Aku disambar petir. Petir itu kemudian merubah cara pandangku drastis. Tak heran semua orang bilang aku berubah. Aku tak merasakan perubahan kecuali kini ada tangan yang menggandengku, mengajakku ke satu tujuan bersamanya dan perubahan pada aksen bicaraku.
Petir yang sama juga merubah orang-orang yang kukenal. Ada si kutu buku yang kemudian menjadi si petualang. Ada si anak multimedia yang kemudian menjadi anak punk. Entah bagaimana petir itu bekerja. Aku pun tak mengerti cara kerjanya.
Ketika petir itu mengubah posisi tanganku yang selalu dimasukkan ke dalam saku jaketku ketika berjalan menjadi menggenggam tangan seseorang, rasanya setengah bagian tubuhku ingin meledak. Melawan kehendak petir itu membuatku lebih ingin meledak. Maka aku membiarkan petir itu mengalir. Membiarkan petir itu mengalir pun masih terasa ledakan-ledakan kecil, tapi ada rasa nyaman.
Apakah petir itu memberikan perasaan yang sama padamu, teman?
Petir itu juga membuat aksen bicaraku berubah. Bermula dari "saya-kamu", menjadi "aku-kau". Aku mulai belajar bahasa daerah juga untuk melengkapi kesempurnaan aksen bicaraku.
Petir itu seperti Lord Voldemort yang menitipkan satu jiwanya ketika menyambar. Dalam diriku, kini ada satu jiwa yang lain. Jiwa itu merindukan setengah jiwanya yang lain. Dan aku juga terbawa merindukan setengah jiwaku yang terbawa pada tubuh yang lain.
Petir benar-benar mengubah segalanya. Aku merasakan pusat duniaku bukanlah pusat bumi dan gravitasi menyalahi aturan dalam hukum petir di tubuhku. Pusat duniaku adalah dia, yang menyimpan setengah jiwaku dalam tubuhnya. Dan gravitasi bagiku berlaku untuk membawaku mendekatinya, bukan mendekati pusat bumi.
Efek petir itu juga menambah kebutaanku. Bagiku seluruh Adam yang ada di bumi ini tiada kecuali dirinya. Dan aku hanya bisa menatapnya, tidak ada Adam lain, "iwal ti manehna".
Petir ini memisahkan jiwaku yang satu dengan yang lainnya. Tapi juga mencoba menyatukannya perlahan dalam perjalanan yang sedang kutempuh.
Apakah kau juga disambar petir? Sayang, tubuhnya sudah diisi oleh jiwaku. Aku tidak bisa mengalah untukmu. Aku mengasihimu tapi membiarkan diriku sendiri mati pun tidak akan pernah membuatnya menerima jiwamu. Panggil aku si egois tapi aku pernah membiarkan tubuhnya diisi oleh jiwamu, dan dia menolakmu kan? Maka aku berhenti mengalah dan memasukkan jiwaku ke dalam tubuhnya.
Ini semua hubungan timbal balik, teman. Disambar petir menguraikan hubungan timbal balik, bukan hubungan satu arah. Petir itu arus DC, bukan arus AC. Apakah kamu disambar petir dengan arus AC?
Semoga jiwamu yang melayang-layang itu segera mendapatkan raga.
5 Oktober 2011
Menu
About
Blogroll
Popular Posts
-
Pagi hari di SMP Pembangunan Harapan, sekolah para kurcaci kecil yang baik hati. Sekolah ini dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang arif ...
-
Saya bukan penulis. Bahkan pengetahuan tentang kepenulisan pun tidak saya praktekan. Masalahnya pengetahuan yang paling nempel adalah penge...
-
Waktu pertama kali masuk komunitas, yang saya pilih cuma kelas kajian. Tujuannya? Mempermudah pemahaman saya tentang filsafat, yang kebetul...
-
"Selamat Ulang Tahun, Reorio." Lalu dia menjawab, "Makasih, Killua." Aku pun bertanya, "Masih ingat ternyata dir...
-
So please, Let me be free from you And please, let me be free I can face the truth. -pretend : secondhand serenade- Saat mendengar lag...
-
Hmm Whoaaa Oohhh Yeahh You Said It Wasn't Gonna Be Like It Was Before Then It Happened Again Pushing Me Back Out The Door Thought It Wou...
-
Na na na, na na na na. (x2) Sejak melihat mu, ku jatuh hati pada mu. Saat mengenal mu, semakin ku ingin kamu. Maukah engkau, menemani aku...
-
Saya belajar . . . . . . . Bahwa saya tidak dapat memaksa orang lain untuk mencintai saya Saya hanya dapat melakukan sesuatu untuk orang yan...
-
Jujur saja, aku sempat berpikir bahwa aku takkan pernah naik gunung lagi. Setelah beberapa kali ke dokter dan mendapati semakin banyak ko...
-
Aku malas bereuni. Karena; "Ya iyalah kamu lulus duluan, kamu kan kuliahnya di UIN, jurusan Biologi lagi. Biologi kan gampang ....
0 komentar:
Posting Komentar