Baru saja sedikit menghela nafas pada kesempatan kuliah dan mengerjakan skripsi dengan tenang. Nyatanya, tantangan kerja baru dimulai. Aku kecolongan start, eh sebenarnya aku memang membiarkan seseorang memulai lebih dulu dariku. Lucu.
                Apakah kuliahku harus berhenti dulu?


                Cipedes. Tempat ini mendadak jadi tempat yang sepi setelah anak-anak saung pergi. Ya, tinggal aku sendiri di sini. Kemarin sore, aku duduk di meja makan ini bersama Furkon, bercerita tentang banyak hal dan mendengarkan banyak hal. Sekarang, yang kudengar hanya lagu Bondan yang berjudul Kau Puisi.
               
                Skripsiku masih belum kukerjakan juga. Tapi kebingunganku seolah berkurang ketika aku menangkap sosoknya berjalan di pematang kolam ikanku dan menghampiriku.


                Galau itu kubiarkan seperti alergi yang meradang ke sekujur tubuhku. Rasanya ada yang salah ketika aku tertidur. Rasanya main DDR-pun tidak akan mudah menghapuskannya. Dua hari lalu, dosen yang nge-acc judul bilang kalo ternyata seminar judul dilaksanain awal Januari. Apa bedanya sama dilakuin di Desember?
                Aku terpaku. Saat orang-orang bilang mereka udah beres dengan bab 1-nya. Aku malah masih bingung, berkutat dengan judul yang akan kupertahankan atau kuganti. Entah aku harus bagaimana. Aku bingung.
                Andai saja naik gunung bisa menyembuhkan kebingunganku, maka tiga gunung sekaligus akan kudaki. Tapi... bukan! Bukan masalah naik gunung. Bukan masalah bagaimana cara menyembuhkannya, tapi bagaimana menyelesaikan kebingunganku.
                Minggu-minggu ini emang lagi banyak banget pikiran. Mulai dari judul, Paskibra, PPL, pacar, ah pokoknya semuanya jadi serba ribet. Ditambah lagi sama akunya yang belom juga mulai ngegarap skripsi. Apanya yang mau digarap coba kalo aku masih bingung aja?
                Tuhan... tolong bantu aku. Tunjukan bahwa KAU ADA.


                Sejak beberapa hari kemarin, aku merasa sangat terganggu dengan akan hadirnya bulan Desember. Temanku bilang, Desember akan diadakan seminar judul. Kau tahu, judul yang  beberapa bulan kemarin kuajukan akan diajukan dalam seminar. Dadaku terasa dihentak-hentak. Aku tak mampu berpikir. Rasanya aku memang belum siap untuk menggali skripsiku.
                Aku tahu aku harus segera bertemu dengan dosen akademikku untuk membicarakan judulku itu. Tapi rasanya... jangankan untuk menghadap, berpikir saja sudah terasa sulit untuk otakku. Hari ini aku kebut untuk mengerjakan beberapa tugas kuliahku sekaligus. Aku ketakutan...
                Apakah aku mampu mengerjakan proposal skripsi? Aku berharap Tuhan berpihak padaku.

                Sejenak aku berpikir bahwa aku takkan lulus di bulan September tahun depan karena keadaan ini. Lalu Furkon bertanya mengapa aku terlihat sedih. Dan akhrinya padanyalah semua cerita beban hatiku bersandar. Dia memberikan wejangan padaku yang sebenarnya sering kuberikan pada orang lain di sekitarku. Dia bilang bahwa semua itu akan terasa sulit jika aku tidak mengerjakannya dan hanya bicara saja. Ya, dia benar!
                Lalu setelah beberapa tetes air mata merembes ke pipiku, akhirnya aku sadar bahwa menangis pun takkan ada gunanya.