Lucu rasanya ketika merasa kehilangan. Seperti mati saja. Aku selalu bertanya-tanya, apa dunia terus berlanjut ketika aku mati? Apakah akan ada yang merindukanku? Apakah ada yang akan merasakan bahwa aku hilang dari dunia ini?
Aku tahu semua jawaban dari pertanyaanku adalah Ya. Dunia akan terus berlanjut meskipun aku sudah mati. Begitu juga hari ini. Sudah tiga puluh hari sejak Dia pergi meninggalkanku. Waktuku di sini terus berjalan. Juga waktunya di sana. Meskipun berbeda detik, menit jam dan hari, waktu terus berjalan.
Akan ada seseorang yang merindukanku. Karena aku juga merindukan Dia yang pergi meninggalkanku. Biasanya aku selalu bisa melihat wajahnya. Mengganggunya dengan lelucon yang kudapat dari internet atau teman-temanku. Berebut tas atau menyuruhnya membuatkan minuman atau makanan untukku. Ya, semuanya terjadi seolah “biasanya”. Kali ini tidak. Aku tidak bisa lagi leluasa menatap wajahnya. Menatap foto tidak sama dengan menatap wajahnya langsung. Foto tidak berkedip, foto tidak tersenyum balik saat aku menyunggingkan senyum, juga foto tidak menghapus air mataku dengan tawa saat lelehannya sudah menggenang di bola mataku. Lelucon yang biasa kulontarkan kini kunikmati sendiri. Aku tak lagi berebut tas atau memintanya membuatkan makanan dan minuman untukku.
Juga akan ada yang menyadari bahwa aku hilang. Karena seluruh jalan di Jawa ini terasa sepi. Jalan yang kususuri setiap sore ketika pulang dari kampus membawa ingatanku tentangnya. Saat aku naik vespa dengannya. Tempat-tempat yang pernah kukunjungi dengannya dan tempat yang akan kukunjungi dengannya berputar di kepalaku.
“Jawa sepi.” Kataku berulang-ulang. Tapi aku tidak bisa bilang, “Ayo cepat pulang!”. Aku menikmati hari-hari ini dengan harapan bahwa waktu berjalan dengan sangat cepat. Nyatanya waktu terasa berjalan semakin lama.
Dia hanya pergi meninggalkanku sejauh 28 cm di peta Indonesia. Tapi entah mengapa jarak 28 cm di peta terasa sangat jauh?
1 Januari 2012
0 komentar:
Posting Komentar