SKENARIO

Aku memang belum mencintainya sepenuh hatiku. Karena aku butuh sisa hatiku yang tidak mencintainya untuk bangkit jika dia meninggalkanku. Tapi, bagaimana pun, aku mencintai pria itu. Si cantik gondrong... Maaf, skenariomu gagal....

maret, sapa aku!!!

Maret... sapa aku... Aku memohon... Jadikan aku best fren-mu lagi... Aku merindukan saat-saat kita bersama. Aku merindukan candaan kita. Pesan-pesan yang berisi lagu, saling bersahutan, saling memojokan. Aku berubah. Tulisanku mulai rapi sedikit. Mulai berkenalan dengan titik koma. Tanda baca dan tanda seru. Lebih banyak tanda tanya dan keraguan. Kau tak bisa menerima perubahanku. Aku masih aku...

marah

Kau menatapku dengan sinis. Bibirmu bergetar ingin mengucapkan banyak kata. Namun tertahan tepat di belakang gigi serimu. Kau ingin menghujamku dengan kata-kata kasar, aku mengerti. Kau ingin melemparku dengan helm di tanganmu, aku tahu. Aku tetap berdiri di hadapanmu. Bukan tak takut menghadapi kata-kata kasar atau helmmu. Aku takut. Aku takut hatiku terluka. Aku takut limpung setelah kau benturkan...

berbalik

Dia bilang aku berubah, dia tak mengenaliku lagi sejak aku memaafkannya. Aku tersenyum. Ternyata tak hanya mereka yang menyadari perubahanku. Kau juga. Padahal aku hanya banyak diam dan memperhatikan. Tertawa bersama sesuatu yang membahagiakanku dan memilih untuk tak menganggap ada masyarakat kuno itu. Begitu mudah kan? Aku hanya berbalik. "Apa ini kehidupan kamu di luar?""Emangnya kenapa?""Aku cuma...

aku mencintai-Mu, -Nya, Dia dan Mereka

Aku menunggu-Mu mengucapkan satu kata. Satu kata yang akan mengubah semua penilaianku. Tapi diri-Mu tak kunjung mengatakannya. Maka aku akan menunggu. Karena aku tak mau jadi jas hujan pengganti payung-Mu yang hilang. Aku membutuhkan setengah jiwa, pelengkapku. Aku berharap diri-Nya. Tapi dia justru membutuhkanku mengisi segala kekosongan-Nya. Aku tak mau. Aku ingin mendapatkan kesempurnaan, bukan...