Sudah setahun sejak aku menghapus ulang tahunku yang sebenarnya dan mengganti dengan tanggal 29 Februari. Sudah setahun juga aku berbohong tentang tanggal kelahiranku pada semua orang. Dan sudah setahun juga usiaku melenggang seperlima abad.
Seperti setiap tahun, aku menguji kepekaan semua orang di sekitarku. Aku menguji kepedulian mereka pada hal kecil, hari lahirku.
Aku tidak ingin perayaan, acara tiup lilin dan diberi hadiah yang banyak. Aku hanya ingin diberi perhatian, bahkan meskipun hanya dari satu short-messange-service. Harga satu esemes yang murah itu tidak sebanding dengan perhatian yang kurasakan.
Pagi ini. Dini hari ini. 00:02. Satu pesan dari handphone tuannya melesat melewati banyak gunung dan bukit, lembah dan sungai, melebur menjadi partikel-partikel dalam komputer besar server, berdesakkan dan akhirnya sampai pada handphone-ku.
"Aku diberi sebuah tulisan..." gumamku saat kubaca kata, ini bukan sebuah puisi. Aku tidak mendalami tulis menulis dengan baik. Tak heran juga semua tulisan kusebut sebagai tulisan, entah itu puisi, esay, cerpen, novel, bagiku mereka semua tulisan. Terlahir dari hati, ditempa dalam pikiran dan dicerminkan dua kali dalam bentuk kata dan makna. Aku meninggalkan kerutan di pertemuan dua alisku saat membaca pesan itu. Ya, aku tidak mengerti namun aku menyukainya. Untuk satu tulisan itu, untuk kehadiran dan perhatianmu selama ini, terimakasih, Furkon. Aku suka kamu, bukan yang lain.
Setelah satu pesan dari tuannya itu, kemudian datanglah pesan dari teman-temanku di Saung Kreatif. A Awan, A Rio dan A Ipay, entah kapan aku pernah bercerita tentang hari lahirku. Tapi dengan ajaib mereka tahu. Apakah masih ada situs pertemanan yang menyimpan hari ulang tahunku yang hari ini, bukan 29 Februari? Semoga ulang tahun, Ta.
Dan satu pesan lagi datang dari Lilis, teman yang sudah lebih dari seribu hari bersamaku. Berawal dari perkenalan di aula kampus, kemudian aku mengingatmu sebagai wanita dengan kerundung biru dan kita berteman, sejauh ini, selama ini. Pesanmu tak bisa terbaca, Lis, tapi biarlah, aku tetap berterimakasih padamu. Septian, temanku yang lain memberikanku ucapan selamat. Si teman yang sudah membawa banyak warna, bahkan terlalu banyak dan membuatku kenal pada si orang Bekasi, si bintang bercahaya yang akan selalu kau pandang di langit malammu.
Aku keluar dari kamar dan dirubung oleh pelukan dari orang-orang tercintaku. Doa dan harapan mereka bisikkan satu persatu di telingaku. Hari ini, sama seperti tahun kemarin, aku tidak menginginkan sebuah perayaan dan tidak berharap ada perayaan apapun. Semoga dapat jodoh yang baik, doa itu terucap tahun ini, baru tahun ini.
Tak lama kemudian datang pesan lain dari teman-temanku di Paskibra dulu, Withry dan Selvi. Sepertinya mereka yang paling rajin mengucapkan selamat ulang tahun tiap tahunnya padaku tanpa pernah lupa, sejak aku mengenal mereka.
Dan ucapan selamat ulang tahun paling spesial tahun ini datang dari sebuah nomor yang sangat jarang masuk ke inbox-ku. Biasanya nomor itu hanya berjejer pada panggilan masuk dan hanya satu dua kali saja adanya. Kali ini nomor itu bersarang di inbox-ku. Doa, harapan, restu, menyertai engkau, buah hati, yang termohon dalam nafas.
Ah, hari ini. Tidak ada yang lebih spesial dari pesan itu. Aku bersyukur, tahun ini, usiaku seperlima abad lebih setahun. Oktober terakhir, ulang tahun terakhir yang kurayakan di kampus.
7 Oktober 2011
0 komentar:
Posting Komentar