggu kedua bulan Agustus, 8 Agustus 2011. Aku merasa ada yang beda dengan diriku yang kemarin backpacker dengan yang sedang memakai jas almamater dan mengajar di depan peserta didik. Aku cukup pandai memainkan 2 peran yang bertolak belakang tapi aku tidak bisa menyembunyikan bahwa aku sangat merindukan jaket belel dan bolong-bolongku. Aku merindukan sepatu gunungku. Aku merindukan berteriak sambil mendengarkan lagu-lagu di jalanan. Sayangnya hal itu takkan bisa kulakukan dalam balutan jas almamater ini.
Kadang, aku berharap bahwa aku adalah mahasiswa jurusan BSI saja. Aku toh mahir berbahasa Inggris. Jika pun aku adalah mahasiswa bodoh di BSI (Bahasa Sastra Inggris), aku tidak mungkin sampai tidak lulus 4 tahun. Jadi, aku bisa menjadi diriku sendiri. Tanpa balutan jas almamater dan kepribadian ganda ini.
Tapi pilihan sudah dijatuhkan, dan aku akan mengakhiri pilihan yang telah kupilih segera...

Minggu ketiga bulan Agustus, aku enggan menyebutkan tanggalnya. Aku kira, dengan puluhan hari yang tak kulalui dengan sebuah kumpulan manusia yang sudah menjadikan jas almamaternya sebagai hidup akan membuat mereka lupa tentang diriku. Karena jujur saja, aku hampir melupakan mereka semua. Ternyata aku salah. Aku masih tetap artis. Aku masih tetap si buah bibir paling manis yang masih terus ingin dicicipi dalam sebuah jamuan makan malam.
Aku hampir saja membalikan tubuhku dan pergi meninggalkan tempat itu. Aku kecewa. Aku berpuasa selama belasan hari ini untuk mendapat sebuah pencerahan dalam hidup. Ternyata mereka masih saja ingin mengotori tulisanku dengan tinta dendam. Aku tak tahu aku harus menjadi manusia yang seperti apa agar terasa benar di biji mata mereka.
Aku kecewa.
Aku kadang merasa bahwa aku tidak diinginkan dalam "tempat" itu. Aku berusaha menyembunyikan diriku dari pandangan mereka. Agar mereka bisa segera melupakanku. Bahkan, aku tak keberatan jika mereka hanya menganggapku lalat. Aku akan menjadi lalat yang diam. Sayangnya, entah sudah sebanyak apapun aku berusaha menghilangkan diriku. Aku tetap saja terlihat.
Ini sudah hampir 500 hari dan semuanya sama seperti sebelum 500 hari.
Kalian dengarkan aku, sekali saja...
Di luar sana, di "tempat" lain di seberang dunia kalian. Ribuan orang disana begitu suka cita menerimaku apa adanya. Bahkan mereka tak keberatan bersentuhan dengan jaket belel yang sudah dua bulan tak kucuci. Kadang aku sendiri bertanya-tanya, apa bedanya "aku" di hadapan kalian dengan "aku" di hadapan mereka? Kalian sama-sama melihat aku yang seperti ini. Aku tidak serta merubah kepribadianku di depan yang satu dan yang lainnya. Aku juga tidak merubah penampilanku atau caraku berbicara.
Aku tidak mengerti kenapa...
Apa perbedaan kalian dengan ribuan orang disana?




19 Agustus 2011

0 komentar:

Posting Komentar