kepo?


Hari ini, aku nonton Jakarta Hati sama adik aku yang bungsu. kebetulan dijemput pas dia baru pulang sekolah. kita ceritanya nonton yang jam 16.45 di Jatos. Setelah beli tiket yang aku kira harganya limabelasribu, ternyata duapuluhribu, aku ngajak adik aku yang bungsu itu beli minuman dingin. pas aku masuk ke bioskop, ada tukang jualan popcorn alias petugas dari bioskopnya nawarin popcorn. aku tolak saat itu. selama pertunjukan, aku mikirin perasaan adik aku.

gimana kalo dia ngerasa aku ngejahatin dia?
gimana kalo dia mikir aku pelit sama dia?
gimana kalo dia ngira aku tega ngebiarin dia nonton tanpa makan popcorn?
atau dia bilang, "piraning popcorn limarebu meni teu pang meulikeun!"

pikiran-pikiran itu berkecamuk di otak. setelah nonton, adikku itu hanya berkomentar dia tidak mengerti alur ceritanya. ya tentu saja, dia baru menonton jenis film yang acrog-acrogan milik Salman Aristo. wajar kalo dia enggak ngerti sama jalan ceritanya. setelah itu kita pulang. di rumah, aku masih kepikiran tentang perasaan adik aku itu. akhirnya, aku membuka obrolan.

"Mom, tadi pas sebelum mulai, ada tukang popcorn, dia nyamperin. padahal dalam hati, aku udah berdoa semoga si tukang popcorn ini ga nyamperin. taunya dia nyamperin juga. pas itu, aku tolak." Kataku pada Ibuku. "...De, bisi pikiran kamu bertanya-tanya kenapa Sis begitu jahat ga ngebeliin sebungkus popcorn yang cuma seharga limaribuan. Bisi kamu bertanya-tanya kenapa Sis begitu pedit ga mau ngebeliin. Bisi kamu bertanya kenapa Sis ga mau ngeluarin duit lebih untuk menyempurnakan acara nonton film. Bisi juga kamu berpikir piraning popcorn nu limarebuan. Nih yah, aku kasih tau. alesannya adalah uang Sis udah habis untuk beli tiket bioskop sama nraktir minum. Maaf ya."
"Siapa juga yang mikir kayak gitu. Ga peduli kali. Udah ditraktir aja seneng Vina mah." Kata si bungsu, Vina panggilannya. "Vina ga perlu tau apa yang Sis pikrin. udah diajak nonton, dibayarin, dibeliin minum. ya udah, apa lagi? Vina kan ga KEPO!"
"Iya ih, lagian kamu mikirin amat. perhatian juga udah cukup, ga perlu tau seluk beluk pemikiran kamu. da Mom juga tau kamu mah berpikir lebih cepet dari orang lain. berpikir lebih banyak. lebih dalam. kamu mah cerdas, ga perlu mikirin hal sepele." Kata Ibu aku nambahin kata-kata adik aku.
Lalu aku senyum dan ngaleos ke kamar. Iiiii... sumpah, aku seneng banget.

kerontang hatiku sejak kemarin, memikirkan kerikil yang membuatku jatuh babak belur.
aku dikhianati oleh sikapku sendiri.
aku memikirkan kembali tentang siapa aku dan kenapa ini kenapa itu.
kerikil itu membuatku berpikir kembali tentang hal-hal yang lalu.
bahwa mawar, secantik apa pun tetap berduri.
jamu, sepahit apa pun dia tetap mengobati.
cermin, yang takkan pernah bohong kecuali diminta.
kecoak, yang akan selalu menjijikan meski pun sudah mengucap maaf.
begitulah hidup, kalau tidak mau lapar ya makan.
tidak mau gendut ya jangan makan.
begitu simpel.
begitu murah.
murahan!
aku tergoda untuk menceburkan diri, sekali lagi ke dalam kenistaanku yang lalu.
melupakan apa yang telah kudapatkan selama ini.
rusak! rusak moralmu!
anjing bahkan bisa lebih setia untuk menunggu tuannya dibandingkan dirimu.
hah? ya, aku bukan tuanmu. dan kamu bukan hachiko, entah, mungkin pudel?
bugil, menggelinjang sebanyak apa pun, gairahku tak naik karena tubuhmu.
cuih.
sok puisi aku. :p
 
aku mengenal adikku si bungsu itu kurang lebih 15 tahun. aku mengenalnya sejak pertama kali ibuku bertanya, "Sis, Mom hamil lagi. Ga apa-apa kamu punya adik lagi?" lalu aku mengangguk. menantikan kehadiran si bungsu, memikirkan nama untuknya pagi hingga malam. kemudian dia lahir, setelah 2 bulan, aku bisa menggendongnya. lalu memandikannya. membersihkan poopnya. membuatkan susu untuknya. menuangkan air panas untuk mandinya. lalu tak terasa aku sudah bisa mengajaknya bicara seperti manusia, dia sudah punya keinginannya sendiri, warna kesukaan, baju favorit, buku favorit, dan aku pun menjadi idolanya. padahal, aku tidak pernah memaksanya untuk melakukan ini dan itu, aku tidak memaksanya untuk suka warna hijau atau kuning, aku tidak memaksanya untuk memakai celana panjang, pun menentukan buku bacaannya, pun memaksanya menjadikanku idola di hidupnya. proses aku mengenal adik-adikku, semuanya berjalan melalui waktu yang begitu panjang. seringkali bertengkar, lalu berbaikan lagi. setiap kali cekcok, kita menyelesaikannya satu lawan satu. waktu kecil, kita sering saling memukul atau mencakar. setelah puas bertengkar, setelah saling memukul dan membuat luka, perasaan kesal itu hilang. makanya aku selalu berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan. karena rasa sakit di tubuh takkan separah rasa sakit di hati.
adikku bilang, dia tidak perlu tahu segala hal yang aku rasakan. dia cukup pintar untuk membacanya sendiri. dan cukup perhatian untuk memperhatikan. mengenal melalui sikap. hahaha... kadang aku kagum pada kedewasaan yang ditunjukan adik-adikku. kedewasaan memang bukan diatur oleh umur, seringkali seseorang menganggap dirinya dewasa, padahal justru semakin dia bilang bahwa dia sudah dewasa, dia semakin kekanak-kanakan. makanya aku belajar untuk bilang, "aku lebih dulu dilahirkan! aku lebih dulu tahu tentang dunia dibandingkan kamu yang sewaktu itu masih di surga. pahami itu! segoblok apa pun keputusan yang aku buat, jangan merasa diri kamu sendiri bijak! semua orang pernah terjerembab dalam lubang kesalahan, yang penting bukan seberapa besar kesalahan yang dibuat, tapi seberapa lebar hatimu mau memaafkan kesalahan."
puitislah!! hahaha... seburuk apa pun aku mengira diriku saat ini. akan selalu ada adik-adikku yang membanggakan aku di depan teman-temannya. haha, intinya meski pun bukan artis, aku punya pamor dongs... :p

nuhun diks...

0 komentar:

Posting Komentar