tragedi

"Dan kau kehilangan orang sepertiku, apakah kau tahu?"
Ipang - Orang sepertiku

Sambil ngedengerin lagunya Ipang - orang sepertiku, saya iseng mikir tentang fenomena yang sedang terjadi di kampus saya. Menurut saya, kejadian itu menjadi sebuah tragedi yang mempermalukan semua pihak. Semua pihak akhirnya dirugikan tapi semuanya enggan mengakui. Tapi saya di sini mengakui bahwa saya merasa dirugikan.
Jadi, permasalahan muncul ketika ada seseorang berinisial VP menulis di dinding facebook dosen saya dengan kalimat yang sangat tidak menyenangkan. Jelas ini tidak boleh ditiru oleh siapapun. Dia menulis tentang kekecewaannya karena nilai-nilainya belum juga dikeluarkan oleh dosen yang bersangkutan. Dia melaknat dosen itu di situs pertemanan umum facebook.
Sebenarnya masalah bisa usai jika si tersangka VP itu datang kepada dosen saya dan meminta maaf. Tapi orang berinisial VP itu tidak pernah ada di jurusan saya. Bahkan dari angkatan pertama hingga angkatan 2011 pun tidak ditemukan mahasiswa bernama VP. Jelas si tersangka itu meneror seluruh mahasiswa di jurusan saya. Dia adalah musuh di balik selimut, mungkin saja dia adalah mahasiswa di jurusan saya.
Melalui beberapa penelitian oleh pihak ahli TI dan sistem informasi, akhirnya dapat dilacak keberadaan dari si akun VP itu. Lalu dengan bantuan para alumni dan mahasiswa di jurusan saya yang merasa dituduh dan dirugikan, kasus itu menemui titik terang hingga akhirnya muncullah sebuah nama mahasiswa.
Disayangkan, mahasiswa yang diduga otak dari akun VP itu adalah teman sekelas saya. Jelas akhirnya semua dosen menyerang kelas saya. Lalu muncul statement dari salah satu dosen yang mengancam untuk tidak meluluskan saya dan teman-teman saya sekelas karena masalah ini. Saya tentu terpukul, bayangkan saja, saya tinggal menyusun BAB 3 dan simpulan, masa' saya tidak bisa lulus karena hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan saya?
Akhirnya, saya, teman-teman dan terdakwa otak dari VP itu dipanggil oleh dosen yang dicemarkan nama baiknya dan disidang. Kami berharap terdakwa itu akan mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Tapi sayang, saya dan teman-teman hanya boleh berharap, kenyataannya, terdakwa tidak mengakui kesalahannya.
Dosen saya mungkin kesal, karena bukti jelas sudah tertuju pada si terdakwa tapi si terdakwa tidak mau mengakui. Jadi dosen saya bilang bahwa terdakwa tidak perlu bimbingan skripsi lagi pada dosen saya itu sampai si terdakwa mengaku atau ternyata ditemukan tersangka lain. Begitu katanya.
Air mata langsung meleleh dari mata si terdakwa. Saya sendiri sih tidak bisa menilai seseorang itu berbohong atau tidak. Lagi pula saya tidak mau menciderai silaturahmi saya dengan teman saya itu. Dulu dia pernah menuduh saya mencemarkan nama baik dosen saya itu di facebook. Akhirnya saya disidang, tapi bukti tidak mengarah pada saya. Toh si dosennya saya klarifikasi pun bilang bahwa bukan saya pelakunya.
Merasa pernah senasib, maka saya memberi saran pada dosen saya itu, bahwa jika ternyata tuduhan yang sudah diberikan itu salah, maka saya meminta pada dosen saya itu untuk segera memulihkan nama baik teman sekelas saya itu. Beliau pun mengiyakan. Meskipun bukti sudah jelas mengarah pada teman saya itu.
Dosen saya sedikit menyindir saya perihal masalah yang dulu pernah ada. Beliau bilang bahwa wajah saya lebih berpotensi membuat kasus dari pada si terdakwa. Si terdakwa memiliki wajah keibuan dan polos, kata dosen saya itu. Saya hanya tertawa. Mungkin semua orang yang hadir di persidangan itu berharap saya adalah pelakunya. Jelas kemampuan saya menyabotase data, membuat salinan dokumen dan bermain dengan akun-akun dinilai oleh dosen saya begitu rapi. Tapi kemampuan saya melakukan hal-hal itu karena saya dulu mengerjakan tugas kuliahan sendiri, saya tidak punya buku, jadi saya terlatih untuk mencari data yang saya butuhkan dengan cepat. Jika pun saya adalah pelakunya, maka tidak akan pernah ada terdakwa yang ditemukan. Karena sekarang didapat seorang terdakwa, maka jelas bukan saya.
Dulu saya bercita-cita sebagai hacker. Saya sempat meng-hack beberapa akun secara diam-diam dan hanya menjadi rahasia saya saja, tapi kalau sekarang jadi rahasia umum. Tapi kemudian karena saya merasa bersalah, saya langsung taubat nasuha. Sampai detik ini, saya belum pernah sekali pun meng-hack orang-orang lagi.
Saya sih berharap jika pelakunya bukan si teman saya itu. Karena bagaimana pun, jika dia terbukti yang melakukannya, maka hukuman akan dijatuhkan pada satu kelas, bukan hanya pada dia saja. Tapi kalau ternyata bukti tidak mengarah pada orang lain, maka saya akan bersikap egois untuk menjerumuskan teman saya itu untuk mengaku, bagaimana pun caranya.
Kalau saya sampai tidak lulus semester ini, saya tidak tahu harus mencari uang dari mana. Saya saja masih mengusahakan uang untuk wisuda, mana mungkin ada untuk registrasi lagi? Lagi pula ancaman menghapalkan juz 30 itu juga begitu berat untuk saya. Pasalnya untuk menulis ini saja, saya harus menunggu otak saya keruh oleh skripsi dulu. Kalau belum keruh, saya terus mengocok otak bersama rumus dan buku-buku.
Semoga bukan teman saya, semoga bukan si IL...


0 komentar:

Posting Komentar